30 Jun 2009

Gubernur Minta REDD Diundangkan


Tidak Cukup Dengan Permenhut

Laporan: Alfrid U

PALANGKA RAYA-
Berdasarkan kerangka kerja konvensi para pihak PBB untuk perubahan iklim di Bali pada bulan Desember 2007 lalu, pemerintah Provinsi Kalteng menempatkan kedudukan yang paling penting sebagai salah satu wilayah prioritas pelaksanaan Reduction Emition from Deforetation dan Degration (REDD) karena memiliki potensi ekosistem yang kaya karbon yakni hutan gambut.
Hasil konvesnsi PBB tentang perubahan iklim disambut baik pemerintah Indoensia. Sebagai wujut nyata pemrintah peduli dalam program dunia tentang pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi (REDD dalam pengertian bahas Indonesia, red) pemerintah telah mengatur dalam Peraturan Mentri Kehutanan Ri (Permenhut RI) Nomor 30 tahun 2009 tentang Tata Cara Pengurangan Emisi Dari Deforestasi dan Degradasi hutan.
Namun demikian, menurut Gubernur Kalteng Agustin teras Narang dalam sambutannya pada acara seminar nasional program pemangkasan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan, serta tata kelola ekonomi dan lingkungan, di Palangka Raya, Selasa (30/6) kemarin, mengatakan aturan pelaksanaan REDD tidak lah cukup dengan Permenhut, harus diatur dengan payung hukum yang lebih tinggi.
”dalam Permenhut ini kami menilai baik pelaku REDD mapun kewenangan pemberian izin REDD masih mengulangi kebijakan masa lalu yang bersifat sentralistik, dan belum banyak dari semangat otonomi daerah sehingga dikuatirkan kegiatan pengelolaan hutan lestari dalam rangka pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan kurang dapat memberikan manfaat yang besar bagi masyarkat didaerah,” kata gubernur.
Berkenaan dengan hal tersebut, ucap gubernur, walapun jual beli sertifikat REDD bagi perdagangan karbon berlaku setelah tahun 2012 yang dikaitkan dengan yang dilaksanakan dengan komitmen pengurangan emisi negara maju. ” Meski demikian seminar nasional ini menjadi satu hal yang sangat penting dilaksanakan karena memiliki nilai strategis dan momentum yang tepat untuk mendapatkan informasi terbaru, memahami lebih dalam dan menginplementasikan lebih lanjut inisiatif program REDD di Indoensia,” ucapnya.
Selain itu, sebut gubernur, seinar nasional bagaimana meningkatkan peran pemerintah daerahserta para pihak terkait, baik dari lembaga swadaya masyarkat, perguruan tinggi, kelompok masyarkat dan tokoh adat akan berbagai kebijakan mengenai REDD dimaksud, dalam rangka mencapai pengelolaan hutan yang berkelanjutan dan dapat meningkatkan kesejahtraan masyarkat.
”Seminar hari ini merupakan suatu momen yang tepat dan stategis bagi kita semua untuk membangun kesepahaman serta menyatukan persepsi dan langkah seluruh pemangku kepentingan terkait dalam konteks program pemangkasan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan, serta tata kelola ekonomi dan lingkungan,” jelas gubernur.
Lebih lanjut gubernur mengatakan, krisis multidimensional yang melanda bangsa Indoensia memicu reformasi disegala aspek kehidupan telah membawa pengaruh besar bagi keberlanjutan pengelolan sumberdaya alam dan pelestarian keanekaragaman hayati yang ada.
Hal lain, tambah gubernur, semangat otonomi daerah telah mendorong daerah terutama bupati/walikota belomba-lomba menarik investor untuk menanam investasinya dengan cara memberi kemudahan perizinan kepad pengusaha yang bergerak dibidang pertambangan, perkebunan, dan kehutanan dengan harapan dapat menjadi sumber penerimaan daerah, pertumbuhan ekonomi, membuka lapangan kerja, dan kesejahtraan masyarkat.
”Ketiga bidang investasi tersebut diatas dapat menjadi ancaman terhadap keberlangsungan biodiversitas dan lingkungan hidup bila tidak dikelola berwawasn lingkungan dan memperhatikan keseimbangan tiga pilar, yakni pilar ekonomi, pilar sosial dan pilar lingkungan,” pungkasnya. (*)

Tidak ada komentar: