20 Mar 2009
Walhi: Gubernur Gagal Mencegah Korupsi
Laporan: Alfrid U
PALANGKA RAYA-Tingginya angka korupsi di Kalimantan Tengah (Kalteng) membuktikan selama 4 tahun berjalan pemerintahan Gubernur Kalteng, Agustin Teras Narang gagal mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance), pemerintah yang bersih, dan bebas dari KKN (clean government).
Penilaiyan tersebut datang dari Direktur Eksekutif Walhi Kalteng, Ari Rompas, menanggapi data korupsi yang dirilis Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang menyebutkan dari tahun 2004-2009 menunjukan angka korupsi di Kalteng mencapai 438 kasusus.
”Sungguh memprihatinkan. Padahal Gubernur Kalteng telah mencanangkan pelaksaan program good governace sejak 2004 lalu hingga sekarang. Namun faktanya, dimasa kepemimpinan beliau menunjukan angka korupsi yang signifikan,” ujarnya, kepada Radar Sampit, ketika ditemui di kantornya Jalan Cik Ditiro, Palangka Raya, Kamis (19/3) kemarin.
Hal yang mengejutkan, menurut pria yang akarap disapa Rio ini, tingginya angka korupsi justru terjadi di daerah kabupaten/kota yang sudah menerapkan pelaksanan pelaksaan program good governace. Misalnya Kota Palangka Raya 108 kasus, Kabupaten Kotawaringin Timur sebanyak 38 kasus, Kotawaringin Barat 14, Lamandau 7 kasus, Katingan 30, Kapuas 40, Murung Raya 31 kasus, dan Gunung Mas 19 kasus.
”Berdasarkan data yang dirilies KPK tersebut, saya melihat Kalteng jauh dari pemerintahan yang baik dan bersih, kerna semua Kabupaten/Kota se-Kalteng menunjukan angka korupsi yang signifikan. Bahnkan yang memprihatinkan Kabupaten/Kota yang sudah melaksanakan program Good Governance justru menunnukan angka korupsinya lebih tinggi,” ungkap Rio, seraya mengutip data KPK.
Rio menguraikan, dari 438 kasus korupsi yang masuk di KPK, 49 diantaranya yang memungkinkan akan ditangani sendiri oleh KPK. Bila syarat penanganan oleh KPK diatas Rp 1 milliar, maka berdasarkan perhitungan, uang rakyat menguap ke kantong pejabat di Kalteng sebesar Rp 49 milliar.
”Kalau kita kaitkan dengan ABPD Kalteng tahun 2008 sekitar Rp 1,6 triliun, maka artinya ada sekitar 5,87 persen dana rakyat menguap. Sedangkan kalau dikaitkan lagi dengan APBD tahun 2005, maka dana yang menguap dan masuk ke kantong pejabat sekitar 15,77 persen. Jumlah ini belum dihitung berdasarkan jumlah korupsi sebanyak 438 kasus,” ucapnya.
Lebih jauh Rio menguraikan, bila tingginya angka korupsi di Kalteng, sangat wajar bila kemudian angaka kemiskinan di Kalteng tinggi. Misalnya, di tahun 2006 saja, menurut dia angka kemiskinan di Kalteng mencapai 43,68 persen. ”Artinya menerima dampak dari korupsi yang dilakukan oleh para birokrasi tersebut yang terbesar adalah rakyat,” imbuh Rio.
Seperti pemberitaan sebelumnyan, kabar menakutkan datang dari gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam waktu yang tidak bisa ditebak, lembaga superbody itu bakal turun mengobok-obok Provinsi Kalimantan Tengah. KPK akan menindaklanjuti sejumlah laporan dugaan korupsi yang masuk.
Juru bicara KPK Johan Budi SP mengungkapkan, saat ini sudah ada 438 laporan khusus Kalteng yang masuk ke KPK. Dari jumlah laporan tersebut, terangnya, yang sudah ditelaah sebanyak 433. Hasil telaahan, 94 di antaranya terindikasi melanggar tindak pidana korupsi.
Lebih lanjut dipaparkan, dari 94 kasus berbau tipikor itu, 62 kasus ditindaklanjuti berwenang pada instansi lain, 9 kasus diteruskan ke internal KPK, dan 23 kasus masih dalam permintaan keterangan tambahan.
Sayangnya, Johan tidak berkenan membeberkan lebih detail tentang kasus-kasus Kalteng yang sedang ditangani KPK tersebut. Saat ditanya lebih jauh, dia hanya menyebutkan angka-angkanya saja. Yang pasti, laporan korupsi itu mencakup 14 kabupaten/kota se-Kalteng.
Rincinya; Kota Palangka Raya 108 kasus, Kabupaten Kotawaringin Timur sebanyak 38 kasus, Kotawaringin Barat 14, Seruyan 28, Lamandau 7, Sukamara 7, Katingan 30, Kapuas 40, Pulang Pisau 21, Barito Utara 32, Barito Selatan 34, Baritor Timur 19, Murung Raya 31, serta Gunung Mas 19 kasus laporan.
Untuk menjaga kerahasiaan, KPK juga enggan memberitahu, daerah mana-mana saja yang termasuk dalam 94 kasus terindikasi tipikor hasil telaah. “Nanti ketahuan,” tepisnya ketika ditanya apakah 94 kasus yang mengerucut itu tersebar di semua kabupaten.
Laporan dugaan korupsi dari Kalteng yang masuk ke KPK itu tercatat sejak tahun 2004 hingga 2009. Johan membantah pihaknya membiarkan sejumlah laporan yang masuk ke KPK. Menurut dia, untuk menindaklanjutinya, perlu waktu dan ada tahapan-tahapannya. Sebagai langkah awal, yakni dengan meneelaah kasus per kasus.
“Fungsi telaah di KPK itu, melihat apakah pengaduan itu ada unsur tipikor atau nggak. Apakah data-data yang disampaikan ke kita itu cukup valid. Misalnya, bukan surat kaleng, atau hanya melampirkan kliping koran,” kata Johan Budi kepada Radar Sampit di gedung KPK, kemarin.
Setelah ditelaah ada yang mengarah ke tipikor, lanjut Johan, ditelaah lagi apakah ada kewenangan KPK atau tidak. Ditegaskannya, yang menjadi kewenangan KPK itu tipikor pasal 11 Undang-Undang 30 tahun 2002. “Jadi, minimal kerugian negaranya harus Rp 1 miliar. Kemudian ada penyelenggara negara di sana, kalau swasta dengan swasta kita nggak bisa,” tandasnya.(***)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar