31 Okt 2008

Mantan Pimpro Disdikpora Kotim Tersangka

Dugaan Korupsi Dana DAK Non-DR Pendidikan

Laporan: Hafid (Radar Sampit)

SAMPIT-Pelan tapi pasti, Kejaksaan Negeri (Kejari) Sampit diam-diam telah menetapkan H Sudirman, mantan pimpinan proyek (Pimpro) di Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahrga (Disdikpora) Kotim sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dana alokasi khusus (DAK) non dana Reboisasi (DR) bidang pendidikan tahun anggaran 2007.

Kepastian Sudirman menjadi tersangka ini setelah Kepala Kejari Sampit I Gede Gandhi melalui Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Haerudin membeberkannya kepada wartawan. Penetapan Sudirman sebagai tersangka setelah Kejari melakukan pemeriksaan terhadap sedikitnya 20 orang saksi, baik dari lingkungan Disdikpora, para kepala sekolah, dan para rekanan.

“Penetapan status menjadi tersangka sejak bulan Juli 2008 lalu. Ini setelah kami melakukan pemeriksaan terhadap para saksi yang jumlahnya mencapai 20 orang,” katanya, kemarin (28/10).

Meski sudah ditetapkan sebagai tersangka, Kejari belum menahan Sudirman dengan alasan tersangka cukup kooperatif, namun tidak menutup kemungkinan akan ditahan bila dipandang mengkhawatirkan.

Karena perbuatan yang melawan hukum tersebut, Haerudin menambahkan tersangka akan dituntut dengan pasal 1, 2 UU Nomor 20/2001 tentang tindak pidana korupsi. “Penyidikan terhadap kasus ini sudah mencapai 80 persen,” imbuhnya.

Kapan dilimpahkan? Dia menjawab sebelum masuk tahun 2009 kasus tersebut sudah disampaikan ke pengadilan untuk selanjutnya disidangkan. “Target kami tahun ini juga sudah dilimpahkan, karena ini mau masuk bulan November paling tidak sampai dua bulan sudah dilimpahkan,” ucapnya.

Sedangkan mengenai tersangka lain yang ikut terseret dalam kasus tersebut, dia mengatakan hal itu sangat mungkin terjadi. Namun pihaknya masih memfokuskan perhatian untuk menyelesaikan penyidikan terhadap tersangka.

“Sementara kita fokus dulu dengan tersangka ini, soal yang lainnya nanti dan tidak menutup kemungkinan itu ada,” tukasnya.

Menyinggung besaran kerugian negara yang ditimbulkan karena perbuatan tersangka, Kejari belum bisa memastikan jumlahnya dengan alasan masih menunggu hasil audit dari BPKP Banjarbaru. “Yang jelas akibat perbuatan tersangka negara telah dirugikan, berapa besarnya nanti kita tunggu perhitungan BPKP,” bebernya.

Untuk menguatkan dakwaannya nanti, Kejaksaan telah menyita sebanyak sedekitnya 90 jenis dokumen penting terkait dengan proyek yang dipimpin tersangka.

Untuk diketahui H Sudirman menjadi tersangka ketika yang bersangkut menjadi pemimpin kegiatan (proyek) di Dinas Pendidikan tahun anggaran 2007 lalu. Kabarnya kegiatan rehabilitasi gedung bangunan sekolah dan pengadaan meubeler yang bersumber dari dana DAK non-DR yang semestinya bersifat swakelola oleh pihak sekolah, namun dikerjakan oleh pihak ketiga atau rekanan. Tidak hanya itu hasil pekerjaan ini terindikasi banyak bermasalah.(***)

LSM Pompa Semangat Kejari

Usut Dugaan Korupsi Pelepasan Aset Pemkab Kotim
Laporan:Hafid (Radar Sampit)

SAMPIT—Pompa semangat diberikan LSM di Kotim kepada Kejaksaan Negeri (Kejari) Sampit untuk mengusut indikasi korupsi pelepasan aset milik Pemkab Kotim.

Dua LSM yakni Lembaga Control Independen (LCI) Kelompok Anak Bangsa (Kelabang) dan LSM Ikatan Peduli dan Pembela Ummat (IPPU) Kotim mendesak Kejari Sampit bekerja cepat merespons kasus korupsi di daerah.

“Kerugian negara akibat pelepasan aset daerah besar sekali. Bayangkan, tanah dan rumah dinas yang dilepas dengan harga murah bisa dijual kembali hingga ratusan juta bahkan miliaran rupiah,” tandas Audy Valent, Ketua LCI Kelabang, kemarin (29/10).

Lembaga yang tergabung dengan 7 LSM Aliansi Anak Bangsa ini meminta Kejari agar memprioritaskan penanganan dugaan korupsi pelepasan aset daerah Kotim. Apabila Kejari tidak serius menanganinya, LSM yang dipimpinnya telah menyiapkan data dan akan menyampaikannya langsung ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Respons yang sama disampaikan Sekretaris IPPU Kotim Suripto. Ia menyambut positif langkah Kejari dalam mengusut dugaan korupsi di daerah.

“Kerugian akibat pelepasan aset daerah memang cukup besar, jadi sudah sepatutnya Kejari mengusutnya,” tandas Suripto di kesempatan terpisah, kemarin.

Hitung-hitungan sederhana Suripto, apabila setiap kapling dari 44 kapling yang dilepas ke sejumlah pejabat dan mantan pejabat dijual ke pihak ketiga seharga Rp500 juta, nilainya bisa mencapai Rp22 miliar. Sementara nilai pengalihan 44 kapling tersebut hanya Rp2 miliar.

“Kerugian daerah akibat pelepasan aset daerah harus diselamatkan,” tandasnya.

Sebagaimana diberitakan. pelepasan aset milik Pemkab Kotim yang menuai sorotan publik diam-diam mulai dibidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Sampit.

Langkah awal sudah dilakukan Kejari dengan melakukan penyelidikan berupa pengumpulan barang bukti dan keterangan (pulbaket). Kejari juga tengah mempelajari prosedur pengalihan aset, termasuk aspek kepantasan dan kelayakannya. Sinyalemen adanya rumah dinas yang dilepaskan tanpa pengganti juga mendapat perhatian.

Kepala Kejari Sampit I Gede Gandhi melalui Kasi Intel Wagiman dan Kasipidsus Haerudin menyatakan pelepasan aset daerah pemda Kotim yang gencar disorot publik menjadi salah satu target pihaknya. Namun keduanya belum bisa bicara banyak. “Sekarang masih dalam tahap pulbaket, itu saja dulu,” kata Wagiman kepada Radar Sampit, Selasa (28/10).

Haerudin menambahkan pihaknya akan terus mempelajari masalah pengalihan aset pemda Kotim, termasuk peraturan hukum dan aspek lainnya. “Masalah pelepasan aset ini kelihatan gencar ya. Nanti kita lihat apakah rumah jabatan yang di-dum ada penggantiannya atau tidak, sekarang kami sedang mempelajari aturannya,” ungkapnya. (***)

Tutup Informasi Publik, Pejabat Bisa Dipenjara

Laporan: Alfrid Uga

PALANGKA RAYA—Pejabat publik yang menutup akses informasi publik dari wartawan, LSM, atau pihak lain yang membutuhkan informasi bisa masuk kurungan penjara. Ini menyusul keluarnya Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

“UU Keterbukaan Informasi Publik mewajibkan kepada pejabat publik baik di eksekutif, legislatif, mapun yudikatif memberikan informasi kepada siapapun yang meminta informasi. Kalau tidak, maka disanksi ancaman satu tahun kurungn penjara dan atau denda Rp 5 juta,” kata staf ahli Menteri Komunikasi dan Informasi, Hendry Subiakto menyosialisasikan UU Nomor 14 Tahun 2008 di Aula Hotel Batu Suli Palangka Raya, Selasa (28/10).

Hendry Subiakto mengatakan, kalau selama ini para pejabat menutup informasi dari publik sah-sah saja, setelah keluarnya undang-undang keterbukaan informasi publik bisa kena sanksi.

”Ini perlu diketahui oleh pejabat eksekutif, pejabat legislatif, maupun yudikatif supaya jangan masuk penjara, karena tidak terbuka memberikan informasi kepada publik,” tegasnya.

Oleh karena itu, dia mengimbau kepada para penjabat maupun pelaksana pada badan publik agar memahami undang-undang ini mengingat sangat penting dalam penyelenggaraan negara yang baik, bersih dan keterbukaan.

”UU ini merupakan bagian pendamping dari pemberantasan korupsi dan pelaksanaan demokrasi di negara kita,” katanya.

Dirjen Sarana Komunikasi dan Diseminasi Informesi (SKDI) diwakili Sekretaris SKDI Susilo menjelaskan, diundangkannya UU Nomor 14 tahun 2008 suatu perwujudan konkret proses demokrasi di Indonesia, sebagai dasar hukum pemberian hak masyarakat dalam memperoleh informasi publik. ”Konsep ini sejalan dengan bergulirnya era reformasi yang telah berjalan selama satu dasawarsa,” pungkasnya. (***)

Lamandau Harus Banyak Belajar dari China

Laporan; Alfrid Uga

PALANGKA RAYA—Kunjungan kerja Bupati Lamandau dan rombongan ke luar negeri di tengah imbauan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) agar menghemat anggaran di saat krisis global, tidak terlalu dipermasalahkan elemen masyarakat Kalteng.

Senada dengan apa yang disampaikan Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang, pengamat ekonomi dan sosial kemasyarakatan Prof Danes Jaya Negara juga tidak terlalu mempermasalahkannya.

“Asalkan kunjungan kerja itu memberikan manfaat bagi daerah, ya tidak masalah. Apalagi keberangkatan rombongan Bupati Lamandau sudah direncanakan jauh sebelum krisis, bahkan sudah dianggarkan di APBD 2008,” kata Danes kepada Radar Sampit melalui sambungan telepon, kemarin.

Rektor Universitas Antakusuma (Untama) Pangkalan Bun ini menyatakan sudah semestinya kunjungan kerja rombongan Bupati Lamandau ke Hongkong dan China harus dimanfaatkan untuk membangun hubungan ekonomi.

“Hongkong dan China kemajuan ekonominya sangat pesat. Banyak hal yang bisa dipelajari oleh Lamandau dari negeri itu,” ujarnya.

Apalagi, tambahnya, biaya perjalanan ke China tidak terlalu besar, Berbeda dibandingkan dengan bepergian ke negara-negara eropa. ”Kalau ke China biaya penerbangan sekali jalan paling-paling Rp 10 juta, Rp20 juta sudah cukup untuk pergi-pulang,” paparnya.

Sebagaimana diketahui, Bupati Lamandau Marukan dan rombongan telah bertolak ke Hongkong dilanjutkan ke China pada 24 Oktober lalu. Kabarnya, mereka berangkat ke Hongkong atas undangan Konjen Indonesia di Hongkong, sekaligus meneken kerjasama dengan perusahaan di bidang pertambangan dan pengusaha hotel.

Sebelumnya sebagaimana diberitakan koran ini kemarin, gubernur berpendapat sepanjang kunjungan kerja ke luar negeri yang dilakukan memang sangat penting, ia akan memberikan izin. Kunjungan kerja Bupati Lamandau Marukan dan rombongan ke Hongkong, misalnya, juga telah mendapat izin dari gubernur.

”Saya memandang kunjungan kerja Bupati Lamandau dan rombongan ke Hongkong memang sangat penting. Mereka diundang Konjen Indonesia di Hongkong. Lagipula kunjungan tersebut sudah direncanakan cukup lama, jadi silakan saja berangkat,” tandas Teras Narang kepada Radar Sampit usai menghadiri rapat paripurna di Gedung DPRD Kalteng, Senin (27/10).

Teras Narang menjelaskan keberangkatan Bupati Lamandau dan rombongan ke Hongkong dalam rangka penandatanganan kesepakatan (MoU) dengan investor pertambangan dan pengusaha hotel. Karena itu, lanjut gubernur, tidak ada alasan bagi dirinya untuk mencegah keberangkatan tersebut.

”Alasan keberangkatan Bupati Lamandau ke Hongkong sudah saya pelajari sebelumnya. Karena memang urgen, maka izin saya berikan. Bahkan apa yang dilakukan Bupati Lamandau merupakan sebuah prestasi, itu terobosan yang positif,” kata gubernur.

Sebagai gubernur, Teras menyatakan dirinya bertanggung jawab atas izin kunjungan kerja yang diberikannya. Gubernur menyatakan dirinya akan memberikan izin terhadap agenda kunjungan kerja kepala daerah ke luar negeri sepanjang hasilnya memang positif bagi Kalteng.

“Sepanjang kunjungan ke luar negeri memberikan hasil positif, izin akan saya berikan. Pejabat di daerah jangan ngendon di dalam saja, susah nantinya,” ucap gubernur selanjutnya mengatakan pejabat yang hanya duduk diam tanpa kreasi harus dikritisi.

Gubernur merasa senang dan akan selalu memberi izin kepada siapun pejabat daerah yang akan bepergian keluar negeri, asalkan memberikan kontribusi positif bagi pembangunan Kalteng.

”Silakan bupati atau wali kota keluar mana saja, yang penting ada manfaatnya bagi daerah, apalagi manfaatnya besar bagi pembangunan di Kalteng,” pungkas Gubernur. (***)

24 Okt 2008

Ekspor Bijih Besi Turun 40-80 Persen

Dampak Krisis Ekonomi Global

Laporan: Hafid (Radar Sampit)

SAMPIT—Sejumlah perusahaan pertambangan di Kotim khususnya tambang bijih besi terpaksa mengurangi volume produksi menyusul menurunnya permintaan dari negara tujuan ekspor akibat krisis ekonomi global.

Penurunan volume ekspor juga dialami PT Mentaya Iron Mining (MIOM), perusahaan bijih besi yang beroperasi di desa Tumbang Sepayang, Kecamatan Antang Kalang.

“Bila pada bulan sebelumnya, kami biasa mengirim normal rata-rata 20 ribu ton per bulan, selama dua bulan terakhir ini hanya bisa mengirim 11 ribu ton saja,” kata Humas PT MIOM, Drs Guldani dihubungi Radar Sampit, kemarin (23/10).

Penurunan volume eskpor sekitar 40 persen tersebut, dia menduga karena industri di negara tujuan yaitu RRC saat sedang menahan produksi. “Saat ini industri di sana (RRC, Red) juga pasti mengerem produksinya,” imbuhnya.

Kendati tidak bisa melakukan ekspor secara normal, Guldani mengatakan aktivitas di lokasi tambang masih berlangsung sebagaimana biasanya. Hanya saja yang menjadi kendala cuaca, seperti hujan yang berdampak pada menurunnya mobilitasi armada angkutan dan lokasi tambang yang tergenang air. “Cuma kendala teknis saja, tapi yang jelas kami tetap beroperasi seperti biasa,” katanya.

Menurutnya dampak krisis ekonomi saat ini bagi tambang bijih besi, tidak separah yang dialami perusahaan yang bergerak di bidang kelapa sawit, selain itu dalam melakukan eskpor, negara penerima tambang bijih besi tidak memberikan target dan menyesuaikan dengan kebutuhannya. “Produksi kami tidak dibatasi oleh target, dalam menambang kami menyesuaikan dengan serapan pasar itu,” ungkapnya.

Terpisah, Direktur Oprasional PT Kotabesi Iron Mining (KIM) Sismanto juga menyampaikan hal yang sama. Perusahaan bijih besi yang di desa Kenyala, Kecamatan Telawang ini juga mengalami penurunan eskpor galian tambangnya, bahkan mencapai 80 persen.

“Normalnya pengiriman dalam sebulan mencapai 150 ribu ton, saat ini hanya bisa mengirim sekitar 25 ribu ton saja,” sebutnya. (***)

Imbau Petani Karet Jangan Jual Murah

Laporan: Alfrid Uga

PALANGKA RAYA--Gubernur Kalimantan Tengah (Kalteng) Agustin Teras Narang mengimbau para petani karet menahan hasil produksinya hingga harga karet di pasaran kembali membaik.

Menurut Gubernur, harga karet di pasar internasional sebenarnya cukup baik. Ia menuding murahnya harga karet di tingkat petani akibat ulah tengkulak yang memanfaatkan kondisi resesi ekonomi dunia.

“Karena harga jual karet masih sangat murah, sebaiknya petani karet menahan hasil produksinya hingga harga karet kembali membaik,” ujar gubernur, kemarin (23/10).

Kepada pembeli khususnya pemilik pabrik, Teras mengingatkan agar berlaku adil, jangan seenaknya menentukan harga hingga level terendah. ”Dulu mereka banyak mengambil keutungan dari petani karet, sekarang saatnya pemilik pabrik berbagi keuntungan dengan petani karet. Kalau beli karet harganya jangan terlalu turun,” harapnya.

Kepada Bupati/Walikota se-Kalteng, Gubernur mengimbau untuk selalu memantau harga karet di tingkat petani, dan elalu mencari solusi terbaik bagi petani karet agar ekonomi petani kembali stabil.

”Kabar yang saya dapat, Kabupaten Kotawaringin Barat dan Kapuas sudah punya solusinya. Daerah lain juga harus mencarikan solusinya,” ujarnya.

Informasi yang diterima gubernur, nilai dolar saat ini pada level yang relatif normal yakni berkisar US$ 1,5. ”Dengan nilai US$ 1,5 harga karet semestinya bisa bertahan pada posisi angka Rp 7-8 ribu per kilogram,” jelasnya.

Sekadar diketahui, harga karet di tingkat petani saat ini berkisar pada Rp 3500-4000 per kilogram atau turun dari harga normal Rp 9-10 ribu per kilogram. (***)

23 Okt 2008

Harga Karet Anjlok

Teks photo: Saat ini harga karet ditingkat petani anjlok, dari Rp 10-11 ribu perkilogram kni turun menjadi Rp 3500-4 ribu rupiah perkilogram. Alasan pembeli menurunkan harga, akibat krisis ekonomi global.

Molor 3 Bulan, Gubernur Tagih PLN

Pembangunan PLTU Pulang Pisau
Laporan: Alfrid Uga

PALANGKA RAYA- Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang menepis isu yang menyebutkan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berkapasitas 2 x 60 megawatt (MW) di Kabupaten Pulang Pisau terancam gagal akibat krisis ekonomi global.

Namun gubernur mengakui pembangunan PLTU Pulang Pisau molor dari jadwal. Karenanya, pertemuan dengan Direktur Utama (Dirut) PT PLN bersama kontraktor asal Cina dan Indonesia beberapa waktu lalu di Jakarta difokuskan membicarakan keterlambatan pembangunan PLTU.

“Kontrak sudah ditandatangani dan pembangunannya semestinya sudah berjalan, tapi ternyata belum juga. Itu pertanyaan yang kita kejar saat pertemuan,” ujar Teras Narang.

Ditegaskan gubernur, tanggungjawab pemda dalam pembangunan PLTU semuanya sudah dipenuhi, bahkan masalah lahan sudah beres. Pemprov merasa berkepentingan agar proyek pembangunan PLTU Pulpis tepat waktu. Sebab sebelumnya PLN Pusat menyatakan awal Agustus 2009 proyek PLTU sudah selesai dikerjakan.

”Jadi saya tetap berpegang pada komitmen itu, dan tentu sebelum PLTU Pulpis berdiri dan beroperasi, saya juga masih mencari alternatif dan terus tidak pernah berhenti sebagaimana komitmen agar suplai listrik di Kalteng berjalan dengan lancar,” ungkapnya. Ditanya rencana pembangunan PLTU berkapasitas 10 ribu MW yang bekerjasama dengan Jepang, menurutnya program pembangunan PLTU di atas 10 ribu MW merupakan program pemerintah pusat dan tendernya dilakukan oleh PLN pusat.

“Mungkin ini barangkali yang terancam gagal. Kalau untuk PLTU Pulpis tetap pembangunannya terlaksana sesuai rencana karena kontraknya sudah ditandatangani, jadi saya rasa untuk PLTU Pulang Pisau tidak sejauh itu, terkecuali terhadap yang belum ada penandatanganan kontraknya,” imbuh Gubernur.

Untuk diketahui, Konsorsium perusahaan asal China memenangkan tender pembangunan PPLTU Pulang Pisau dengan nilai sekitar 120 juta dollar AS atau Rp1,1 triliun dan kontraknya sudah ditandatangi beberapa waktu lalu. (***)

Wagub : Pemprov Peduli Kobar

Laporan: Alfrid Uga

PALANGKA RAYA--Pernyataan sejumlah tokoh di Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar) yang menyebut Pemprov Kalteng tidak mengalokasikan dana program fisik bagi wilayah barat termasuk Kabupaten Kobar dalam APBD 2009 sebagai isyarat pemprov Kalteng memberi restu pemekaran provinsi direspons Wakil Gubernur Achmad Diran.

Diran menegaskan pernyataan sejumlah tokoh asal Kobar tersebut keliru dan tidak berdasar. Dikatakannya, dalam APBD 2009, 20 persen dianggarkan untuk bidang pendidikan sesuai amanat konstitusi. Jika ada yang menyebutkan Pemprov Kalteng tidak memperhatikan Kabupaten Kobar lantaran tidak dianggarkan dalam program pembangunan infrastruktur jalan adalah defenisi yang keliru.

Sebab, kata Diran, pembangunan infrastruktur tidak hanya di bidang jalan namun juga di bidang pendidikan dan pembangunan di bidang lainnya, seperti perkebunan, kesehatan dan lainnya. Wagub mencohtohkan, untuk anggaran pendidikan 20 persen, pembangunan di bidang infrastruktur antara lain digunakan untuk pembangunan rehab-rehab gedung sekolah di 14 Kabupaten/Kota se-Kalteng.

”Ini infrastruktur ya, kita bangun di seluruh Kalteng termasuk Kobar. Jadi Infrastruktur itu bukan hanya pembangunan jalan saja,” jelas Wagub kepada wartawan, Senin (21/10).

Wagub yang didampingi anggota DPRD Provinsi Kalteng asal dapil III meliputi Kobar, Lamandau dan Sukamara, Emanuel Milo dan Kepala BAPEDA Provinsi Kalteng Syahrin Daulai memaparkan, 20 persen anggaran pendidikan tahun 2009 digunakan untuk pembangunan rumah dinas kepala sekolah, guru dan penjaga sekolah di 14 Kabupaten/Kota se-Kalteng.

Misalnya, 25 gedung SD, 16 gedung SMP, kemudian pembangunan sekolah kawasan kota 15 unit, pembangunan asrama siswa 14 unit yang diperuntukan bagi mahasiswa dari 14 Kabupaten/Kota. Kemudian pembangunan perpustakaan sekolah bagi SD 20 unit, SPMP 22 unit, pengadaan alat praktek dan alat peraga siswa. “Ini semua untuk Kabupaten/Kota se Kalteng. Semua ini baru dalam RAPBD yang diajukan oleh Pemprov Kalteng belum diketuk oleh DPRD. Nah dari rancangan tersebut semua diperuntukan untuk pembangunan infratruktur khususnya pendidikan di 14 Kabupaten/Kota se-Kalteng. Jadi tidak benar Pemvrov menganaktirikan Kabupaten Kobar,” tegasnya.

Anggota DPRD Provinsi Kalteng Emanuel Milo menyayangkan pernyataan tokoh Kobar tersebut, menurutnya ada muatan politis menjelang Pemilu 2009 nanti.

”Kalau ujung-ujungnya pemekaran wilayah Kotawaringin menjadi Provinsi Kotawaringin sah-sah saja asalkan memang berasal dari masyarakat bukan kehendak segelintir kelompok penguasa saja,” imbuhnya.

Sebab, tambahnya, ada beberapa ketentuan berdasarkan Undang-Undang daerah tersebut layak dimekarkan menjadi Provinsi, yaitu sedikitnya didukung lima daerah Kabupaten, APBD yang memadai dan ketentuan lainnya.

”Bagaimana mau dimekarkan, ketentuannya saja tidak terpenuhi, baik jumlah kabupaten, APBD, apalagi Presiden selama ini belum menyetujui adanya pemekaran wilayah,” jelasnya. (***)

Ekspor Hasil Perkebunan-Pertambangan Anjlok

Laporan; Agus Jaka (Radar Sampit)

SAMPIT- Pengaruh krisis global di sejumlah negara tujuan ekspor juga berdampak terhadap penurunan nilai ekspor melalui Pelabuhan Sampit. Penurunan ekspor terbesar didominasi komoditas perkebunan dan pertambangan yang sebagian besar diekspor ke Tiongkok.

“Penurunan ekspor paling besar terjadi pada bijih besi, kemudian diikuti CPO, kernel, karet dan rotan. Kalau distribusi sembako normal-normal saja,” jelas Supervisor Pelayanan Kapal dan Barang Pelindo III Cabang Sampit Kartomo.

September lalu, sebut Kartomo, ekspor bijih besi hingga mencapai 164.168 ton per bulan dan diangkut oleh 8 kapal. Hingga pertengahan Oktober, ekspor bijih besi baru mencapai 61.563 ton. Penurunan ekspor CPO melalui pelabuhan sudah terjadi sejak September lalu.

“CPO yang keluar dari pelabuhan rata-rata 20.300 ton per bulan, tapi pada September turun menjadi 10.344 ton. Penurunan juga terjadi pada komoditas kernel, sampai September lalu baru sebanyak 4.083 ton yang keluar,” sebutnya.

Sedangkan omoditi karet dan rotan masih terbilang normal. Bahkan untuk karet ada peningkatan pada September lalu dibandingkan Agustus. Begitu pula dengan komoditas rotan, pendistribusiannya masih terbilang stabil. “Untuk karet dan rotan, meski harganya di luar menurun, permintaan tetap stabil. Sedangkan untuk Oktober ini laporannya masih belum kita masukan,” tandas Kartomo.

Selain itu untuk lalu lintas bongkar muat menggunakan kontainer di Pelabuhan Sampit bisa dibilang meningkat dalam dua bulan terakhir. Dari data yang disampaikan pihak Pelindo III Cabang Sampit, tercatat ada peningkatan dari bulan Agustus ke bulan September yakni dari 2003 unit menjadi 2248. (***)

21 Okt 2008

Caleg No. 1 PPP Ditolak Warga "Protes ke KPU Kalteng dan DPW PPP Provinsi"

Laporan; Haris L (Radar Sampit)

PALANGKA RAYA- Masalah krusial kembali mencuat di tubuh Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Kalteng. Lantaran caleg nomor urut 1 DPRD Provinsi Kalteng untuk Dapil V (Kapuas dan Pulang Pisau) dianggap tidak sesuai yang diinginkan, pengurus DPC PPP Kapuas dan DPC PPP Pulpis mengajukan protes.

Surat penolakan munculnya nama Awaludinnoor jadi caleg nomor 1 PPP DPRD Kalteng Dapil V sebagaimana pengumuman daftar caleg yang dikeluarkan KPU Kalteng itu, telah disampaikan ke Ketua KPUD Kalteng dan Ketua DPW PPP Kalteng, beberapa hari lalu.

Ketua DPC PPP Kapuas Asrani membeberkan alasan kenapa mereka menolak Awaludinnoor. Menurut dia, semua PAC PPP se-Kabupaten Kapuas telah sepakat, lalu DPC menyampaikan rekomendasi ke DPW bahwa caleg nomor 1 yang dikehendaki sesuai kriteria adalah H Abdul Hadi, bukan Awaludinnoor.

Rekomendasi serupa juga sudah disampaikan DPC PPP Pulang Pisau ke DPW PPP Provinsi. Warga pendukung PPP di dua kabupaten tersebut menginginkan Abdul Hadi yang tak lain Wakil Ketua DPW PPP Kalteng di tempatkan nomor urut 1.

Namun, surat rekomendasi dari dua DPC itu ternyata tidak digubris oleh DPW PPP. Begitu daftar caleg diumumkan KPU di media massa, yang tertera justeru Awaludinnoor di nomor 1, sedangkan Abdul Hadi di nomor urut 2.

Dikonfirmasi permasalahan ini, Ketua DPW PPP Kalteng Hj Norhasanah yang dihubungi lewat telepon kemarin enggan memberikan tanggapan. ”Saya tidak bersedia berkomentar berkaitan masalah ini,” kata Norhasanah singkat.

Sementara itu, anggota KPU Kalteng Awongganda WL membenarkan bahwa KPU ada menerima surat protes dari DPC PPP Kapuas dan Pulang Pisau. Akan tetapi, jawab Awongganda, pihaknya tidak bisa menanggapi maupun merubah daftar caleg yang sudah diumumkan, karena hal ini sepenuhnya adalah masalah intern yang terjadi di tubuh PPP.

Tepisah, anggota Majelis Pertimbangan Wilayah PPP Kalteng HM San Marwan menyarankan agar DPW PPP segera menanggapi dengan arif dan cepat, guna menghindari gejolak politik yang akan melanda tubuh PPP.

Menurut San Marwan, dukungan politik yang disampaikan oleh DPC, PAC dan organisasi sayap PPP terhadap keberadaan Abdul Hadi sebagai caleg DPRD PPP Dapil Kaltng V nomor urut 1 harus dipertimbangan oleh DPW PPP.

”Ini demi menjaga citra dan nama besar PPP. Mengingat kiprah politik dan pengabdian Saudara Abdul Hadi selama ini, baik sebagai anggota partai PPP maupun kiprahnya sebagai anggota DPRD Provinsi Kalteng sudah teruji dengan baik,” imbuh San Marwan yang juga anggota Komisi A DPRD Kalteng. (***)

Polda Kalteng Pecat 8 Polisi Nakal

Laporan; Haris Lesmana (Radar Sampit)


PALANGKA RAYA- Gara-gara terlibat berbagai jenis tindak pidana, delapan anggota Polda Kalteng dipecat. Upacara pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) polisi nakal itu digelar di halaman Mapolda Kalteng, Senin (21/10) kemarin, langsung dipimpin Kapolda Brigjen Pol Syamsuridzal.

Kedelapan anggota polisi itu dinilai tidak layak lagi untuk menjalankan profesi kepolisian. Karena yang bersangkutan melakukan tindak pidana penggelapan, penipuan dan penyalahgunaan narkoba serta disersi dari dinas Kepolisian Negara RI.

Kedelapan personel Polda tersebut masing-masing bertugas di kesatuan, yakni Kesatuan Denma Polda Kalteng 3 orang, Biro Personel Polda Kalteng 1 orang, Dit Samapta Polda Kalteng 1 orang, Polres Palangka Raya 1 orang, Polres Lamandau 1 orang, dan Polres Sukamara 1 orang.

Rincinya, Briptu Cahyono Bayu Waskito dari Kesatuan Denma Polda Kalteng. Yang bersangkutan meninggalkan tugasnya dalam waktu 30 hari kerja secara berturut-turut. Kemudian Bripka Yunita Yunis Kesatuan Denma Polda Kalteng, terkait tindak pidana penyalahgunaan psikotropika dan telah mempunyai kekuatan hukum tetap dari pengadilan. Brigadir Sumantri, kesatuan terakhir Denma Polda Kalteng, juga tersangkut tindak pidana penyalahgunaan psikotropika dan telah mempunyai kekuatan hukum tetap dari pihak pengadilan.

Sedangkan dari kesatuan Polres Sukamara, Briptu M Saripandi. Yang bersangkutan telah meninggalkan tugasnya lebih dari 30 hari secara berturut-turut. Briptu R Garingging, Kesatuan Polres Palangka Raya, terkait kasus penyalahgunaan narkoba.

Kemudian Briptu Dedy Setiawan terkait dalam kasus penyalahgunaan tindak pidana narkoba, Briptu Masriun kesatuan Biro Personel Polda Kalteng, yang bersangkutan telah melakukan pelanggaran disiplin, lebih dari tiga kali melakukan tindak pidana penipuan.

Kedelapan anggota polisi itu dipecat dalam apel yang dipimpin langsung oleh Kapolda Kalteng Brigjen Syamsuridzal. Sayangnya, dalam upacara PTDH kemarin, hanya dua orang anggota polisi yang hadir. Sementara enam orang anggota lainya tidak hadir tanpa alasan yang jelas. Dalam upacara PTDH tampak dua anggota Polri dilepas atribut kepolisiannya dan diganti dengan baju batik.

Kapolda Kalteng Syamsuridzal mengatakan, proses pemberhentian dengan tidak hormat anggota Polri Polda Kalteng, telah melalui proses yang panjang dan melalui proses hukum dan etika kepolisian. Kapolda menjelaskan, proses yang dilaksanakan tersebut antara lain, dengan pelaksanaan pradilan tindak pidana, sidang disiplin dan kode etik kepolisian.

Terkait dengan enam anggota polisi yang tidak hadir dalam acara PTDH, Kapolda mengatakan bahwa mereka tidak sportif dan tidak gentleman, sementara dua anggota yang hadir. Kapolda menyatakan keduanya cukup sportif. ”Organisasi Polri juga mendapat kerugian secara finansial karena telah membayar orang yang bekerja untuk organisasi,” sesal Kapolda. (***)

20 Okt 2008

APBD Kalteng 2009 Dipastikan Defisit

Laporan; Alfrid Uga

PALANGKA RAYA-Rancangan anggaran pendapatan dan belanja daerah (RAPBD) tahun 2009 yang diajukan untuk APBD Provinsi Kalimantan Tengah tahun 2009 dipastikan defisit. Jumlah penerimaan yang menjadi pendapatan daerah lebih kecil dibandingkan anggaran belanja yang harus dikeluarkan sebagai belanja daerah.

”Target pendapatan daerah dalam RAPBD tahun 2009 sebsar Rp1,33 triliun lebih. Sedangkan belanja daerah dalam RAPBD tahun 2009 sebesar Rp1,49 triliun lebih,” ujar Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang SH dalam pidato pengantar nota keuangan dan RAPBD Provinsi Kalteng tahun anggaran 2009, yang bibacakan Wakil Gubernur Ir Achmad Diran.

Menurut Gubernur, pembiayaan daerah adalah meliputi transaksi keuangan untuk menutupi defisit atau memanfaatkan surflus anggaran daerah.

”Maka yang diharapkan dari pembiayaan adalah pembiayaan yang bersifat penerimaan daerah untuk menutupi defisit anggaran dimaksud,” ungkapnya di hadapan 45 angota dewan peserta rapat paripurna dan sejumlah pejabat SKPD di lingkungan Pemerintah Provinsi (pemprov) Kalteng.

Dijelaskan, anggaran penerimaan pembiayaan tersebut dapat bersumber dari sisa lebih perhitungan anggaran tahun sebelumnya, pencairan dana cadangan, hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, penerimaan pinjaman daerah, penerimaan kembali pemberian daerah dan penerimaan piutang daerah.

Sampai saat ini sumber pembiayaan penerimaan di APBD hanya dari sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya. Sedangkan komponen lainnya sampai saat ini masih belum dilaksanakan.

”Jumlah pembiayaan penerimaan dari sisa lebih perhitungan anggaran tahun angaran sebelumnya, dalam RAPBD tahun 2009 dianggarkan sebesar Rp175 miliar lebih,” jelasnya.

Sementara itu, lanjutnya, anggaran pengeluaran pembiayaan terdiri dari, pembentukan dana cadangan, penyertaan modal atau investasi daerah, pembayaran pokok utang, pemberian pinjaman daerah dan tambahan mata anggaran untuk pembayaran hutang pihak ketiga atau biaya pemeliharaan.

”Pencairan dana cadangan atau pembentukan dana cadangan daerah dilakukan untuk tujuan membiayai program/kegiatan dan atau investasi yang memerlukan alokasi dana besar sehingga untuk penyediaan dananya harus dengan menyisihkan dari penerimaan daerah untuk beberapa tahun anggaran dan diatur dengan peraturan daerah,” imbuhnya.

Dia mencontohkan, Perda Nomor 6 tahun 2005 tentang Pembentukan Dana Cadangan Daerah untuk membiayai Program dan Kegiatan Daerah Penyelenggaraan Pilkada tahun 2010. Pembentukan dana cadangan dimaksud telah dimulai sejak tahun 2007 yang lalu dan terus disisihkan dari penerimaan daerah pada tiap tahun anggaran hingga mencapai jumlah yang ditetapkan dan baru bisa digunakan pada tahun 2010.

Sedangkan pengeluaran pembiayaan untuk penyertaan modal adalah sebagai pelaksanaan Perda Provinsi Kalteng Nomor 6 tahun 2005 tentang pembentukan dana cadangan daerah, Perda Provinsi Kalteng nomor 7 tahun 2005 tentang penyertaan modal pemerintah Provinsi Kalteng pada PT Bank Pembangunan Kalteng (BPK).

”Dalam tahun anggaran 2009 ini rencana pengeluaran pembiayaan diarahkan pada pembentukan dana cadangan sebesar Rp10 miliar dan penyertaan modal Pemprov pada BUMD sebesar Rp803,20 juta diarahkan untuk PT BPK dan pembayaran piutang pihak ketiga berupa jaminan pemeliharaan untuk kontrak yang masa pemeliharaannya melampaui tahun anggaran 2008 sebesar Rp5 milyar lebih,” imbuhnya. (***)

Prihatin, Minta Sekda Cepat Definitif

Laporan; Alfrid Uga

PALANGKA RAYA-Lantaran belum juga diangkat sejumlah Sekretaris Daerah (Sekda) di beberapa kabupaten, anggota DPRD Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) meminta Bupati setempat untuk segera menggantikan posisi Sekda yang selama ini kosong karena ditinggal pejabat lama.

Menurut Wakil Ketua Komisi A DPRD Provinsi Kalteng, membidangi Pemerintahan dan keuangan, HM San Marwan, ketika dibincangi Radar Sampit di ruang kerjanya, Sabtu (18/10) lalu, dengan tegas meminta agar segera mungkin menetapkan Sekda depenitif. Sebab, namanya pelaksana tugas (plt) tidak punya wewenang penuh mengambil kebijakan yang prinsip.

”Saya minta agar Bupati setempat, untuk segera menggantikan Sekda. Hal ini untuk menjalankan roda pemerintahan daerah tersebut, dan juga DPRD meminta agar yang dipilih nantinya sesuai dengan kriteria eselonnya dan mampu menjalankan pemerintahan,” tegasnya.

Tak hanya mendesak, dia juga menyampaikan rasa keprihatinannya, karena banyak kabupaten yang hingga saat ini belum mengajukan calon Sekda kepada Gubernur Kalteng. Misalnya Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kabupaten Lamandau, Kabupaten Sukamara dan Kabupaten Katingan.

“Hanya Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar) yang baru mengajukan calon Sekda ke Gubernur. Kalau untuk kabupaten Katingan, sungguh memprihatinkan hingga habis masa jabatan Bupati Katingan belum juga ada Sekda depenitif,” ujarnya.

Politisi senior Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Provinsi Kalteng yang mengaku akan pensiun dari panggung politik, mengatakan kalau sudah masuk nama calon Sekda ke Gubernur Kalteng agar segera diproses.

“Kalau sudah ada nama-nama calon Sekda masuk ke Gubernur Kalteng sebaiknya segera diproses saja. Karena Bupati setempat mencari dan mengajukan figure sudah ada kriteria-kriteria tertentu dan bahkan mengenai kepangkatan calon,” katanya.

Ditanya apa dampaknya terhadap pemerintahan dengan lambatnya pengangkatan Sekda depenitif? Dijelaskan, dengan lambatnya penetapan Sekda depenitif akan menghambat jalannya roda pemerintahan dan kelanjutan pemerintahan.

”Untuk keutuhan pemerintahan dan kelanjutan pemerintahan, sebaiknya untuk jabatan-jabatan tertentu seperti Sekda yang pegang fungsi menentukan segera didefinitifkan karena Sekda adalah kepala pemerintahan yang membidangi administrasi pemerintahan,” jelasnya.

Selain itu, tambahnya, Sekda juga mempunyai fungsi tertinggi mengenai penguasaan anggaran pemerintahan, lain dengan Bupati sebab Bupati hanya jabatan politis yang kewenangan-kewenangan di bidang keuangan terbatas.

Oleh karena itu dia mengharapkan agar Bupati yang belum definitif Sekdanya untuk segera mungkin mengajukan nama-nama calon Sekda ke Gubernur Kalteng. Paling tidak dalam dua bulan ini sudah ada figure dan paling lambat awal tahun 2009 sudah definitif semua.

”Sebenarnya Gubernur Kalteng itu menunggu, namun sampai sekarang Bupati belum juga mengajukan beberapa nama calon Sekda. Oleh karena itu, dalam waktu dua bulan ini harus ada calon dan awal tahun 2009 semua Sekda sudah definitif,” imbuhnya. (***)

Kadiskes Lecehkan Wartawan

Laporan: Alfrid Uga

PALANGKA REAYA-Wartawan mana yang tidak sakit hati bila ada statemen pejabat publik menyebutkan wartawan yang konfirmasi berita hanya mencari duit dan meminta bagian proyek saja. Tudingan miring tersebut terjadi pada sejumlah wartawan (Radar Sampit, Kalteng Pos, Palangka Post dan Dayak Post), di Palangka Raya, Sabtu (18/10) lalu.

Kalimat yang tidak bersahabat telah melecehkan profesi wartwan sebagai pilar keempat pembangunan. Hal ini terjadi berawal ketika empat media lokal terbesar di Kalimantan Tengah (Kalteng) bermaksud ingin konfirmasi terkait dugaan KKN tender proyek rehabilitas geduang Balai Pelatihan Kesehatan (Bepelkes) Palangka Raya kepada Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Propinsi Kalteng.

Informasi dugaan KKN tender proyek itu sendiri diperoleh dari keterangan pers anggota Komisi C DPRD Provinsi Kalteng, yang membidangi pendidikan dan kesehatan, Ir Arif Budiatmo. Mengingat beritanya sepihak dan demi menjaga keseimbangan pemberitaan, keempat wartawan datang menemui Kepala Dinkes Provinsi Kalteng, dr Don F Laiden, di kantornya Jalan Yos Sudarso, namun tidak berada di tempatnya.

Atas kesepakatan bersama, keempat wartawan menghubungi melalui telepon genggam, akan tetapi tidak dijawab oleh dr Don F Laiden. Selanjutnya dihubungi dengan mengirim pesan singkat. Dr Don F laiden, yang akrab pinggail dr Don membalas pesan singkat. Dalam pesan singkatnya diarahkan untuk menemui ketua panitia tender proyek, Taufikurahman. ”Dari mana informasinya? Silakan hubungi Pak Taufik saja,” katanya, dalam pesan singkat.

Tak berselang lama setelah mengirim pesan singkat, dr Don kembali menghubung per telepon. Awalnya diharapkan ada keterangan dari dr Don terkait tudingan anggota DPRD Provinsi Kalteng, namun bukan jawaban yang kami terima, malahan tudingan miring.

”Anda tidak perlu konfirmasi dengan saya. Saya tahu anda wartawan hanya ingin minta duit atau bagian saja. Kalau anda mau memberitakan silakan diberitakan saja,” ujar dr Don F Laiden, melalui telepon genggam.

Atas pernyataan dr Don tersebut, terang keempat wartawan ini tidak terima dan kemudian mengirim pesan singkat kepada dr Don agar mengklarifikasi pernyataannya tersebut karena pernyataan dr Don telah melecehkan profesi wartawan.

Lagi-lagi dr Don menjawab pertelepon bahkan ia meminta kami untuk menemuinya. Atas permintaan dr Don kami pun datang. Dalam keterangan pers dr Don, meski ia tidak meminta maaf atas pernyataan pahit yang dilontarkan sebelumnya kepada wartawan, ia menegaskan akan menindak tegas bawahannya jika terbukti tender proyek ada muatan KKN-nya.

”Jika pemenang proyek, terbukti bukan sebagai peserta tender maka saya akan melakukan tindakan kepada anak buah saya untuk diambil sanksi sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku dan kapan perlu dilaporkan ke pihak penyidik untuk untuk diambil tidakan selanjutnya,” tegasnya.

Selanjutnya, dr Don juga menegaskan, akan melakukan tindakan tegas kepada perusahan mitra kerja Dinkes jika terbukti melakukan KKN dengan pihak panitia tender. Bahkan ia akan memblacklist perusahan yang terlibat KKN dengan panitia tender.

Sebagaimana pemberitaan sebelumnya, tender proyek rehap gedung Balai Pelatihan Kesehatan (Ppelkes) Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) yang menelan anggaran senilai kurang lebih Rp 666 juta terindikasi berbau KKN. Pasalnya, pemenang tender CV Angga Putra Jaya (APJ) bukan peserta tender, bahkan CV AJP tidak terdaftar dalam dokumen tender proyek yang bersumber dari APBD tahun 2008 tersebut. (ga)

KELAPA SAWIT PEMBAWA BENCANA


Oleh; ALFRID UGA

Sejak tahun 1980 hingga tahun 2008 perkebunan kelapa sawit hadir di Kalimantan Tengah. Dalam rentang waktu 27 tahun tersebut kehadiran perkebunan kelapa sawit telah banyak membawa dampak buruk bagi kehidupan masyarakat lokal, dimana kehadiran perkebuan kelapa sawit secara langsung telah merusak tatanan sosial, ekonomi dan budaya masayarakat lokal setempat.

Tidak hanya itu, hak-hak masyakat lokal atas sumber daya alam dirampas, sumber-sumber kehidupan seperti kebun (Karet, Rotan dan Buah-buahan), ladang dan hutan yang menyediakan sumber pangan bagi ratusan ribu komunitas masyarakat adat yang hidup turun-temurun di sekitar kawasan hutan musnah tergususur bersamaan dengan pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit. Bahkan tidak cukup sampai disitu, beberapa komunitas adat yang hidup bertahun-tahun lamanya terusir dari wilayah kelola adatnya sendiri, hanya demi kepentingan investor petkebunan kelapa sawit.

Dampak lain terhadap lingkungan, hutan-hutan gundul yang tersisa hanya semak belukar, terjadi erosi, banjir setiap tahun, bencana kabut asap setiap tahun, sungai/danau menjadi kering gerontang dan bahkan tercemar karena dijadikan tempat membuang limbah Crude Palm Oil (CPO).

Masyarkat petani lokal menjerit pasalnya serangan ribuan hingga jutaan ekor hama belalang dan tikus terhadap perkebunan sayur dan ladang padi rakyat hingga musnah tidak menghasilkan apa-apa. Akibatnya berdampak pada turunnya tingkat kesejahtraan masyarakat lokal.

Untuk menyambung hidup, masyarakat terpaksa bekerja sebagai buruh kasar di perkebunan-perkebunan kelapa sawit dengan upah rendah, sementra kebutuhan pokok semakin hari semakin naik yang pada akhirnya terjadi kerawanan pangan bagi ratuasan ribu komunitas adat.

Hal ini cepat atau lambat akan memicu perlawanan radikalisme dari rakyat korban sehingga terjadinya konflik sosoial berkepanjangan antara masyarakat adat dengan pengambil kebijakan (Pemerintah) dan juga dengan pihak Perkebunan Besar Swasta (PBS) kelapa sawit. Contoh kasus konflik, masyarakat Barito Utara berkonflik dengan pihak perkebunan PT. Antang Ganda Utama, masyarakat Runtu Kabupaten Kotawaringin Barat berkonflik dengan PT. Mitra Mendawai Sejati anak perusahan PT. Tanjung Lingga Group dan yang terakhir masyarakat Rungan Manuhing berkonflik dengan perusahan perkebunan PT. Kalimantan Hamparan Sawit (KHS), PT. Agro Lestari Sentosa (ALS), dan PT. Tantahan Pandohop Asi (TPA) yang berakhir penolakan ketiga perusahan perkebunan kelapa sawit tersebut oleh warga Rungan Manuhing (Kaltengpos, 25/09/07) .

Kenapa Sawit Terus Dikembangkan?

Pola pikir yang rendah, cara pandang yang sempit, analisa yang buruk dan mental yang korup dari para pengambil kebijakan dalam hal ini pemerintah, dalam memandang sebagai daerah otonom, terhadap sebuah keluasan wilayah Kalteng, jumlah penduduk yang masih belum berimbang, banyaknya penduduk Kalteng yang menganggur akibat tidak tersedianya lapangan pekerjaan dan rendahnya tingkat kesejahtraan rakyat Kalteng, selalu menjadi alasan bahwa perkebunan kelapa sawit masih sangat layak untuk dikembangkan di Kalteng.

Data Save Our Borneo (SOB) 2007 menyebutkan luas perkebunanan kelapa sawit di Kalteng dari tahun 1980 hingga tahun 2007 berjumlah 2.780.219 hektare. luas ini tentu akan meningkat lagi seiring dengan berjalannya Program Revitalisasi Perkebunan Provinsi Kalimantan Tengah tahun 2007 – 2010, yaitu berjumlah menjadi 2.822.919 hektare.

Tidak hanya cukup sampai disitu, luas perkebunan kelapa sawit akan semakin meningkat seiring dengan berjalannya rencana program pemerintah pusat membuka 1,8 juta hektar di perbatasan Kalimantan dan Malaysia, jika terealisasi dan Kalteng diasumsikan mendapatkan jatah 30 % atau 540.000 ha dari luas total, maka jumlah luas perkebunan kelapa sawit di Kalteng berjumlah 3.362.919 hektare.

Jumlah ini jauh lebih besar dari luas Kawasan Pengembangan Produksi (KPP) seluas 2,789,108 hektare yang peruntukannya bukan saja hanya untuk perkebunan kelapa sawit tetapi diperuntukkan untuk komoditas lain (RTRWP No. 8 Th 2003). Akibatnya, tidak jarang banyak kawasan perkebunan kelapa sawit menggusur wilayah kelola masyarkat adat (MA) dan mengalih fungsi kawasan hutan produksi (HP) dan hutan produksi terbatas (HPT).

Untuk melegalkan setidaknya 1.059.441 hektare perkebunan kelapa sawit yang berada di wilayah HP dan HPT, pemerintah provinsi dan kabupaten pada tahun 2007 merevisi RTRWP No. 8 Tahun 2003. Sungguh-sungguh sangat disayangkan, karena revisi RTRWP No. 8 Tahun 2003 tidak dibuat dengan seobyektif mungkin karena ada pemaksaan terhadap kepentingan-kepentingan pihak tertentu semata, kata lain bagi-bagi lahan.

Dapat dimaklumi memang, karena perkebunan kelapa sawit banyak dimiliki oleh orang-orang yang duduk di pemerintahan saat ini, contoh kasus di wilayah Kabupaten Katingan perkebunan kelapa sawit dimiliki oleh anggota DPRD Propinsi Kalteng yang notabene adalah anggota yang terlibat dalam proses revisi RTRWP No. 8 Tahun 2003, di wilayah Kabupaten Kotawaringin Barat, Sukamara dan Lamandau sejumlah perkebunan kelapa sawit di miliki oleh anggota DPRD setempat yang berasal dari dua partai terbesar di Kalteng yaitu PDIP dan Golkar.

Di wilayah Kabupaten Seruyan, perkebunan kelapa sawit juga dimiliki oleh seorang Bupati yang sebagiannya telah di jualkan kepada Perusahan Malaysia. Hal inilah kemungkinan menjadi pertimbangan pemerintah pusat, dalam hal ini Departemen Kehutatan sampai saat ini belum menyetujui atau menyepakati tentang Tegakan Hutan Kesepakatan (TGHK) Provinsi Kalteng, sehingga berlarut-larutnya proses revisi RTRWP No. 8 tahun 2003 tersebut.

Kelapa Sawit, Sebuah Mitos Kesejahteraan

Luasnya perkebunan kelapa sawit, besarnya tingkat mobilisasi penduduk masuk ke wilayah Provinsi Kalteng, dianggap Pemerintah Daerah Kalteng dapat mensejatrakan rakyat baik secara ekonomi, pendidikan, kesehatan, menciptakan lapangan kerja, pembangunan infrastruktur dan memperbaiki lingkungan.

Selain itu, pihak pengembang perkebunan kelapa sawit juga tidak kalah promosi yang mengatakan bahwa kelapa sawit memiliki berbagai turunan produk yang dimanfaatkan manusia, mulai dari mentega, minyak goreng, biskuit, hingga sebagai bahan industri tekstil, biodisel, farmasi, kosmetika, sabun, deterjen dan beberapa jenis turunan produk lainnya. Ampasnya pun dapat dimanfaatkan sebagai pupuk, pakan ternak serta batang dan pelepahnya dapat dimanfaatkan sebagai papan partikel bahkan kertas.

Bahkan ketika mengetahui bahwa satu batang kelapa sawit dapat menyerap air 20-30 liter per hari, pun dianggap kelapa sawit dapat membantu mengatasi permasalahan banjir dan bahkan tidak kalah hebatnya kelapa sawit yang selama ini dikenal dengan tanaman yang bersifat monokultur (tidak ada jenis tumbuhan lain selain kelapa sawit yang tumbuh disatu hamparan) dan merusak daya serap karbon, namun sebaliknya kelapa sawit juga dapat menyerap karbon lebih besar dari daya serap karbon pada hutan gambut atau hutan murni lainnya.

Hal inilah menarik minat semua kalangan, tidak ketinggalan petani komoditas lokal dan bahkan petani ”rela” menyerahkan wilayah kelolanya dan masuk sebagai petani plasma kelapa sawit, namun prakteknya ketika petani masuk sebagai anggota petani plasma kelapa sawit yang hingga sampai saat ini masih berkutat dengan rendahnya harga jual tandan buah segar kelapa sawit ke pabrik pengolahan CPO dengan berbagai alasan; mulai dari harga CPO yang rendah, hingga kualitas sawit yang dihasilkan petani plasma rendah.

Masalah ini terjadi dapat dimaklumi memang, karena perusahan inti plasma atau perusahan yang mensubsidi para petani plasma sipatnya monopoli harga karena setiap anggota petani plasma tidak dibenarkan menjual hasil ke perusahan CPO lainnya dan jika petani plasma melakukan hal tersebut maka pihak perusahan akan mencabut subsidi, dan bahkan dengan harga yang murah petani plasma diharuskan menyetor kredit bank yang dipotong langsung setiap kali panen.

Proses ini terus-menerus terjadi hingga kemampuan petani plasma lemah yang pada akhirnya petani plasma tidak mampu membayar utang, maka pihak perusahan menyita dan mengambil alih manajemen pengelolaan lahan perkebunan petani plasma, sementara petani plasma tersebut dibiarkan sebagai buruh kasar di lahan perkebunannya sendiri, istilah ngaju ”Bakei Buli Bakei”.

Belum termasuk janji pembangunan infrastruktur jalan, yang kenyataannya hanya dibangun pada areal perkebunan kelapa sawit dan bahkan tidak jarang pengangkutan tandan buah kelapa sawit dari kawasan perkebunan menuju pabrik pengolahan CPO dan atau dari pabrik pengolahan CPO menuju pelabuhan menggunakan pasilitas umum (jalan Negara) yang menjadi salah satu sumber penyebab utamanya kehancuran jala-jalan Negara saat ini.

Tengok saja bagaimana kondisi jalan yang menghubungkan Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawringin Barat dan Kabuaten Lamandau yang paling banyak mengembangkan perkebunann kelapa sawit hancur lebur akibat dari aktifitas pengangkutan tandan buah segar kelapa sawit dan tangki-tangki CPO.

Sarana pendididikan tidak luput dari pengabaian janji-janji pemerintah dan pelaku usaha perkebunan besar kelapa sawit. Masih terlalu jauh mimpi untuk dapat meraih tingkat pendidikan yang lebih baik, dan bahkan tidak jarang pendidikan masyarkat lokal yang rendah menjadi salah satu alasan menolak warga lokal jadi karyawan perusahan, kalau toh diterima paling-paling dipekerjakan sebagai buruh kasar, bekerja dari pagi hingga sore dengan upah rendah dibawah stnadar kebeutuhan hidup, yakni Rp. 450 ribu-Rp.750 ribu per bulan.

Dengan upah yang sedemikian rendah, tentu tidak akan mungkin bisa mencukupi kebutuhan rumah tangga dengan anak dua yang serba beli dengan harga mahal. Tentu ini sebuah pilihan yang dipilih oleh masyarakat, pilihan yang mungkin ”terpaksa” karena keadaan yang ”diciptakan secara sengaja” oleh kaum penguasa agar masyarakat memiliki ketergantungan, karena tidak ada lagi sumber-sumber kehidupan selain menggantungkan hidup dari hasil menjadi buruh kasar di perkebunan kelapa sawit.

Begitu juga dengan kesehatan tidak luput dari pengabaian janji-janji pemerintah dan pelaku usaha perkebunan besar kelapa sawit. Masih terlalu jauh mimpi untuk dapat kesehatan yang terjaminkan dapat digapai oleh komunitas masyarakat, bahkan justru sebaliknya, dengan hadirnya perkebunan kelapa sawit tingkat kesehatan masyarkat Kalteng menurun.

Data yang disampaikan oleh Direktur RSUD-Doris Sylvanus Palangkaraya dr. Don F Leiden Spog mengatakan dari bulan Agustus-September 2006 saja, warga Kalteng menderita infeksi saluran pernapsan akut (ISPA) berjumlah 1722 orang. (Yatim Suroso,5/10/2006). Hal ini diyakini disebabkan oleh pencemaran udara (Kabut Asap) yang di hasilkan dari aktifitas land clearing sejumlah perkebunan kelapa sawit yang melakukan pembersihan lahan dengan cara membakar.

Kelapa sawit yang dianggap dapat menyerap air 20-30 liter per pohon per hari, kenyataannya justru sebaliknya berdampak kekeringan pada sejumlah danau dan sungai, begitu sebaliknya ketika musim hujan tiba, daya serap kelapa sawit terbatas sehingga air hujan langsung mengalir dengan cepat kesungai dan danau hingga volume air danau dan sungai meningkat, pada akhirnya membanjiri wilayah-wilayah dataran rendah.

Hal ini sudah sering terjadi di beberapa wilayah daerah alirang sungai (DAS) yang menjadi wilayah central pengembangan perkebunan kelapa sawit, contoh khaus di daerah Aliran (Das) Barito, Das Lamandau/Arut, Das Seruyan, Das Mentaya dan Das Katingan.

Di lain sisi, telah begitu banyak perusahaan perkebunan yang serta merta meninggalkan lahan yang telah dibabat habis kayunya, tanpa menanam kelapa sawit, yang ditinggalkan hanyalah hamparan lahan kosong, semak belukar yang menghasilkan erosi dan menjadi lahan kritis karena tak lagi berpepohonan, sehingga tak ada lagi hewan yang hidup di kawasan tersebut, akibatnya tidak jarang wilayah kabupaten yang menjadi sentral pengembangan perkebunan kelapa sawit menuai bencana banjir.

Fakta ini bukan tidak berdasar, Gubernur Kalteng dalam pernyataannya di sejumlah media massa lokal dan nasional, cetak maupun elektronik menyebutkan ”Gubernur Kalteng A. Teras Narang mengancam segera mencabut izin 155 perkebunan besar yang tidak serius melakukan operasional” ( BPost, 13/9/2006).

Dari 155 izin yang dikeluarkan oleh Pemda Kalteng, plotting area seluas 2,61 juta hektar yang tidak melakukan penanaman kelapa sawit, kata lain menipu. Bukan hanya itu, perkebunan kelapa sawit tidak jarang menjadi sumber bencana alam tahunan akibat terjadinya kabut asap tebal dari aktifitas land clearing lahan perkebuan, hal ini telah mencoreng wajah pemerintah Indonesia dimata Internasional.

Sementara itu sikap tegas pemerintah untuk menindak para pengusaha nakal, masih dalam tataran wacana yang tidak pernah menjadi kenyataan. Selain itu, bencana yang paling menakutkan adalah bencana tanpa musim, yaitu bencana datang dari serangan hama belalang yang menyerang tanaman -tanaman penduduk di sekitar wilayah pengembangan perkebunan kelapa sawit, padahal tanaman seperti; padi dan sayur mayur merupakan sumber kehidupan masyarkat lokal.

Korupsi juga bukan menjadi barang yang tidak aneh dalam pengembangan perkebunan kelapa sawit di Kalteng. Pengabaian beberapa persyaratan penting yang harus dipenuhi perusahan pengembangan perkebunan kelapa sawit, misalnya; Amdal, bank garansi, hingga perijinan, masih sering ditemukan hingga saat ini.

Bahkan pengusaha perkebunan dapat membabat hutan terlebih dahulu hanya berbekal surat ijin prinsif tanpa mengantongi ijin Hak Guna Usaha (HGU), ijin pemanpatan kayu (IPK) dan lain-lainnya dari pemerintah. Selain itu tidak jarang terjadi tumpang tindih over lap izin peruntukan, misalnya izin perkebunan kelapa sawit over lap dengan izin pertambangan, hal ini terjadi di Kabupaten Kotawaringin Timur. Over lap antara dua pemegang izin perkebunan, sebagaimana yang terjadi di Kabupaten Pulang Pisau PT. Taheta Jaya dan PT. Best Agro Internasional.

Penghilangan dan penghancuran wilaya-wilayah kelola adat sebagai sumber kehidupan masyarkat lokal, juga dilakukan oleh beberapa perkebunan besar kelapa sawit di Kalteng. Contoh kasus, PT. Antang Ganda Utama (PT.AGU) di Barito Utara dan PT. Mitra Mendawai Sejati (PT.MMS) di Kotawaringin Barat.

Penggusuran wilayah-wilayah kelola adat komunitas masyarakat masih terus dilakukan, dan ketika penggusuran dilakukan, masyarakat berada dalam posisi yang dilemahkan, baik oleh negara maupun aparat penegak hukum (TNI dan Polri), bahkan sebagian dikriminalkan. Contoh kasus, masyarakat Kecamatan Kandui Kabupaten Barito Utara ditangkap oleh aparat Kepolisian, berdasarkan laporan pihak PT. AGU bahwa masyarkat telah mencaplok wilayah perkebunan PT. AGU, hal tersebut lucu dan mengada-ngada karena jauh sebelum PT. AGU ada masyarakat sudah ada beratus-ratus hingga ribuan tahun hidup di wilayah tersebut.

Masyarakat Desa Runtu, Kecamatan Arut Selatan, Kabupaten Kotawaringin Barat, ditangkap oleh pihak Kepolisian dan harus menjalani pemeriksaan atas tuduhan pemerasan dan perampasan 2 buah Bulldozer PT. MMS sebagaimana laporan dari pihka PT. MMS kepada Kepolisian. Padahal apa yang dilakukan oleh masyarakat tersebut semata-mata mempertahankan wilayah mereka dimana wilayah tersebut merupakan kawasan perkebunan rakyat (Karet dan buah-buahan) yang telah memiliki legalitas berupa surat segel tanah/surat adat dari tahun 1950 dan telah membayar pajak setiap tahunnya.

Sedemikian banyaknya permasalahan yang mengikuti pembangunan perkebunan besar kelapa sawit, sudah selayaknya menjadi sebuah cerminan akan tidak seriusnya pemerintah menjalankan pelayanan bagi masyarakat. Pembelaan terhadap kepentingan sekelompok orang (dalam hal ini pemilik modal) masih sangat tinggi di pemerintah.

Sementara masyarakat selalu dibiarkan tertindas, terbunuh, teraniaya, termarjinalkan, tergusur dan terusir dari wilayah-wilayah kelola adat yang menjadi sumber-sumber kehidupan. Padahal kenyataannya, hinggga saat ini perkebunan rakyat jadi tulang punggung penerimaan negara dan penyerapan tenaga kerja.

Namun pemerintah Kalteng masih belum mau melindungi perkebunan yang dimiliki rakyat, termasuk terhadap pemasaran produk dari masyarakat lokal, yakni Karet, Rotan, dan Buah-Buahan.(***)