18 Jun 2009

Teras Narang, Achmad Diran Beda Pendapat

Wacana Gubernur-Wagub Dipilih Oleh DPRD

Laporan: Alfrid U

PALANGKA RAYA-
Wacana Gubernur dan Wagub cukup dipilih oleh DPRD, mulai dipertentangkan ditingkat elit politik. Gubernur Kalteng Teras Narang berbeda pendapat dengan Wagub Kalteng Achmad Diran soal wacana tersebut.
Teras Narang mengaku tak habis pikir dengan munculnya wacana tersebut. Menurut dia wacana gubernurdan wagub dipilih langsung oleh DPRD merupakan langkah mundur karena bertentangan dengan semangat demokrasi.
”Sudah sewajarnya apabila rakyat memilih sendiri pemimpinnya, karena memang kedaulatan sepenuhnya berada di tangan rakyat. Gubernur dan Wakil Gubernur dipilih DPRD merupakan langkah mundur dalam berdemokrasi,” katanya saat menjadi narasumber di konfercab PWI Kalteng beberapa waktu lalu.
Pendapat yang berbeda dilontarkan Wakil Gubernur Kalteng, Achmad Diran. Secara pribadi ia menilai, pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur yang dilakukan langsung oleh rakyat merupakan pemborosan anggaran, karena itu pemilihan kepala daerah tingkat provinsi tersebut sebaiknya dilakukan oleh DPRD setempat.
Achmad Diran yang juga Fungsionaris PDI Perjuangan, mengaku sependapat dengan pendapat Gubernur Sumbar Gamawan Fauzi tersebut. Menurut Diran, dengan dipilih langsung oleh DPRD, maka anggaran negara dapat diefisienkan.
Dia mencontohkan, dari pengalaman beberapa pilkada gubernur (pilgub) di sejumlah wilayah, seperti di Jawa Timur, menelan biaya sangat besar hingga Rp 800 miliar, padahal, jika anggaran tersebut dialokasikan untuk pembangunan dapat bermanfaat besar bagi kepentingan rakyat di daerah.
“Saya setuju dengan wacana yang muncul saat seminar di surabaya. Pemilihan langsung oleh DPRD dapat menekan biaya mahal. Pemda juga menyiapkan anggaran, bukannya saya tidak setuju, tapi dari segi efektif sebaiknya dipilih DPRD saja,” katanya, saat membuka kegiatan sosialiasi program anti korupsi di Kantor Inspektorat Provinsi Kalteng, Selasa (17/6) kemarin.
Pertimbangan lainnya, tambah Diran, Gubernur dan Wagub mengkoordinir seluruh di wilayah di Provinsi dan secara efektif melakukan pengawasan ke daerah itu, yang akhirnya dapat mengefisienkan pembinaan kebawah, sehingga lebih sering berhubungan dengan Pemda tingkat dua ketimbang bersentuhan dengan rakyat. “Tapi itu bukan berarti malas bersentuhan dengan rakyat, namun dari segi birokrasi, memang seperti itu,” tambahnya.
Lebih lanjut, Diran mengutarakan, yang sepantasnya dipilih langsung oleh rakyat adalah bupati dan walikota, karena hal tersebut berhubungan dengan otonomi daerah yang bertujuan pendekatan pelayanan terhadap masyarakat.
Diran menolak, jika ada anggapan dari elit politik, wacana Gubernur dan Wakil Gubernur dipilih DPRD merupakan suatu kemunduran dalam berdemokrasi. Pasalnya, meski tanpa dipilih oleh rakyat pun, kepala daerah provinsi tersebut pasti akan memikirkan nasib rakyatnya, sehingga tak ada masalah jika dikaitkan dengan semangat demokrasi.
Seperti diberitakan sebelumnya, dalam seminar nasional bertajuk Menata Kembali Desentralisasi: Apa Agenda Berikutnya” di The Empire Palace Surabaya pada 27 Mei lalu, muncul wacana yang dilontarkan Gubernur Sumbar Gamawan Fauzi.
Menurutnya, keberadaan gubernur tidak efektif. Jika ada daerah yang berhasil, bukan karena provinsi yang berperan besar. Sebab, ada kewenangan bupati dan walikota yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. Dia menegaskan, peran provinsi terlalu kecil. Semua perizinan ada di kabupaten/kota kecuali yang lintas wilayah. Karena itulah, peran provinsi selama ini hanya mengoordinasikan. Padahal, menemukan sosok gubernur mengeluarkan biaya yang tidak kecil.
Namun Gamawan memperlunak usulnya dengan mengatakan, bahwa lebih baik gubernur ditunjuk presiden. Karena, undang-undang menyebut gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah. Seminar itu juga menghadirkan pembicara Gubernur Gorontalo Fadel Muhammad, dan Kepala Pusat Kebijakan APBN Badan Kebijakan Fiskal Depkeu Askolani. (*)

Tidak ada komentar: