18 Jun 2009

Gubernur Larang Perusahan Beroperasi

Sebelum Terbit SK Pelepasan Kawasan Hutan Dari Menteri

Laporan: Alfrid U

PALANGKA RAYA-
Dalam rangka penertiban perizinan sektor pertambangan dan perkebunan di Kalimantan Tengah (Kalteng), Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang melarang perusahan pertambangan dan perkebunan beropersi. Larangan disampaikan dalam surat edaran, tertanggal 13 Juni 2009, nomor: 540/753/EK, yang ditujkan kepada bupati/walikota se-Kalteng.
Pelarangan beroperasi terutama bagi perusahan pertambangan yang belum mengantongi izin pinjam pakai kawasan hutan dari Menteri Kehutanan (Menhut) dan perusahan perkebunan yang belum mengantongi izin pelepasan kawasan hutan dari Menhut. Meski kedua sektor usaha tersebut mengantongi izin lokasi dari bupati/walikota setempat.
”Saya itu tidak menginginkan pengusaha-pengusaha yang ada melanggar aturan yang ada. Oleh karenananya surat edaran tersebut dikeluarkan untuk mengingatkan kembali kepala daerah agar betul-betul memperhatikan hal tersebut,” ujar Gubernur, ketika disambangi usai menjadi insfektur upacara pada peringatan HUT Pemerintah Kota Palangka Raya, Rabu (17/6) kemarin.
Ditegaskan Gubernur, sebagaimana undang-undang nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan, dan undang-undang nomor 18 tahun 2004 tentang perkebunan, serta produk peraturan lainnya. Maka bagi perusahan atau kepala daerah yang melanggar menanggung konsekuensinya dengan ancaman pidana.
”Hal tersebut jelas diatur didalam pasal 38 ayat (30, Pasal 50 ayat (3) huruf a dan g. Kemudian pasal 78 undang-undang 41 tahun 1999 tentang Kehutanan,” tegas Gubernur Kalteng, adik kandung Ketua DPRD Kalteng, R Atu Narang.
Menyinggung ada sejumlah perusahan pertambangan dan perkebunan memperoleh izin lokasi di kawasan hutan dari pemerintah daerah setempat yang sudah beroperasi, namun belum mengantong izin alih fungsi kawasan dari Menhut. Menurut Gubernur Kalteng akan ditinjau kembali, sejauh mana izin lokasinya masuk pada kawasan hutan.
Sebab, ucapnya, ada izin yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah berada dalam kawasan hutan, sebagaimana dalam Perda Nomor 8 Tahun 2003 tentang RTRWP, namun kenyataannya dilapangan izin lokasi yang diberikan tidak ada tegakan hutan, meski bersatus kawasan hutan.
”Mungkin memang izin yang dikeluarkan berada di kawasan hutan. Tetapi dilapangan tidak ada tegakan hutannya. Terkait dengan hal tersebut, maka akan ditinjau ulang. Karena prinsifnya, kita inginkan izin yang dikeluarkan tertib, agar tidak terjadi hal-hal yang kita tidak inginkan, maka wajib dan wajar bila kemudian dalam kapasitas pembina, pengawas dan sebagai wakil dari pemerintah pusat di daerah mengngatkan kembali bupati/walikota,” katanya.
Kembali dipertanyakan sikap Gubernur, terkait disinyalir ada beberapa izin perusahan pertambangan dan izin perkebunan yang dikeluarkan melanggar aturan. Nampaknya Gubernur enggan menjawab secara gmblang. Dikemukakannya, sampai sejauh ini, iaa belum mendengar adanya izin yang diberikan oleh kepala daerah setempat melanggar aturan.
”Tetapi yang saya hawatirkan kalau tidak saling mengingatkan, ada aja terjadi seperti itu nantinya. Jadi lebih baik mencegah dari pada terjadi dikemudian hari hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya izin yang dikeluarkan pemerintah daerah melanggar aturan yang ada,” jawabnya. (*)

Tidak ada komentar: