29 Mar 2010

Darori Yakin Pada Kajati

Ungkap Tuntas Kasus DAK-DR di Kalteng

Laporan: Alfrid U

PALANGKA RAYA-
Direktur Jendral Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (Dirjen PHKA) Darori memita Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Tengah (Kalteng) serius mengungkap kasus dugaan korupsi Dana Alokasi Khusus dan Dana Reboisasi (DAK-DR) miliaran rupiah di seluruh wilayah ini.
Kendati ia menyebutkan bukan bidangnya untuk mengurus masalah reboisasi, karena ada Dirjen Reboisasi. Namun ia yakin, Kepala Kejati Kalteng M. Jasman Panjaitan mampu menyeret para pengemplang uang negara miliaran rupiah itu ke balik jeruji besi, seperti beberapa kasus di daerah lain.
“Saya yakin dengan keberanian Bapak Jasman. Bilau pernah memenjarakan para koruptor di bidang kehutanan hingga delapan tahun penjara, walapun saya juga sempat dipanggil sebagai saksi dan hampir menjadi tersangka oleh beliau,” ungkap Darori, beberapa waktu lalu di Palangka Raya.
Hal tersebut menanggapi pernyataan Kepala Kejati Kalteng M. Jasman Panjaitan di sejumlah media massa, yang mengatakan penangan kasus korupsi DAK-DR menjadi prioritas Kejati Kalteng untuk tahun 20010. Dari tiga daerah yang ditangani, yakni Kabupaten Kotawaringin Timur, Barito Selatan dan Kabupaten Seruyan, baru Kabupaten Kotim yang telah ada tersangkanya.
Seperti diberiakan sebelumnya, Kejati Kalteng sedang menangani tiga kasus korupsi besar di Sampit Kotawaringin Timur (Kotim). Dua kasus dari tiga kasus korupsi, diindikasi melibatkan orang nomor satu di bumi habaring hurung, yakni Bupati Kotim Wahyudi K anwar.
Menurut Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Tengah M. Jasman Panjaitan melalui Kasi Penerangan Hukum (Penkum) Ponco Santoso, ketiga kasus tersebut, yaitu kasus korupsi Dana Alokasi Khusus dan Dana Reboisasi (DAK/DR) tahun 2004, kasus proyek piktif gerakan rehabilitasi hutan dan lahan (Gerhan) dan kasus dum rumah dinas.
“Untuk kasus korupsi DAK/DR sudah masuk dalam tahap penyidikan, sekarang tinggal ditingkatkan statusnya menjadi penuntutan. Sedangkan kasus proyek gerhan piktif dan dum rumah pemda masih dalam tahap penyelidikan,” beber Ponco kepada sejumlah wartawan ketika di temui di ruang kerjanya, Senin (22/3).
Dikemukakan Ponco, kasus korupsi DAK/DR di Dinas Kehutanan melibatkan Kepala Dinas Kehutanan yang sekarang ini telah menjabat sebagai anggota DPRD Kotim, ketua tim pengawas proyek dan Direktur PT Unisari Adi Prima dari Jakarta yang merupakan rekanan Dinas Kehutanan.
“Ketiganya telah ditetapkan sebagai tersangka. Namun karena masih belum selesai pemeriksaan terhadap saksi-saksi, makanya ketiga tersangka belum kami tahan. Ada kemungkinan kalau sudah tuntas pemeriksaan saksi-saksi, daftar tersangka bertambah,” ungkap Kasi Penkum.
Menyinggung tumpang tindihnya lokasi DAK/DR dengan lokasi perkebunan kelapa sawit yang izinnya diterbitkan Bupati Kotim Wahyudi K Anwar. Ponco menyebutkan, salah satu saksi yang belum diperiksa, adalah Bupati Kotim.
“Kalau memang sudah tuntas pemeriksaan terhadap saksi-saksi. Apalagi terkait izin yang dikeluarkan bermasalah, bisa jadi saksi berubah menjadi tersangka. Tetapi sekarang Bupati Wahyudi K Anwar belum bisa kita periksa karena terkendala izin pemeriksaan,” imbuh ponco, seraya mengatakan meski tidak menyebutkan waktunya, Wahyudi K anwar akan segera dipanggil sebagai saksi.
Selain kasus korupsi DAK/DR di Dinas Kehutanan Kotim, kasus yang akan segera di buka dan sekarang dalam tahap penyelidikan adalah kasus proyek piktif Gerhan, dengan modus pihak Dinas Kehutanan setempat membentuk beberapa kelompok tani piktif yang seolah-olah proyek sudah dilaksanakan oleh kelompok tani namun pelaksanaannya dilapangan tidak ada alias piktif.
“Ini masih tahap penyelidikan. Kita masih belum bisa buka siapa saja yang terlibat, nanti kalau sudah masuk tahap penyidikan dan saksi-saksi sudah panggil untuk diperiksa, baru bisa kita buka ke publik. Yang pasti, kasus ini menjadi prioritas Kajati Kalteng. Tidak hanya itu, kasus-kasus DAK/DR diseluruh Kalteng juga akan dibuka nantinya,” jelas Ponco.
Selanjutnya yang juga diseriusi Kajati Kalteng di Kotim terkait dengan kasus penyimpangan dana dum (ambil alih dengan ganti rugi) 44 rumah dinas Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Kotim. Dimana sejumlah rumah dinas Pemda tersebut telah berubah kepemilikannya menjadi pribadi atasnama sejumlah pejabat daerah setempat dengan harga murah.
“Untuk kasus dum rumah dinas Pemda Kotim, Kajati sudah minta Kejari setempat untuk membuat laporan ke Kajati sendiri, sejauh mana penyelidikannya dan penyidikannya. Sampai sekarang Kajati masih menunggu laporan Kajari setempat,” pungkas Ponco. (Radar Sampit)

Bantah Pupuk Illegal Masuk PBS

Laporan: Alfrid U

PAlANGKA RAYA-
Ditpolair Polda Kalimantan Tengah yang bermarkas di Sampit Kotawaringin Timur (Kotim), terus melakukan penyelidikan kepemilikan 1.253,75 ton pupuk illegal berasal dari Mendan Belawan Sumatera Utara yang ditangkap di perairan Mentaya Kotim, Jumat lalu.
Para pihak pun menduka, ribuan ton pupuk tanpa nomor register produksi (NRP) yang di produksi Malaysia tersebut, bakal masuk ke sejumlah PBS kelapa sawit yang beroperasi di Kotim, anak perusahan yang berkantor pusat di Medan Sumatera Utara dan PBS yang berasal dari Malaysia.
General Manager (GM) Perusahan Perkebunan Kelapa Sawit PT. Musi Mas Group (MM Group) untuk wilayah Kalteng Salim Rusli membantah, bahwa ribuan ton pupuk illegal tersebut dipasok dari perusahan induknya di Medan untuk sejumlah perusahan anak cabang di Kotim.
“Wah saya baru tau informasinya dari bapak. Nanti saya cek lagi, tapi yang jelas ngga mungkin masuk keperusahn kita, kendati kemi punya perusah induk di Medan,” kata Salim Rusli yang akrap di panggil Atong, ketika dikonfirmasi Radar Sampit, Sabtu lalu.
Sementara itu, Koordinator Save Our Borneo (SOB) Nordin, saat dikonfirmasi menolak menyebutkan kemungkinan besar nama-nama perusahan penerima ribuan ton pupuk illegal yang ditangkap Ditpolair Polda Kalteng tersebut. Namun demikian, ia membeberkan berdasarkan data SOB hingga Desember 2009 terdapat 25 perusahan kelapa sawit yang dimiliki Malaysia.
Sedangkan untuk perusahan kelapa sawit yang berkator pusat di Medan, Sumtra Utara adalah PT. Musi Mas Group dengan anak perusahan yang beropersi di Kotim sebanyak empat perusahan perkebunan kelapa sawit, yakni PT. Sukajadi Sawit Mekar (SSM), PT. Maju Aneka Sawit (MAS), PT. Bakung Mas (BM) dan PT. Globalindo Alam Perkasa (GAP).
“Kita tunggu hasil penyidikan dari pihak kepolisian. Apakah pihak kepolisian mampu membongkar kasus ribuan pupuk illegal ini atau tidak? Kemungkinan kasus ini akan hilang begitu saja. Tetapi kalau bisa mengungkapkan, nanti saya akan membantu pihak kepolisian membongkar borok PBS yang ada di Kalteng ini,” tukas Nordin.
Lebih lanjut Nordin mengatakan, jika pihak kepolisian menemukan kesulitan siapa distributor pupuk tersebut. Pihak kepolisian bisa berangkan penyelidikannya dari perusahan distributor pupuk yang ada di Kalteng. “Di Kalteng salah satu distributor pupuk adalah anggota legislatif,” ungkapnya singkat.
Seperti diberitakan sebelumnya, Polisis perairan Kalteng menangkap 1.253,75 ton pupuk illegal dari Medan Sumatera Utara, Sabtu (20/3), di sungai Mentaya sampit Kotim, pada pukul 15.00 WIB sore. Barang diangkut menggunakan kapal KM Samudro Endah dengan jumlah ABK 15 orang.
Penangkapan berawal ketika Ditpolair Polda Kalteng berpatroli di sepanjang sungai Mentaya. Terlihat KP Samudro Endah berhenti di Pelabuhan Sampit. Kapal tertutup dengan rapi, sehingga menimbulkan kecurigaan petugas patroli. Dengan waktu yang cepat, petugas langsung melakukan pengecekan terhadap muatan kapal.
Sewaktu penyelidikan dilakukan, beberapa ABK langsung menjawab, muatan kapal tersebut dari Medan Belawan dengan tujuan perusahan perkebunan di Sampit dan Kalimantan Selatan. Dengan melihat jumlah pupuk yang banyak di kapal tersebut, petugas langsung menyelidiki lebih dalam lagi.
Dokumen asli dan jenis pupuk serta nomor registrasi produk (NRP) diperiksa. Didalam kapal tersebut terdapat tiga jenis pupuk, yakni pupuk NPK 65, NPK 44 dan NPK 25. “Setelah kami selidiki terdapat tiga jenis pupuk, yang tidak memiliki NRP dan tidak dilengkapi dokumen dari Medan belawan Sumatera Utara,” jelas AKP Agung. (Radar Sampit)

Ada Markus Di Polda Kalteng?

Dilaporkan Ke Mabes dan Satgas Mafia Hukum

Laporan: Alfrid U

PALANGKA RAYA-
Direktur Utama PT Sumber Borneo Yufanda (SBY) Jahrian terus melakukan perlawanan hukum atas Polda Kalteng. Melalui kuasa hukumnya, Jahrian mempraperadilankan Polda Kalteng ke Pengadilan Negeri (PN) Palangka Raya, karena dinilai penahanan terhadap Jahrian tidak sah dan menuai banyak kejanggalan.
Selain mempraperadilankan Polda Kalteng ke PN Palangka Raya, yang baru saja sidang perdananya digelar Kamis lalu. Melalui kuasa hukumnya, Jahrian melaporkan Polda Kalteng ke Mabes Polri serta ke LSM Center Studi Antikorupsi Kalimantan (CSAK), yang kemudian dilanjutkan oleh CSAK ke Satgas Mafia Hukum.
“Hari Senin nanti kita akan gelar perkara di Mabes Polri. Pihak-pihak yang diundang, selain PT SBY yang didampingi kami sebagai kuasa hukumnya, juga di undang penyidik Polda Kalteng yang menangani kasus Jahrian, serta PT. PAK,” kata Syarifuddin Jusuf, kuasa hukum Jahrian dari Kantor Advokat Asmar Oemar Saleh dan Partners, kepada Radar Sampit melalui telepon, Jumat (26/3).
Menurut Syarifuddin Jusuf yang akrap disapa Arif ini, dari awal penetapan dan penahan Dirut PT SBY oleh Penyidik Polda Kalteng, memang terjadi kejanggalan proses hukum. Dimana Jahrian belum pernah di periksa dan ditetapkan sebagai tersangka langsung ditahan atas tuduhan korupsi dengan merugikan negara senilai Rp 19 miliar.
Dalam sangkaan penyidik Polda Kalteng, penyidik menjerat Jahrian dengan Pasal 2 ayat 1, Pasal 12 hurf (g) dan (f), Pasal 5 ayat 1 dan kesatu Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, serta pasal 56 KUHP penyertaan, yang artinya turut serta.
“Nah kalau turut serta, artinya ada pelaku utama. Sekarang pelaku utama siapa orangnya? Belum pernah dijadikan tersangka apalagi di periksa sebagai saksi. Sementara Direktur PT SBY belum ditetapkan sebagai tersangka baru diperiksa langsung ditahan,” ungkapnya.
Kejanggalan lain dalam kasus jahrian, ucap Arif. Jahrian merupakan investor yang menanamkan modalnya untuk pembangunan jalan khusus batu bara ddi Kabupaten Barito Timur dengan modal Rp 42 miliar. Dalam kesepakatan dengan Pemda Barito Timur, PT SBY diberi kewenangan mengelola untuk jangka waktu beberapa tahun.
Namun saat proyek tersebut belum selesai, kendati telah melakukan pungutan terhadap pengguna jalan, tiba-tiba pihak pemerintah setempat menghentikan kontrak sebelum masa waktunya berakhir. Pemda beralasan, PT SBY tidak serius menjalankan kontrak, uang hasil pungutan diterima namun tidak diserahkan ke pemda.
“Belum selesai berakhir masa kontrak, tiba-tiba dihentikan dan diserahkan pengelolaan kepada perusahan kontraktor lainnya. Hal ini kelihatan sekali, ketika kontrak itu kemudian di alihak ke pihak perusahan lain tanpa ditender tetapi langsung penunjukan. Inilah dasar dugaan bahwa ada terjadi mafia kasus di Polda kalteng,” jelas Arif.
Lebih lanjut Arif menjelaskan, bagaimana mungkin PT SBY dituduhkan melakukan penggelapan uang. Sebab dalam kasus Jahrian ini tidak ada satu pihakpun yang melapor, mapun saksi yang telah diperiksa oleh pihak Polda Kalteng yang menyatakan ada kerugian sesorang atau lembaga yang dirugikan.
“Di sangkakan kepada Direktur PT SBY menggelapkan uang berdasarkan deposito sebesar Rp 19 miliar. Padalah PT SBY sudah menyetor ke pemda sebanyak delapan kali, empat kali melalui rekening pemda dan empat kali melalui rekening PT. Puspita Alam Kurnia dengan total nilai sekitar Rp 8 miliar,” jelasnya.(Radar Sampit)

Tunggakan PSDH-DR Rp. 67,2 Miliar

Laporan: Alfrid U

PALANGKA RAYA-
Pengelolaan hutan di Kalimantan Tengah diselimuti masalah. Tak hanya masalah alih fungsi kawasan hutan menjadi lokasi pertambangan dan perkebunan tanpa melalui proses izin, tetapi juga meninggalkan maslah tunggakan pembayaran provisi sumberdaya hutan/Dana reboisasi (PSDH/DR) yang cukup besar di wilayah ini.
Data Save Our Borneo, tunggakan PSDH/DR Provinsi Kalteng sampai dengan Desember 2009 lalu mencapai Rp. 67,2 miliar lebih. Tunggakan terbesar dari izin pemanfaatan kayu (IPK) dari pembukaan lahan perkebunan dan kawasan pertambangan sebedsar Rp. 65,4 milyar, sisanya HPH.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Kehutanan Kalteng Anung Setyadi mengakui bahwa tunggakan PSDH/DR Provinsi Kalteng sangat tinggi. Namun demikian ia mengatakan, pihaknya
akan tetap melakukan penagihan kepada perusahan HPH dan perusahan pemegang IPK.
Dari data pihaknya, ada tiga perusaha HPH yang sudah tidak aktif tidak membayar PSDH/DR. Kenadti demikian pihaknya akan tetap melakukan penagihan. “Soal sanksi tentunya ada tahapannya, karena ini sifatnya perdata,” kata Anung kepada wartawan di Palangka Raya beberapa waktu lalu.
lebih lanjut dikemukakan Anung, ada beberapa tahapan sangsi yang akan diberikan kepada perusahan penunggak PSDH/DR. Namun, saat ini pihaknya baru sampai pada tahap ketiga, sementara kalau perusahaan yang aktif tidak melakukan pembayaran PSDH/DR sanksinya bisa sampai pencabutan izin.
“Kewenangan pencabutan izin ada pada menteri Kehutanan. Saat ini kita masih berusaha melakukan penagihan, apabila dalam penagihan nanti belum juga ada realisasinya, setelah melalui beberapa tahapan, kita tinggal melaporkan kepada menteri Kehutanan, dan kewenangan pencabutan ada di tangan menteri Kehutanan,” jelas Anung.
Ditanya apa nama perusahan dan beroperasi dimana yang belum membayar tunggakan PSDA/DR. Anung enggan merinci nama-nama perusahan yang melakukan penunggakan. “Yang terpenting adalah ada upaya untuk melakukan penagihan. Dan pihak perusahan yang menunggak dapat segera membayarnya,” ucapnya.
Lebih lanjut Anung mengemukakan, pihaknya mengalami kesulitan melakukan penagihan terhadap beberapa perusahan alamatnya sudah tidak jelas, lantaran pindah tempat dan tidak melaporkan alamat yang baru kepihaknya. “Namun kami akan tetap berusaha untuk mencari keberadaan alamat mereka, ini sebagai bentuk komitmen kita,” tegas Anung.
Pada kesempatan sebelumnya, Koordinator Save Our Borneo menyebutkan bahwa sampai dengan bulan Desember 2009 lalu, tunggakan PSDH/DR di Kalteng mencapai Rp67.234.646.426. Tunggakan tersebut bersifat akumulatif bahkan ada yang sudah bertahun-tahun yang dilakukan baik oleh perusahaan HPH maupun pengusaha pemegang IPK.
Menurutnya tren yang terjadi di Kalteng tunggakan dilakukan sangat signifikan oleh IPK dengan besaran tunggakan mencapai Rp65,4 milyar. “Tren ini menunjukan bahwa konversi hutan di daerah ini lebih besar untuk perkebunan kelapa sawit dan tambang. Hal ini karena didalam peraturan bahwa pembukaan kedua sektor tersebut akan ditindaklanjuti dengan pemberian IPK,” katanya. (Radar Sampit)

28 Mar 2010

Spanduk PU Kalteng Di Hujat Facebooker

Beredar Di Situs Jejaring Sosial Facebook

Laporan: Alfrid U

PALANGKA RAYA-
Pegawai negeri sipil (PNS) harus netral. Jangan sampai ada yang jadi tim sukses atau tim kampanye kandidat calonkepala daerah dalam pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Tengah (Kalteng) pada 5 Juni mendatang.
Demikian dikatakan Wakil Gubernur Kalteng Achmad Diran, bakal calon (bacalon) incumbent wakil gubernur pasangan bacalon incumbent gubernur Agustin Teras Narang, beberapa waktu lalu di Palangka Raya.
Bahkan dalam kesempatan tersebut Achmad Diran yang diusung PDI perjuangan ini juga menegaskan tidak akan memanfaatkan fasilitas negara, apalagi mengerahkan PNS sebagai tim suksesnya.
Namun apa yang terjadi tidak demikian. Fakta yang berhasil direkan kamera photo seorang pengguna jalan yang kebetulan melitasi jalan tumbang nusa, dan beredar di jejaring sosial (facebook) yang dikirim oleh Achmad Syarif terbalik seratus delapan puluh derajat dari himbauan wakil gubernur.
Photo yang yang beredar di facebook tersebut menggambarkan sebuah spanduk bertuliskan “Jangan Kawatir!!! Jalan ini akan diaspal” yang di buat oleh Dinas PU Provinsi Kalteng yang ditandai dengan logo Dinas PU, dimana dibagain kiri spanduk terdapat photo pasangan bacalon gubernur dan wakil gubernur, Teras-Diran, lengkap dengan selogan “teruskan dan tuntaskan”.
Photo yang di situs jejaring sosial tersebut mendapat reaksi bermacam-macam dari para facebooker. Nampak dalam tulisan didinding facebook, ada yang berkomentar keras seraya menghujat Dinas PU dan pasangan bakal calon gubernur dan wakil gubernur teras-Diran, namun ada juga berkomentar seraya mengulang kalimat “teruskan dan tuntaskan”.
Maryanto Prasetio misalnya, berkomentar. “Bingung kita di olahnya....Jalan dengan dana APBN di klaimnya. Padahal yang maolah jalan kan Tukang Batu, Tukang Aspal, dll.....dikiranya masyarakat kawa dibungulinya,” tulis Maryanto dalam dinding facebok mengomentari photo tersebut.
Berbeda lagi komentar dari berinisial Mengejar Langit. “Iini kesalahn fatal....pertama : siapapun gubernurnya jalan itu sudah pasti diaspal. toh pke duit negara jua...emang pke duit teras diran apa..? Kedua: sponsor kampanyenya dinas PU kalteng...dasar anjing penjilat berkepala manusia. Institusi pemerintah...kurang ajar...kada ba otak....... Lihat Selengkapnya. Celakanya...pimpinannya (gubenurnya) sebagai pimpinan pemerintahan daerah handak jua...yang profesional dan proforsional dunk ui...,” tulis Mengejar Langit.
Sementara Sigit Wido, yang terkenal disebut tim sukses teras-Diran dalam situs jejaring sosial karena selalu menulis ajakan untuk memilih pasangan Teras-Dirang, kaget melihat rekasi para pengguna fecebook. “Astagfirullahal'adzim kok jd saling menghujat gini ya,” ucapnya .“Teruskan dan Tuntaskan....!!! mundur dulu lah mau ke wadah bule bundaran nih me STMJ, ku tunggu disana kita lanjut diskusinya, ky apa?” timpalnya lagi.
Sedangkan Muhammad Ahmadi, dalam tulisannya seraya mengatakan orang-orang Dinas PU Kalteng tidak pintar. “Padahal mun pintar tu...dinas PU tu bari ja duitnya ke tim. Biar tim ATN yang cetak...kada usah batempel logo disitu...cukup jadi catatan tim ja bahwa dinas PU nyumbang....wah belajar dulu Kadisnya ni wan aku ttg stategi kayaknya hehehe kwkwkk dasar....dasar,” celetuk Ahmadi mantan Presiden BEM Unpar ini. (Radar Sampit)

Gubernur Persilahkan Aparat Penegak Hukum

Proses Kepala Daerah yang Menerbitkan Izin Di Kawasan Hutan

Laporan: Alfrid U

PALANGKA RAYA-
Gubernur Kalimantan Tengah (Kalteng) Agustin Teras Narang mempersilahkan aparat penegak hukum memproses secara hukum kepala daerah, terkait pemberian izin bermasalah bagi perusahan perkebunan dan pertambangan diatas kawasan hutan tanpa proses izin yang sah.
Menurut gubernur sudah menjadi resiko bagi kepala daerah. Sebab kepala daerah bukan anak-anak, juga bkan bukan hadiah. Oleh karena itu, jika ada masalah terkait dengan kebijakan yang salah harus dihadapi, karena sudah menjadi resiko, harus dihadapi.
“Inilah resiko menantang negara. Pemberian izin oleh keapla daerah banyak melanggar hukum. Apa statmen dari Bapak Dirjen, semua kepala daerah di 14 kabupaten/kota bakal kena penjara. Untuk itu kita serahkan proses hukum kepada pihak yang berwenang untuk memprosesnya lebih lanjut,” kata gubernur, kepada sejumlah wartawan di Palangka Raya, Kamis (25/3).
Bakal calon gubernur incaumbent ini terlihat prihatin ketika mengetahui informasi, 14 kepala daerah se-Kalteng bakal masuk bui, lantaran telah mengeluarkan izin bagi perusahan pertambangan dan perkebunan diatas kawasan hutan tanpa melalui proses yang sah, seperti izin pelepasan kawasan hutan untuk pertambangan dan perkebunan.
“Informasi bukan dari saya tetapi dari Bapak Dirjen. Sebenarnya bukan kapasias saya berbicara tentang bupati ini, tapi rupanya beliau bocorkan lebih dulu. Inilah kondisi sekarang terjadi yang tidak saya inginkan, tetapi negara ditantang, dan saya diminta untuk menyelsaikannya, ya saya selesaikan,” kata gubernur.
Menyinggung RTRWP, gubernur mengatakan luasan kawasan 33,29 persen untuk kepentiangan non hutan dan 66,71 persen untuk kepentingan hutan yang disetujui Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan bisa dijadikan pedoman dalam pembahasan selanjutnya di DPR-RI.
“Luasan yang disetujui Menteri sebagai pedoman untuk dibahas di DPR-RI . Kendati yang disetujui tidak sesuai dengan yang diusulkan pemerintah provinsi, luasa tersebut sudah mendekati yang diusulkan. Karena kita tidak bisa memaksakan, karena hal ini terkait dengan kondisi alam kita,” jelas gubernur.
Ketika ditanya apakah pemerintah provinsi bisa menerima yang disetujui Menteri Kehutanan. Menurut gubernur bukan soal menerima atau tidak, sebab yang diperhatikan sekarang ini adalah masalah lingkungan Kalteng. “Saya tidak ingin wilayah Kalteng ini jadi daerah tandus,” ungkapnya.
Kembali ia menegaskan, terkait jumlah luasan yang disetujui Menhut, meski tidak sesuai harapan, setidaknya bisa menjadi pedoman untuk pembahasan selanjutnya di DPR RI. “Apakah nanti bisa bertambah besar? Semuanya tergantuung DPR- RI nantinya, tetapi saya melihat jumlah yang ada sudah mendekati,” pungkasnya. (Radar Sampit)

Bisa Pecat Bupati, Gubernur Kalteng Senang

Laporan: Alfrid U

PALANGKA RAYA-
Kewenangannya didaerah diperkuat. Gubernur Kalimantan Tengah (Kalteng) Agustin Teras Narang nampak tersenyum, ia-pun menyambut baik atas terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Serta Kedudukan Keuangan Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah di Wilayah.
“Saya lihat produk hukum ini sangat bagus,” ucap guebrnur ketika diminta wartawan tanggapannya terkait terbitnya PP Nomor 19 tahun 20019, di Palangka Raya, Kamis (25/3). Seraya mengatakan, sebelum terbitnya PP tersebut pemerintah pusat telah telah meminta pertimbangan gubernur.
Menurut A. Teras Narang saat ini melalui Menteri Dalam Negeri, gubernur seluruh Indonesia sebagai wakil pemerintah pusat di daerah telah mengajukan usulan tentang mekanisme pemberhentian bupati dan walikota yang melanggar konstitusi dan sumpah jabatannya.
“Kita juga mempertegas dari kewenangan gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah untuk mengusulkan mekanisme pemecatan bupati/walikota. Karena kewenangan pemecatan itu ada di DPRD, sedangkan gubernur hanya bisa mengusulkan pemecatan,” beber gubernur.
Lebih lanjut dijelaskannya, ada beberap ketentuan bisa memecat seseorang dari jabatannya sebagai bupati/walikota. Yang pertama kepala daerah terbukti melanggar undang-undang dan melanggar sumpah/janji jabatan. “Kalau dia ternyat melanggar undang-undang, dan sudah melalui proses hukum, maka selesai lah di dipecat. Kalau melanggar sumpah janji jabatan, maka selesai jugalah dia diecat” ungkapnya.
Ditanya apakah pemecatan tersebut sah tanpa harus dinyatakan bersalah dalam delik pidana. Guebrnur mengatakan kalau delik pidana, berarti bicara proses hukum. Bicara proses hukum, maka harus ada kekuatan hukum yang tetap. Jika demikian bebarti ada proses hukum di pengadilan, sebelum ke pengadilan ada penyelidikan, dan ada penyidikan oleh aparat penegak hukum.
“Tetapi yang ini hal yang lain lagi. Ini kita berbicara yang sipatnya terkait kewenangan gubernur sebagai wakil dari pemerintah pusat di daerah. Kepala daerah bisa mengusulkan pemecatan terhadap bupati/walikota ke DPRD. Jadi pemecatan hanya ada kewenangan di DPRD, kita hanya mengusulkan,” pungkas gubernur.
Seperti diberitakan, kewenangan gubernur di daerah semakin diperkuat. Setelah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2010 dirilis, Kementerian Dalam Negeri berencana mengajukan mekanisme pemberhentian bupati-wali kota oleh gubernur.
''Nanti kami lihat, bahkan kami susun tata caranya. Tapi, dalam kerangka ini tetap mekanisme yang ada dalam Undang-Undang 32 Tahun 2004 yang dipakai,'' kata Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Sodjuangon Situmorang di sela-sela rapat kerja nasional Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) di Hotel Sahid, Jakarta, kemarin (24/3).
Menurut Sodjuangon, UU 32 Tahun 2004 sudah mengakomodasi pemecatan kepala daerah dan wakil kepala daerah. Namun, itu tak bisa dilakukan serta merta. Ada beberapa kondisi yang harus terpenuhi. Di antaranya, tidak mampu menjalankan tugas berkelanjutan secara berturut-turut selama enam bulan, tidak melaksanakan kewajiban sebagai kepala daerah/wakil kepala daerah, dan melanggar larangan bagi kepala daerah/wakil kepala daerah.
Namun, kata Sodjuangon, pemberhentian itu tak bisa secara langsung dilakukan gubernur. Tetap melalui proses di DPRD dan MA. Yakni, diusulkan kepada presiden oleh MA atas pendapat DPRD.
Peran gubernur dalam memberhentikan bupati atau wali kota itu, kata dia, akan dibahas kemudian. Yang jelas, gubernur akan memiliki kewenangan itu. Sebab, gubernur sebagai perwakilan pemerintah pusat di daerah memiliki fungsi pengawasan, pembinaan, dan evaluasi terhadap bupati dan wali kota. ''Nanti kami buat tata caranya. Kami mengharapkan itu perpres (peraturan presiden, Red). Mungkin nanti juga peraturan Mendagri,'' katanya.
Sebelumnya, dalam PP Nomor 19 yang keluar tahun ini, gubernur bisa memberikan sanksi kepada bupati-wali kota. Itu berdasar evaluasi kinerja mereka. ''Kalau bagus, diberi penghargaan. Kalau jelek, kan diberi sanksi,'' kata Sodjuangon.
Selain itu, gubernur akan selalu dilibatkan dalam koordinasi dengan instansi vertikal dan pemerintah kabupaten-kota. Itu membuat pemkab-pemkot tak bakal bisa bergerak sendiri. Kementerian sektoral yang melaksanakan pembangunan di wilayah tersebut harus berkoordinasi dengan gubernur.
PP tersebut juga mengatur soal pendanaan. Misalnya, rapat koordinasi antarinstansi vertikal. Rapat itu akan dibiayai dari APBN, bukan APBD. PP itu juga mengubah mekanisme pelantikan gubernur. Gubernur yang biasanya dilantik menteri dalam negeri akan dilantik langsung oleh presiden. Itu sebagai perwujudan perwakilan pemerintah pusat di daerah. (Radar Sampit)

Pemprov Segera Inventarisir Izin Bermasalah Di Kalteng

Izin Perusahan Perkebunan dan Pertambangan

Laporan: Hairul S

PALANGKA RAYA –
Menindak lanjuti Surat Edaran Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan Nomor : S.95/Menhut-II/2010 tertanggal 25 Februari 2010 , yang ditujukan kepada gubernur untuk membuat laporan penggunaan kawasan hutan yang tidak prosedural. Gubernur Kalimantan Tengah (kalteng) Agustin Teras Narang akan segera menginventarisir perusahan tambang dan perkebunan di kawasan hutan di wilayah ini.
“Pemerintah Daerah Kalimantan Tengah akan melakukan inventarisasi terhadap semua perusahaan tambang dan kebun yang ada di kalteng,” ujar gubernur dalam sambutannya pada Rapat Kerja Koordinasi Teknis Kehutanan dan Rapat Koordinasi Perencanan Pembangunan Kehutanan Daerah di gedung aula Jayang Tingang Kantor Gubernur, Rabu ( 24/3).
Menurut gubernur, hasil dari data yang di inventarisasikan tersebut akan di serahkan kepada aparat penegak hukum, seperti kepolisian dan jaksa, untuk diperiksa dan ditelaah apakah ada perusahaan yang menggarap kawasan hutan Kalteng di luar prosedural, sebagaimana yang diatur dilam ketentuan peraturan dan perundang-undangan.
“Data inventarisasi yang pemerintah daerah Kalteng peroleh akan di serahkan kepada kejaksaan dan polisi untuk di periksa apakah ada perusahaan tambang dan kebun yang melanggar perizinan, apabila ada maka aparat penegak hukum dapat memproses berdasarkan peraturan perundang – undangan yang berlaku,” kata gubernur.
Sebelumnya, gubernur dalam sambutan pada pembukaan rakoor menyebutkan saat ini di wilayah Kalteng terdapat 300 izin perkebunan besar swasta dengan luas lebih dari 4 juta hektar, dan izin usaha pertambangan terdapat lebih dari 600 izin dengan luas lebih dari 3 juta hektar, berpotensi terjadi pelanggaran.
“Pengembangan usaha perkabunan dan pertambangan sebagian besar menggunakan kawasan hutan yang berpotensi terjadinya pelanggaran terhadap penggunaan kawasan hutan. Untuk itu saya menghimbau kepada semua pihak yang terkait dapat mengikuti dan mentaati peraturan perundangan yang berlaku,” ungkapnya.
Kendati demikian, gubernur tetap menghimbau kepada sekuruh jajaran yang berperan untuk tetap optimis dan terus berkomitmen kuat untuk terus melakukan yang terbaik bagi penbangunan sektor kehutanan khususnya di daerah Provinsi Kalteng.
Lebih lanjut dikemukakannya, sesuai dengan perkembangan yang terjadi pada masa kini, era pembangunan kehutanan telah mengalami pergeseran ke arah penekanan pada upaya rehabilitasi hutan dan lahan serta program – program yang pro rakyat, oleh karena itu gubernur meminta kepada semua pihak yang terkait intuk melestarikan hutan sekaligus mensejahterakan rakyat.
Menghadapi kondisi tantangan yang di hadapi, gubernur berharap Koordinasi Teknis Kehutanan dapat menjadi wahana dan kesempatan untuk melakukan koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan simplikasi kegiatan pembangunan kehutanan dari jajaran rimbawan di kalteng.
Khususnya mengenai isu – isu penting pembangunan kehutanan di Kalteng yang meliputi kebakaran hutan, rehabilitasi hutan, ekosistem lahan gambut, pemberdayaan masyarakat, kelangkaan kayu bagi kebutuhan lokal, wisata alam, flora dan fauna yang di lindungi serta penggunaan kawasan hutan untuk pembangunan non kehutanan yang tidak prosedural.
Gubernur juga mengharapkan dan menghimbau dengan peran multi pihak yang di sinerjikan dengan tata kelola pemerintahan yang baik, di harapkan penyelenggaraan pembangunan kehutanan di Kalteng tidak salah arah dan langkah, sehingga dapat mencapai sasran dan tujuan yang di tetapkan. ( Radar Sampit )

Gubernur Mengalah, RTRWP Kalteng Segera Disahkan Menhut

Laporan: Alfrid U

PALANGKA RAYA-
Tarik ulur kepentingan pusat dan daerah terkait pengesahan rencana tata ruang provinsi (RTRWP) Kalimantan Tengah (Kalteng) berakhir anti klimak. Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang akhirnya “manut” dengan keputusan Kementrian Kehutanan, RTRWP Kalteng pun segera di sahkan.
Menurut Dirjen Pengawasan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Kementrian Kehutanan (Kemenhut) Danori, kepastian RTRWP Kalteng akan segera disahkan Menhut setelah Gubernur Kalteng bertemu dengan Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan, beberapa waktu lalu di Jakarta.
“Setelah dijelaskan akhirnya gubernur juga mengerti. Karena pada dasarnya Kemenhut tidak bisa merubah hasil dari laporan tim terpadu, namun diambil solusi jalan tengah, dan gubernur menerima keputusan menteri,” ungkap Danori kepada sejumlah wartawan di sela-sela pelaksanaan rapat kerja koordinasi teknis dan rapat koordinasi perencanaan pembangunan kehutanan daerah di Palangka Raya, Rabu (24/3).
Dijelaskan Danori, pada tahun 2006 Gubernur Kalteng mengajukan revisi RTRWP Kalteng Nomor 8 tahun 2003 untuk minta persetujuan menteri Kehutanan. Dalam revisi tersebut gubernur mengajukan untuk kawasan non hutan 45 persen dan kawasan hutan 65 persen.
Namun, berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 41 tahun 2009 kalau ada perubahan sangat mendasar yang menyangkut kawasan hutan maka harus ada persetujuan dari DPR-RI, yang selanjutnya diteliti oleh tim terpadu bentukan Menteri Kehutanan (Menhut) yang terdiri dari orang-orang indefenden.
“Nah, hasil dari tim terpadu itu menemukan ada 960 ribu hektar kawasan hutan di Kalteng telah beralih fungsi menjadi kawasan perkebunan dan pertambangan, tanpa melalui prosedural. Hal ini tentunya tidak boleh terjadi dan melanggar UU Kehutanan, sehingga tim terpadu merekomendasikan untuk kawasan non hutan 18 persen dan 89 persen untuk kawasan hutan,” ungkap Danori.
Ditanya apakah penyebab berlarut-larutnya pengesahan RTRWP Kalteng oleh Menteri Kehutanan terkait dengan 960 ribu hektar kawasan hutan yang beralih fungsi menjadi kawasan pertambangan dan perkebunan. Dengan tegas Danori mengatakan ia, akan tetapi persoalan RTRWP sudah tuntas dan akan segera disahkan Menhut.
“Gubernur telah bertemu dengan Menhut dan Menhut telah menjelaskan, gubernur juga mengerti. Dari usulan revisi yang diajukan kawasan non hutan 44 persen dan kawasan hutan 56 persen, disetujui hanya 33,29 persen untuk kawasan non hutan dan 66,71 persen untuk kawasan hutan,” jelasnya.
Terkait dengan perkebunan dan pertambangan yang terlanjur diberikan izinnya oleh kepala daerah diatas kawasan hutan tanpa izin pelepasan dari kemenhut, yang kini sudah beroperasi. Danori kembali menegaskan, tidak ada pemutihan bagi perusahan yang menduduki kawasan hutan, bagi kepala daerah yang memberi izin akan ditindak.
Terkait pidana umum diserahkan kepolisi, korupsi diserahkan ke Jaksa dan terkait kebijakan di serahkan ke KPK. “Tidak ada toleransi. Berdasarkan undang-undang kehutanan, apabila pendudukan kawasan tanpa memperoleh izin yang sah, hukumannya 10 tahun penjara, denda 5 miliar dan kebunnya disita untuk negara,” tegas Danori. (Radar Sampit)

Bupati Se-Kalteng Terancam Masuk Bui

Pemberian Izin Bagi Perkebunan dan Pertambangan Tidak Prosedural

Laporan: Alfrid U

PALANGKA RAYA-
Kementrian Kehutanan (Kemenhut) tidak akan mentolerir kepala daerah yang terbukti terlibat dalam penerbitas izin bagi perusahan perkebunan dan pertambangan di atas kawasan hutan tanpa memperoleh izin alih fungsi kawasan dari Kemenhut sesuai dengan Undang-Undang.
Laporan tim terpadu Rencana Tata Ruang Provinsi (RTRWP) Kalimantan Tengah yang dibentuk Kemenhut menemukan, dari 7 juta hektar yang telah diberikan izin oleh kepala daerah kepada perusahan perkebunan dan pertambangan, terdapat 960 ribu hektar kawasan hutan telah beralih fungsi tanpa proses yang sah.
“Kementrian Kehutanan tidak akan memberi toleransi bagi pejabat daerah yang telah melanggar hukum,” kata Dirjan Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Kemenhut Darori, di sela-sela pelaksanaan rapat kerja koordinasi teknis kehutanan dan rapat koordinasi perencanaan pembangunan kehutanan daerah di Palangka Raya, Rabu (24/3).
Untuk wilayah Kalteng, beber Darori, hampir seluruhnya kepala daerah seperti bupati dan gubernur terlibat dalam pemberian izin bagi perusahan perkebunan dan pertambangan yang bermasalah. Terutama di wilayah daerah yang banyak terdapat perkebunan dan pertambangannnya.
“Kalau terkait dengan pidana umum, maka yang menyidik adalah polisi, dan korupsi ditangani oleh Jaksa. Sedangkan kalau ada izin yang dikeluarkan oleh kepala daerah bermasalah, karena terkait kebijakan maka yang menyidiknya adalah kewenangan KPK,” beber Darori yang mengaku selama 12 tahun menjadi Kepala Dinas Kehutanan.
Dia menjelaskan, bumi negara ini diatur oleh undang-undang. Undang-undang yang mengatur ada dua undang-undang. Untuk kawasan hutan diatur Undang-Undang Nmor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan dan di luar kawasan hutan diatur Undang-Undang 5 tahun 1960 tentang Agraria.
“Jadi semua yang menggunakan kawasan hutan harus seiizin Menteri Kehutanan. Dalam pelaksanaannya sesuai Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990, khususnya untuk kawasan konservasi, taman nasional, dan cagar alam diawasi oleh Dirjen PHKA bersama balai-balainya, seperti BKSDA dan Balai Taman Nasional,” jelas Darori.
“Sedangkan untuk hutan lindung dan hutan produksi diawasi oleh gubernur dan bupati. Nah dalam pelaksanaannya diatur didalam tata guna hak kesepakatan (TGHK), dan yang membuat ini adalah daerah. Hanya saja untuk wilayah kalteng, karena Kalteng terlena saat itu sampai-sampai di wilayah Kalteng ini kantor gubernur saja berada di wilayah kawasan hutan,” ujarnya menimpali.
Terkait dengan masalah perizinan yang diterbitkan gubernur dan bupati/walikota bermasalah. Menteri Kehutanan sudah mengeluarkan surat edaran kepada gubernur untuk mengiventarisir permasalahan yang ada di daerah masing-masing. Mulai dari pertambangan dan perkebunan yang bermasalah.
“Nah hasil inventarisasi ini, kemudian gubernur di undang untuk di presentasi di Kemenhut. Yang menarik, laporan ini nanti ditembuskan ke Kejaksaan Agung, KPK dan Mabes Polri, dan ini akan dibahas bersama. Dari kesepakatan bersama untuk penegakan hukum, maka apabila pendudukan kawasan tanpa memperoleh izin yang sa,h hukumannya 10 tahun penjara, denda 5 miliar dan kebunnya disita untuk negara,” tegas Darori. (Radar Sampit)

DPRD Kalteng Jadwalkan Panggil Bupati Kotim

Terkait Laporan PT. TMJ, Ada Diskriminatif Pelayanan Perizinan

Laporan: Alfrid U

PALANGKA RAYA-
Investor tambang yang akan menanamkan investasinya di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) mengeluh ke DPRD Kalimantan Tengah (Kalteng). Bupati Kotawaringin Timur Wahyudi K. Anwar dituding diskriminatif , perlayanan tidak profesional dan tidak berkeadilan dalam pelayanan publik terkait perizinan.
Menanggapi keluhan investor PT. Telawang Megah Jaya (TMJ), melalui surat yang dikirim tertangal 16 Maret 20010 ke DPRD Kalteng. Sejumlah anggota DPRD Kalteng dari Komisi B, bereaksi keras. Mereka pun berencana akan menjadwalkan agenda dengar pendapat (hiring) dengan pemerintah daerah Kabupaten Kotim.
Salah seorang anggota Komisi B DPRD Kalteng Rahmat Nasution Hamka, meminta kepada Bupati Kotim untuk tidak melakukan diskriminatif , dan bekerja profesional dalam melayani permohonan izin dari para investor yang menanamkan investasinya di daerah, khsusunya di Kotim.
“Jika dalam pelayanan publik terjadi diskriminatif, dan tidak profesional. Maka terhadap surat PT. TMJ yang diterima oeh DPRD Kalteng pada tanggal 16 Maret 2010. Dewan akan menjadwalkan agenda hiring dengan pemda Kotim,” kata Rahmat, didampingi sejumlah anggota Komisi B, kepada sejumlah wrtawan di ruang kerjanya, Selasa (23/3).
Menurut anggota Fraksi PDI Perjuangan dari daerah pemilihan wilayah Kalteng III, Kotawaringin Barat, Sukamara dan Lamandau ini. Pemberian izin merupakan kebijakan secara teknis yang seharusnya sudah ada keputusan yang bisa dipertanggungjawabkan dalam rangka untuk meningkatkan investasi di wilayah ini.
“Harus ada kerangka berpikir dari pejabat publik , seperti bupati. Untuk meningkatkan investasi di daerah, oleh karena itu seharusnya jangan sampai terjadi diskriminatif pelayanan perizinan bagi para investor yang ingin menanamkan investasinya di daerah, seperti yang terjadi di Kotim,” imbuh Rahmat.
Kepada pihak-pihak yang merasa tidak puas atas pelayanan pemerintah daerah. Rahmat menganjurkan, selain melapor kepada dewan juga bisa melaporkan keluhannya kepada Komisi Ombudsman Daerah Kalteng. “Kita minta kepada pemerintah daerah, apapun situasinya, harus lah pemda berpikir kedepan untuk percepatan inverstasi bagi daerah,” pungkas Rahmat.
Dalam surat PT. TMJ yang dikirimkan ke DPRD Kalteng dan Gubernur Kalteng. Perihal mohon bantuan penyelesaian masalah, terkait belum tuntasnya masalah perizinan kuasa pertambangan PT. TMJ yang dikeluarkan Bupati Kotim sejak tahun 2006 hingga sampai sekarang.
PT. TMJ pada tanggal 8 November 2006 mengajukan permohonan izin kuasa pertambangan (KP) bijih besi di wilayah Desa Tumbang Boloi, Kecamatan Antang Kalang kabupaten Kotim, seluas 576 hektar. Namun tanpa alasan yang jelas, tanggal 3 Maret 2007 , kuas areal direvisi oleh Distemben Kotim menjadi 396, 59 hektar.
“Ketika titik koordinat dan luasan 369,59 hektar ditetapkan dan disiapkan draf SK-nya. Kembali tanpa alasan yang jelas direvisi kembali oleh Distemben Kotim menjadi 157 hektar, dengan alasan luasan masuk hutan produksi,” ucap Direktur PT TMJ, Alfriano dalam suratnya.
Akan tetapi, lanjut Alfriano. Disaat Distamben Kotim mempersiapkan draf SK Bupati Kotim untuk luas KP 157 hektar. Bupati Kotim menolak menandatangani dengan alasan berbenturan dengan Surat Edaran Gubernur Kalteng , memimta kepala daerah untuk menangguhkan perizinan sebelum RTRWP tuntas.
“Tapi anehnya, kendati Surat Edaran Gubernur diedarkan mulai tanggal 3 Juli 2007. Pemkab Kotim, pada tanggal 23Agustus 2007 b kembali memproses permohonan izin dari PT TMJ dan sejumlah perusahan tambang lainnya. Tetapi untuk PT TMJ, luas KP kembali direvisi dari 157 hektar menjadi 100 hektar. Dan pada tanggal 19 Oktober 2009, Bupati Kotim menunda menerbitkan izin, dengan alsan terkait dengan UU Nomor 4 tahun 2009, dan surat edaran Minerba,” jelas Alfriano.
Sebelumnya, Direktur PT TMJ juga pernah mengirim surat ke gubernur sebanyak dua kali, dan mendapat tanggapan gubernur melalui suratnya yang dikirimkan kepada Bupati Kotim, tertanggal 7 Januari 2008. Dalam surat Gubernur Kalteng yang ditujukan kepada Bupati Kotim, meminta agar bupati menyelesaikan permohonan KP PT. TMJ.
Karena tidak mendapat tanggapan dari Bupati Kotim, gubernur kembali menulis surat pada tanggal 11 oktober 2008, juga tidak mendapat tanggapan. “Bahkan surat dari Menteri Sekretaris Negara Bidang Pengawasan yang dikirimkan ke Bupati Kotim terkait pengaduan PT. TMJ juga tidak mendapat tanggapan,” ungkapnya. (Radar Sampit)

Tiga Orang Ditetapkan Jadi Tersangka

Dalam Kasus DAK/DR Di Kotim

Laporan: Alfrid U

PALANGKA RAYA-
Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah (Kalteng) sedang menangani tiga kasus korupsi besar di Sampit Kotawaringin Timur (Kotim). Dua kasus dari tiga kasus korupsi, diindikasi melibatkan orang nomor satu di bumi habaring hurung itu, yakni Bupati Kotim Wahyudi K anwar.
Menurut Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Kalimantan Tengah M. Jasman Panjaitan melalui Kasi Penerangan Hukum (Penkum) Ponco Santoso, ketiga kasus tersebut, yaitu kasus korupsi Dana Alokasi Khusus dan Dana Reboisasi (DAK-DR) tahun 2004, kasus proyek piktif Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Gerhan) dan kasus dum rumah dinas Pemda Kotim.
“Untuk kasus korupsi DAK/DR sudah masuk dalam tahap penyidikan dan sudah ditetapkan tiga tersangka. Sekarang tinggal ditingkatkan statusnya menjadi penuntutan. Sedangkan kasus proyek Gerhan piktif dan dum rumah pemda masih dalam tahap penyelidikan,” beber Ponco kepada sejumlah wartawan ketika di temui di ruang kerjanya, Senin (22/3).
Dikemukakan Ponco, kasus korupsi DAK/DR di Dinas Kehutanan melibatkan Kepala Dinas Kehutanan yang sekarang ini telah menjabat sebagai anggota DPRD Kotim, ketua tim pengawas proyek dan Direktur PT Unisari Adi Prima dari Jakarta yang merupakan rekanan Dinas Kehutanan.
“Ketiganya telah ditetapkan sebagai tersangka. Namun karena masih belum selesai pemeriksaan terhadap saksi-saksi, makanya ketiga tersangka belum kami tahan. Ada kemungkinan kalau sudah tuntas pemeriksaan saksi-saksi, daftar tersangka bertambah,” ungkap Kasi Penkum.
Menyinggung tumpang tindihnya lokasi DAK-DR dengan lokasi perkebunan kelapa sawit yang izinnya diterbitkan Bupati Kotim Wahyudi K Anwar. Ponco menyebutkan, salah satu saksi yang belum diperiksa, adalah Bupati Kotim.
“Kalau memang sudah tuntas pemeriksaan terhadap saksi-saksi. Apalagi terkait izin yang dikeluarkan bermasalah, bisa jadi saksi berubah menjadi tersangka. Tetapi sekarang Bupati Wahyudi K Anwar belum bisa kita periksa karena terkendala izin pemeriksaan,” imbuh ponco, seraya mengatakan meski tidak menyebutkan waktunya, Wahyudi K anwar akan segera dipanggil sebagai saksi.
Selain kasus korupsi DAK-DR di Dinas Kehutanan Kotim, kasus yang akan segera di buka dan sekarang dalam tahap penyelidikan adalah kasus proyek piktif Gerhan, dengan modus pihak Dinas Kehutanan setempat membentuk beberapa kelompok tani piktif yang seolah-olah proyek sudah dilaksanakan oleh kelompok tani namun pelaksanaannya dilapangan tidak ada alias piktif.
“Ini masih tahap penyelidikan. Kita masih belum bisa buka siapa saja yang terlibat, nanti kalau sudah masuk tahap penyidikan dan saksi-saksi sudah panggil untuk diperiksa, baru bisa kita buka ke publik. Yang pasti, kasus ini menjadi prioritas Kajati Kalteng. Tidak hanya itu, kasus-kasus DAK-DR diseluruh Kalteng juga akan dibuka nantinya,” jelas Ponco.
Selanjutnya yang juga diseriusi Kajati Kalteng di Kotim terkait dengan kasus penyimpangan dana dum (ambil alih dengan ganti rugi) 44 rumah dinas Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Kotim. Dimana sejumlah rumah dinas Pemda tersebut telah berubah kepemilikannya menjadi pribadi atas nama sejumlah pejabat daerah setempat dengan harga murah.
“Untuk kasus dum rumah dinas Pemda Kotim, Kajati sudah minta Kejari setempat untuk membuat laporan ke Kajati sendiri, sejauh mana penyelidikannya dan penyidikannya. Sampai sekarang Kajati masih menunggu laporan Kajari setempat,” pungkas Ponco. (Radar Sampit)