18 Mar 2009

KPK Bakal Obok-Obok Kalteng




• Hasil Telaah, 94 Kasus dari 438 Laporan Terindikasi Tipikor

Laporan: Haris L (Radar Sampit)


JAKARTA- Kabar menakutkan datang dari gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam waktu yang tidak bisa ditebak, lembaga superbody itu bakal turun mengobok-obok Provinsi Kalimantan Tengah. KPK akan menindaklanjuti sejumlah laporan dugaan korupsi yang masuk.
Juru bicara KPK Johan Budi SP mengungkapkan, saat ini sudah ada 438 laporan khusus Kalteng yang masuk ke KPK. Dari jumlah laporan tersebut, terangnya, yang sudah ditelaah sebanyak 433. Hasil telaahan, 94 di antaranya terindikasi melanggar tindak pidana korupsi.
Lebih lanjut dipaparkan, dari 94 kasus berbau tipikor itu, 62 kasus ditindaklanjuti berwenang pada instansi lain, 9 kasus diteruskan ke internal KPK, dan 23 kasus masih dalam permintaan keterangan tambahan.
Sayangnya, Johan tidak berkenan membeberkan lebih detail tentang kasus-kasus Kalteng yang sedang ditangani KPK tersebut. Saat ditanya lebih jauh, dia hanya menyebutkan angka-angkanya saja. Yang pasti, laporan korupsi itu mencakup 14 kabupaten/kota se-Kalteng.
Rincinya; Kota Palangka Raya 108 kasus, Kabupaten Kotawaringin Timur sebanyak 38 kasus, Kotawaringin Barat 14, Seruyan 28, Lamandau 7, Sukamara 7, Katingan 30, Kapuas 40, Pulang Pisau 21, Barito Utara 32, Barito Selatan 34, Baritor Timur 19, Murung Raya 31, serta Gunung Mas 19 kasus laporan.
Untuk menjaga kerahasiaan, KPK juga enggan memberitahu, daerah mana-mana saja yang termasuk dalam 94 kasus terindikasi tipikor hasil telaah. “Nanti ketahuan,” tepisnya ketika ditanya apakah 94 kasus yang mengerucut itu tersebar di semua kabupaten.
Laporan dugaan korupsi dari Kalteng yang masuk ke KPK itu tercatat sejak tahun 2004 hingga 2009. Johan membantah pihaknya membiarkan sejumlah laporan yang masuk ke KPK. Menurut dia, untuk menindaklanjutinya, perlu waktu dan ada tahapan-tahapannya. Sebagai langkah awal, yakni dengan meneelaah kasus per kasus.
“Fungsi telaah di KPK itu, melihat apakah pengaduan itu ada unsur tipikor atau nggak. Apakah data-data yang disampaikan ke kita itu cukup valid. Misalnya, bukan surat kaleng, atau hanya melampirkan kliping koran,” kata Johan Budi kepada Radar Sampit di gedung KPK, kemarin.
Setelah ditelaah ada yang mengarah ke tipikor, lanjut Johan, ditelaah lagi apakah ada kewenangan KPK atau tidak. Ditegaskannya, yang menjadi kewenangan KPK itu tipikor pasal 11 Undang-Undang 30 tahun 2002. “Jadi, minimal kerugian negaranya harus Rp 1 miliar. Kemudian ada penyelenggara negara di sana, kalau swasta dengan swasta kita nggak bisa,” tandasnya.
Usai menelaah, sambung Johan, KPK mengecek lagi apakah pengaduan itu disampaikan juga ke polisi atau jaksa. Kalau sudah ditangani kejaksaan dan kepolisian, maka KPK supervisi saja. Supervisi artinya, penanganan tetap di sana, tapi berkoordinasi bisa diambil-alih KPK.
Pria berkacamata itu mengatakan, kalau secara umum, dari 30 ribu laporan se-Indonesia yang masuk ke KPK, lebih dari 80 persen di antaranya bukan tindak pidana korupsi. Ini karena kasus-kasus yang mestinya perdata, juga dilapor ke KPK. Begitu juga dengan kasus yang kecil-kecil, masalah KUD yang cuma Rp 1 juta-Rp2 juta juga dilaporkan ke KPK.
Banyaknya laporan yang masuk ke KPK ini setidaknya menunjukkan besarnya apresiasi masyarakat terhadap kinerja KPK selama ini. Menyikapi hal itu, Johan Budi menegaskan, KPK akan bergerak turun bukan cuma di pusat. Tapi sesuai permintaan masyarakat, KPK bergerak dari Papua sampai Aceh.
“Sekarang kita ingin tangani satu provinsi itu paling tidak satu kota. Di Papua sudah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan juga sudah, di samping yang pusat juga harus ditangani. Untuk Kalteng, ada yang sedang disupervisi dan koordinasi KPK dengan Kapolda,” pungkas Johan Budi. (***)

Tidak ada komentar: