30 Jun 2009

Pengesahan RTRWP Kalteng Makin Tidak Jelas

DPR Bakal Tolak Rekomendasi Tim Terpadu

Laporan: Alfrid U

PALANGKA RAYA-
Masyarakat Kalteng menaruh harapan besar RTRWP Provinsi Kalteng segera disahkan. Harapan juga disampaikan kepada Tim Kunjungan Lapangan Spesifik Komisi IV DPR, Jumat (26/6) lalu. Namun, justeru semakin tidak jelas, dan membutuhkan proses lama. Pasalanya, Kmisi IV DPR RI memberi sinyal bakal menolak hasil rekomendasi tim terpadu RTRWP.
”Secara tegas kami menolak rekomendasi tim terpadu. Untuk itu kami melakukan kunjungan kedaerah. Karena memeng sejak rapat dengan Departemen Kehutanan (Dephut) kami sudah menolak,” ujarnya salah seorang anggota tim, Muhtarudin, ketika disambangi usai cara rapat konsulatsi tim dengan pemangku kepentingan dan pemrintah daerah, di Gedung Pertemuan Jayang Tingan Kantor Gubernur, Jumat (26/6) malam lalu.
Menurut Muhtarudin, yang juga anggota DPR RI asal Provinsi Kalteng, hasil rekomendasi tim terpadu RTRWP Provinsi Kalteng tidak logis dan berpotensi merugikan masyarakat Kalteng, pemerintah daerah dan pengusaha. Dimana dalam rekomendasi tersebut, kawasan hutan sebesar 82 persen, dan kawasan non hutan 18 persen.
”Hasil rekomendasi dari tim terpadu tidak logis dan tidak sesuai dengan kondisi di lapangan. Dephut terlalu ego sektoral. Misalnya terkait dengan peruntukan kawasan non hutan dan kawasan hutan, sangat jauh perbandingannya, hanya 18 persen untuk non kehutanan, itu sangat tidak mungkin dilakukan,” katanya.
Dikemukakannya dalam rekomendasi tersebut, berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 tentang kehutanan, perusahan perkebunan yang terlanjur masuk dalam kawasan hutan sebesar 82 persen, wajib membayar ganti rugi dan melakukan penanaman kembali hutan yang terlanjur di babat.
”Kita ketahui ada ratusan ribu hektar perkebenunan yang mendapat izin kawasan dari pemrintah daerah, termasuk izin alih fungsi kawasan. Dan ini syah menurut hukum dan memiliki payung hukum berdasarkan surat Dirjen Bplan tahun 1999, yang menyatakan tidak lagi melalui proses pelepasan kawasan. Namun kemudian tiba-tiba dianulir, dengan membayar ganti rugi, melakukan daur taman, tentu membutuhkan investasi yang cukup besar,” ungkapnya.
Menyinggung keterlibatan pemerintah daerah dalam tim terpadu. Muhtarudin menyeyangkan, kenapa hasil rekomendasi tim terpadu dimana didalamnya melibatkan pemrintah daerah tidak bisa mengakomodisr kepentingan daerah. ”Itu yang menjadi keanehan, kenapa terjadi juga perbedaan. Nah sepertinya ada terjadi kebuntuan antara pemerintah daerah dengan departemen kehutanan, dimana keinginan pemerintah daerah tidak terakomodir didalam hasil tim terpadu,” imbuhnya.
”Tim terpadu jalan sendiri aja kayanya tidak memperhatikan usulan-usulan daerah. Sepertinya ada sikap egois dari tim terpadu, oleh karena itu kita akan melawan di DPR nanti, dan dalam rapat kita akan menolak hasil tim terpadu,” timpal Muhtarudin, asal Partai Golkar ini.
Sementara itu Wakil Gubernur Kalteng, Acmad Diran, mengatakan berdasarkan RTRWP Nomor 8 Tahun 2003, kawasan hutan 67 persen, dan kawasan non hutan 33 persen, yang kemudian diusulkan ke Dephut dalam revisi menjadi kawasan non hutan 44 persen dan kawasan hutan 56 persen.
”Masa ia toh 18 persen untuk kawasan non hutan. Kalau begitu Kantor Gubernur juga masuk kawasan hutan, barang kali tanah sodara-sodara kita di daerah juga masuk kawasan hutan. Kalau itu dilakukan dengan pelepasan, maka kebun dan rumah harus dilalui pelepasan juga, itu yang tidak benar,” tegas wagub.
Terkait banyaknya izin perekebunan masuk dalam kawasan hutan yang menjadi persoalan antara pemrintah daerah dengan Dephut. Ditegaskan wagub, tidak ada pihak yang disalahkan, termasuk gubernur terdahulu. Menurut wagub, izin pelepasan kawasan hutan menjadi kawasan perkebunan untuk dari tahun 2000-2006 sudah sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
”Kalu izin pelepasan kawasan hutan setelah tahun 2006 itu yang melanggar ketentuan yang ada. Karena Menhut pada tahun 2006 sudah mencabut surat dari Dirjen Badan Planalogi Nomor 005/965/IV/BAPP tanggal 14 Mei 1999 yang menyebutkan tidak lagi memerlukan proses pelepasan kawasan hutan. Jadi tidak ada yang disalahkan, termasuk gubernur terdahulu kalau berdasarkan surat dari Dirjen Baplan,” jelasnya.
Terkait pernyataan anggota Komisi IV DPR RI, Muhtarudin yang akan menolak hasil rekomendasi tim terpadu. Mengingat bila terjadi penolakan akan semakin berkepanjangan dan tidak jelas proses penyelesaian RTRWP di tingkat pusat. Wagub membantah, menurutnya bukan menolak justru rekomendasi tim terpadu menjadi acuan pembahasan Komisi IV DPR RI.
”Arti nya bukan menolak keseluruhannya, tadi seprti yang dikatan 7 juta hektar kawasan non hutan sudah oke. Nah yang diluar 18 persen juga bukan harga mati sudah dikeluarkan izin tetapi harus disertai izin pelepasan kawasan hutan.Namun yang menjadi persoalan kalau itu dilakukan dengan pelepasan maka, kebun dan rumah harus dilalui pelepasan juga, itu yang tidak benar. Kenapa tidak benar, itu berdasarkan surat dari departemen kehutanan tahun 2006,” beber wagub.
”Bayangkan akibat berlarut-larutnya RTRWP ini, revitalisasi aja terbengkalai, bahkan membuka kebun dibelakang rumah saja tidak boleh karena harus melalui izin pelepasan kawasan hutan padahal itu semua sudah semak belukar,” pungkas wagub menimpali. (*)

Tidak ada komentar: