Dana Kampanye Rp 982 Juta, Hanya Dapat Satu Kursi
Laporan: Alfrid U
PALANGKA RAYA-Tak mau dipojokaan lantaran penurunan jumlah kursi di DPRD Provinsi Kalteng. Dari tiga kursi pada pemilu legislatif (pileg) tahun 2004 lalu menjadi satu kursi pada pileg 9 April lalu, Ketua DPW PKB Kalteng, HM Asera angkat bicara. Ia pun menuding komflik internal di tubuh PKB pusat biang masalah.
Menurut pensiunan anggota polri ini, komflik internal partai merupakan pukulan terberat, sehingga memubuat kejatuhan pamor PKB di tingkat konstituen. Kehilangan pamor, tak hanya terjadi di Kalteng saja. Namun, hampir terjadi di seluruh DPW PKB se-Indoensia.
Dana yang besar yang dikeluarkan pada pileg 9 April lalu, hampir mencapai miliaran rupiah, semata untuk mengembalikan citra PKB di mata masyarakat, khususnya di Kalteng yang sudah mulai luntur akibat konflik partai yang berkepanjangan.
”Saya ingin mengklarifikasi. Dana kampanye yang begitu besar murni uang pribadi. Dengan mngeluarkan dana yang besar, harapannya untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terutama simpatisan PKB di Kalteng agar memberikan hak suaranya kepada PKB, akibat konflik di tubuh PKB,” ujarnya ketika di hubungi Radar Sampit per telepon, Sabtu (6/6) lalu.
Dikemukakannya, dana tersebut murni digunakan untuk membantu pembangunan sejumlah fasilitas sosial, seperti masjid, musola dan pasilitas sosial lainnya diseluruh wilayah di Kalteng. ”Termasuk kelompok-kelompok pengajian, kelompok yasinan dan kelempok-kelompok lainnya dimana dulunya merupakan simpatisan PKB,” ucapnya.
Namun demikian, katanya, niat yang tulus dari PKB tak mendaat respon positiv dari masyarakat, khususnya simpatisan PKB yang dulunya mendudukung dan memenangkan PKB hingga mampu mengantarkan tiga wakilnya duduk di DPRD Kalteng.
”Masyarakt lebih memilih partai atau caleg yang memberi dana untuk individu ketimbang kepentingan bersama. Dengan memberi langsung sejumlah uang kepada masyarakat pemilih, mejelang pemilihan, berkisar antara Rp 50-100 ribu per orang,” imbuhnya, kesal.
”Kami membantu untuk fasilitas sosial, di kampung-kampung, ternyata tidak menyentuh sama sekali, dan oran lebih memilih caleg atau partai yang langsung memberikan sejumlah uang kepada individu. Apa yang kami lakukan untuk mendidik masyarkat dan menghindar politik uang, tapi ternyata banyak yang melakukannya,” timpal anggota DPRD Provinsi Kalteng ini.
Kembali ia menegaskan, Konflik internal di tubuh PKB benar-benar kajtuhan bagi PKB pada pileg 9 April lalu. Kejatuhan takhnya di Kalteng, namun hampir disemua wilayah di Indoensia. Khusus untuk wilayah Kalimantan, Ketua DPW PKB tidak terpilih.
”Namun demikian, sebenarnya saya itu dapat. Kenapa demikian, daerah basis saya dulu di Dapil V, meliputi Kapuas dan Pulang Pisau, yang saya pasang anak buah sendiri, ternyata jadi. Nah itukan berkat pembinaan saya dulu terhadap kader dan konstituen yang ada,” jelas Asera.
Tak hanya sekalimantan, lajut Asera, Ketua DPW PKB yang juga tidak lolos dalam pileg 9 April lalu juga dialami, Ketua DPW PKB Sulawesi, Bali, NTB, dan NTT . ”Nah yang menarik lagi di Jawa Timur, dimana semua orang tau Jawa Timur merupakan basis PKB, Ketua DPW nya juga gagal. Yang dapat hanya Ketua DPW Lampung, Jawa Tengah, Riau, Ambon dan Aceh saja,” bebernya.
Asera Tuding Panwaslu Kalteng Tidak Berwibawa
KONFLIK internal di tubuh PKB tak hanya satu-satunya biang menurunnya perolehan kursi DPW PKB Kalteng di DPRD Provinsi Kalteng. Namun juga diyakininya, akibat maraknya politik uang pada pileg 9 April lalu, yang dilakukan oleh para elit politik.
Celakanya, ucap HM Asera, Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kalteng seakan tak berwibawa menghadap permainan para elit politik tersebut, yang jor-joran dan terbuka memberi uang kepada masyarakat dalam bentuk amplop, meski diketahui petugas Panwaslu.
”Partai melakukan politik uang. Bawa amplop uang kemana-mana dan memberikan kepada masyarakat, sepertinya panwaslu tidak pedulu. Panwaslu itu sebenarnya tidak ada wibawanya. Kok udah tau ngga ditindak,” beber Asera.
Kenapa tidak berwibawa, imbuh Asera, politik uang sama dengan kentut. Tercium bau tetapi tidak ada yang berani mengaku, dia lah yang kentut. ”Disitulah peran Panwaslu, dibentuk untuk melakukan pengawasan dan penyelidikan, karena memeng tugasnya,” imbuh Asera.
Asera meyakini, apa yang ia sebutkan marak terjadi politik uang memang terjadi, dan partai apa saja yang melakukan hal memalukan untuyk kepentingan sesaat. Namun, sayangnya, kata Asra, panwaslu yang diharapkan menjadi hakim dalam pertarungan para elit partai, Panwaslu selalu beralasan tidak ada bukti, meski ada laporan dari masyarakat.
”Kedepan, jangan lagi rekrut oarang-orang Panwaslu yang ada. Rekrut lah anggota Polisi, Jaksa. Sebab meraka fropesional dalam bidangnya, begitu melihat adanya politik uang langsung disidikny. Akan berbeda dengan angota Panwaslu yang ada, bukan dari orang-orang fropesional, sehingga tidak ada wibawanya,” tuding Asera.
Dijelaskannya, upaya pemberian bantuan terhadap fasilitas sosial yang menggunakan biaya yang cukup besar. Merupakan upaya menghindar adanya politik uang, karena memberikan uang secara langsung kepada individu.Namun ternyata, hal tersebut tidak mengena untuk sekarang ini.
”Kenapa demikian, masyarakat sudah teracuni oleh adanya politik uang pada pilkada di wilayah Kalteng selama ini. Pilkada lah yang mendidik masyarakat tahu diduit, bohong kalau ada kepala daerah mengatakan saat ia mencalonkan diri tidak pernah memberikan uang secara langsung kepada masyarakat pemilih. Inilah yang merusak citra pemilu di Kalteng ini,” imbuhnya. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar