5 Mar 2009

Dulu Terima, Sekarang Tidak


Larangan Kepala Daerah Terima Japung Pajak

Oleh: Alfrid Uga


PALANGKA RAYA-Dua kepala dearah yang berada diwilayah timur dan barat Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng), yakni Bupati Lamndau, Ir. Marukan dan Bupati Kotawaringin Timur (Kotim) Drs. Wahyudi K Anwar secara terang-terangan mengaku pernah menerima jasa pungut (Japung) pajak daerah.
Namun demikian, keduanya tidak merinci berapa persen yang diterima sebagai upah pungut yang menjadi hak sebagai kepala daerah. Bahkan Marukan saat menjabat Bupati mengaku belum pernah terima, kecuali saat ia menjabat sebagai Sekda Kabupaten Lamandau.
”Kalau saya selama menjabat sebagai Bupati Lamandau belum pernah terima kecuali saat menjabat sebagai Sekda Lamandau, tetapi jumlahnya tidak banyak hanya beberapa persen dari pajak daerah,” ujar Marukan, kepada Radar Sampit, ketika diwawancarai disela-sela rehat Sosialisasi Mengenai Upaya Pencegahan Korupsi oleh Tim UP Tipikor DPD RI, di Palangka Raya, Selasa (3/3) kemarin.
Berbeda dengan Bupati Kotim, selama menjabat dua periode ia selalu terima Japung pajak daerah. Bupati berdalih hal itu sesuai dengan aturan, namun jika kemudian peraturan tersebut tidak memperbolehkan, sebagai kepala daerah dia taat hukum dan mengikuti aturan yang ada.
”Dulu aturan memperboleh Bupati terima Japung. Bila sekarang tidak boleh ya ngga apa-apa, kita taat aja dengan aturan yang ada bila memeng itu tidak diperbolehkan menerima Japung pajak daerah,” ungkap Wahyudi, menyiratkan kepasrahannya dengan aturan yang ada.
Menyinggung berapa persen yang diterima dari Japung pajak daerah. Nampaknya Wahyudi enggan merinci berapa persen yang ia terima selama ini. ”Besarannya untuk Bupati kecil, yah beberapa persen saja. Beda dengan mereka yang dilapangan, jumlahnya jauh lebih besar dari yang diterima Bupati,” tuturnya dengan wajah sumbringah.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, Mendagri Mardiyanto mengeluarkan sikap terkait jasa pungut (japung) pajak daerah. Mantan Gubernur Jawa Tengah itu pada 5 Februari 2009 mengeluarkan Surat Edaran nomor 973/321/SJ yang ditujukan kepada seluruh gubernur dan bupati/walikota. Perintahnya tegas, bahwa para kepala daerah dilarang ikut menikmati jasa pungut tersebut.
Instruksi lebih lanjut dari Mendagri, akan dikeluarkan setelah selesainya revisi Keputusan Mendagri No. 35 Tahun 2002 yang selama ini menjadi dasar pembagian japung yang dinilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak wajar. Dengan surat edaran itu pula, daerah diminta untuk menyetop pemberian jatah japung kepada para pimpinan dan anggota DPRD.
Menurut keterangan Juru Bicara Depdagri, Saut Situmorang, berdasarkan SE Mendagri itu, pembayaran upah tersebut masih bisa diberikan kepada petugas-petugas pemungut dan penanggung jawabnya di tingkat daerah.
"Surat Edaran Mendagri itu mengatur perihal penundaan sementara realisasi pembayaran upah pungut. Tapi dikecualikan bagi petugas-petugas pemungut dan penanggung jawab di lingkungan pemerintah daerah, baik itu lingkup pemda, Pertamina, dan kepolisian Republik Indonesia," ujar Saut Situmorang.
Saut mengakui, keluarnya SE tersebut setelah ada dorongan dari KPK agar Mendagri segera memperbaiki ketentuan di Permendagri No. 35 Tahun 2002. Hanya saja, Saut tidak menjelaskan secara rinci pada poin materi mana di Permendagri itu yang akan diperbaiki.Yang jelas, lanjutnya, memang diperlukan perbaikan di tingkat regulasi terkait jasa pungut itu. Dia hanya menyebutkan, penyempurnaan menyangkut masalah besaran japung yang diterima pihak yang dinilai berhak.
Ditanya bagaimana model pengawasan dari Mendagri terhadap implementasi SE tersebut, Saut mengatakan bahwa pihaknya menyerahkan persoalan pengawasan kepada instansi yang berwenang dalam mengaudit keuangan, dalam hal ini yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). "Kalau ada yang melanggar, akan diketahui dari hasil pemeriksaan BPK," ucapnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Haryono Umar pernah mengungkapkan akan meminta fatwa Departemen Keuangan untuk menghentikan pencairan upah pungut tersebut. "Kami akan meminta fatwa Depkeu kalau masih bakal dicairkan," katanya.
Juru Bicara KPK Johan Budi SP mengungkapkan meski ada penundaan tersebut, penyelidikan yang dilakukan KPK tidak bakal berhenti. "Penyelidikan yang kami lakukan juga tidak berhenti. KPK selama ini masih menyelidiki penerimaan jasa pungut di Pemprov DKI," terangnya. (***)

Tidak ada komentar: