17 Mar 2009

Dekat Hafiz Anshary, Ketua KPU Pusat yang Orang Banjar Itu


Tantangan Pemilu Berat, Minum Madu Tiap Hari

Menjabat ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), bukanlah tugas ringan. Pekerjaan tersebut sangat “memeras” keringat dan otak. Terlebih di masa-masa menjelang pemilu seperti sekarang. Berikut penuturan Ketua KPU Pusat Hafiz Anshary yang asli orang Banjar itu.

HARIS LESMANA, Jakarta

Senyum mengembang dari bibirnya yang mungil. Sembari mempersilakan koran ini duduk, lelaki berperawakan gempal itu membetulkan posisi sandaran duduknya di sofa. Meski di tengah padatnya kesibukan menjalankan tugas-tugas KPU, akhir pekan tadi, Hafiz Anshary berkenan meluangkan waktu ditemui di ruang kerjanya.
“Biasanya juga banyak wartawan di ruangan saya ini. Bahkan sampai penuh di lantai. Ya begitulah, mintanya satu menit, itu bisa-bisa sampai satu jam,” katanya setengah bercanda, ketika menerima rombongan wartawan Grup Jawa Pos dari Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan.
Sosok Hafiz menjadi agak fenomenal, karena dia adalah salah satu tokoh lokal Kalimantan yang terbilang sukses di tingkat nasional. Pria yang punya nama lengkap Prof. Dr. H. A. Abdul Hafiz Anshary AZ MA itu, sebelumnya menjabat Ketua KPU Provinsi Kalsel. Dalam rapat pleno pertama KPU tanggal 23 Oktober 2007, ia lalu terpilih sebagai Ketua KPU Pusat periode 2007-2012.
Secara institusional, KPU yang ada sekarang merupakan KPU ketiga yang dibentuk setelah pemilu demokratis sejak reformasi 1998. KPU pertama, 1999-2001, dibentuk dengan Keppres No 16 Tahun 1999. Berisikan 53 orang anggota, dari unsur pemerintah dan partai politik dan dilantik oleh Presiden BJ Habibie.
KPU kedua, 2001-2007, dibentuk dengan Keppres No 10 Tahun 2001, berisikan 11 orang anggota dari unsur akademisi dan LSM. KPU kedua ini dilantik oleh Presiden Abdurrahman Wahid 11 April 2001. Sedang KPU ketiga, 2007-2012, dibentuk berdasarkan Keppres No 101/P/2007. KPU di era Presiden Susilo Bambang Yudhono ini berisikan 7 orang anggota saja. Yakni berasal dari anggota KPU Provinsi, akademisi, peneliti dan birokrat.
Kalau mau cerita panjang, tutur Hafiz, sangat jauh berbeda antara KPU yang lama dengan KPU sekarang. Menurutnya tantangan KPU sekarang sangat luar biasa. Ia lantas membandingkan, KPU yang lama dibentuk 2001 dengan jumlah 11 orang. Pemilunya tahun 2004, dan punya waktu 3,5 tahun mempersiapkan diri, dan hanya satu kegiatan pemilu. Sementara bagi KPU sekarang, diangkat dan dilantik presiden tanggal 23 Oktober 2007, tanggal 5 April 2008 sudah masuk tahapan.
“Coba bayangkan, dari Oktober sampai April baru sekitar enam bulan sudah langsung masuk. Undang-undangnya disahkan 31 Maret 2008, tanggal 5 masuk tahapan pemilu,” ungkap Hafiz menceritakan suka-dukanya selama duduk di kursi Ketua KPU Pusat.
Selain rentang waktu persiapan yang teramat jauh, lanjut Hafiz, dalam pemilu 2004 juga tidak ada pemilihan kepala daerah. Pemilihan kepala daerah itu baru ada mulai tahun 2005. Sementara giliran KPU di kurun tahun 2008, punya tanggung jawab secara nasional atas pemilihan sebanyak 160 kepada daerah. Baik itu pemilihan gubernur, walikota maupun wali kota.
“Itu tidak gampang, semuanya hampir ada masalah. Kita sekarang hirarkirs, dulu pada 2005 tidak ada hubungan daerah dan pusat, makanya digunakan istilah KPUD. Sekarang istilah KPUD itu tidak dipakai lagi. Kalau ada yang menggunakan istilah KPUD sekarang itu salah,” katanya.
Dijelaskannya, pada era KPUD sebelumnya, ketika ada pemilihan kepala daerah, KPUD tidak terlibat seperti sekarang. Dalam UU Nomor 32 tidak ada hubungan sama sekali, Contoh Palangka Raya, ujar Hafiz, KPU Provinsi saja tidak ikut apalagi pusat.
“Dulu Pilkada, sekarang Pemilukada. Maka otomatis regulasi di sini, terpaksa mau tidak mau menerima pengaduan masalah. KPU Pusat terlibat langsung walaupun tidak operasional. Misal ada calon yang tidak diterima, bahkan demonya di sini,” paparnya.
Ayah dari dua anak itu mengemukakan, tantangan lain yang sering mewarnai kehidupan para anggota KPU Pusat, terkait kebijakan-kebijakan yang diambil. Hafiz mengatakan, hampir 90 persen ada yang tidak senang dengan kebijakan KPU. Terutama bagi mereka yang merasa terkena imbas tidak menguntungkan.
Apakah KPU sering diteror? Doktor bidang Sejarah Peradaban Islam IAIN Antasari Banjarmasin itu dengan lugas menjawab tidak. Hafiz tampaknya tak mau disebut kena teror, kendati diakuinya sering mendapatkan “ancaman-ancaman” dalam bentuk lain.
“Bukan teror, tapi bahasa-bahasa yang tidak nyaman. Biasanya lewat SMS. Tetapi kita di sini semua dikawal oleh kepolisian dari Mabes Polri. Masing-masing anggota dikawal oleh dua orang polisi,” ungkap Hafiz yang dalam kesehariannya bertugas di KPU Pusat juga dibantu oleh putra kandungnya.
Beratnya tugas-tugas yang diemban, terlebih di saat mendekati Pemilu 2009 ini, Hafiz yang sudah berumur setengah abad lebih, tentu saja memerlukan vitamin khusus untuk menjaga stamina. Ditanya soal ini, pria kelahiran Banjamasin 14 Agustus 1956 itu awalnya tak mau buka rahasia. Tetapi, setelah didesak-desak ia akhrinya buka mulut juga.
“Salah satu kunci untuk tetap menjaga stamina, saya selalu minum air putih secukupnya. Selain itu, juga minum satu dua sendok madu sehari. Madu ini dibawa dari Kalimantan Selatan. Kalau pas habis, saya minta dikirimi madu untuk kesehatan,” akunya.
Hafiz menegaskan, ada dua fungsi utama yang mesti dijalankan oleh KPU. Pertama, fungsi kebijakan. Dan yang kedua, fungsi pengawasan. Kedua fungsi ini selalu dikedepankan dalam gerak-gerik KPU. Bahkan, supaya tidak salah kaprah, Hafiz mengaku kalau KPU sering datang berkonsultasi ke Mahkamah Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). (***)

Tidak ada komentar: