Oleh: Alfrid Uga
PALANGKA RAYA-Limbah pabrik croude palm oil (CPO) PT Astra Agro Lestari (AAL) dilaporkan warga tumpah lagi. Celakanya kejadian ini telah berulang kali, bahkan sudah bertahun-tahun tanpa tanggungjawab dari perusahan.
Hujan protes warga Desa Runtu Kecamatan Arut Selatan Kabupaten Kotawaringin Barat terhadap perusahan seakan tak pernah ada. Laporan kepada pemerintah setempatpun tak pernah digubris, meski kejadian telah berulang kali.
Menurut salah seorang warga desa setempat, Sapuani (37) yang mengaku sengaja datang ke Palangka Raya untuk melaporkan kejadian ini. Limbah pabrik CPO tumpah kesungai seakan tak disengaja, namun kejadian ini telah berulang kali, bahkan sudah berlangsung lama sejak pabrik didirikan.
”Untuk kesekian kalinya limbah CPO PT AAL mencemari danau, yang terahir terjadi pada tanggal 12 Februari lalu,” ujarnya Sapuani, kepada Radar Sampit, di Palangka Raya, kemarin.
Dikatakannya, modusnya pembuangan limbah tergolong rapi, meski tidak langsung dibuang kesuangai limbah-limbah dari pabrik CPO tersebut dibuang ke parit didalam areal perkebunan pada musim kemarau, dan ketika musim hujan tiba, air dari parit meluap dan lalu mengalir ke danau Sungai Batang Bagar.
”Bila hujan tiba pasti ikan-ikan pada mati. Hal ini kami yakini karena limbah dari pabrik CPO yang sengaja dibuang melalui parit. Ketika hujan tiba lalu meluap dan mengalir ke danau,” tutur Sapuani.
Dia mengungkapkan, kejadian ini telah berulang kali. Bahkan beberapa tahun lalu warga desa Runtu pernah menyampaikan protes ke perusahan namun hanya ditanggapi begitu saja. Selain itu juga pernah dilaporkan ke pemerintah setempat, hingga saat ini juga tidak ada tindakan dari pemerintah.
”Dulu pernah kejadian seisi danau dipenuhi ikan mati. Akibatnya bertahun-tahun baru danau kembali ada ikan, padahal danau tersebut merupakan sumber mata pencaharian masyarkat Runtu, karena hanya danau tersebut satu-satunya tempat masyarakat mencari ikan,” ungkapnya.
Sapuani berharap pemerintah setempat dapat berlaku bijak dan memberi sangsi kepada perusahan. Menurutnya masyarakat sangat dirugikan, tidak hanya ikan yang mati namun masyarakat yang menggunakan air sungai sebagai kebutuhan sehari-hari, mulai dari keperluan mandi, mencuci dan kakus (MCK) hingga untuk kebutuhan air minum sangat merasakan dampaknya.
”Kalu terjadi hujan limbah pabrik turun, dapat dipastikan ikan mati dan seluruh warga yang menggunakan air sungai untuk kebutuhannya sehari-hari mengalami rasa gatal-gatal hingga sakit perut,” imbuhnya.
Sementara itu pihak perusahan PT. AAL ketika dihubungi Radar Sampit melalu telepon mengaku belum mengatahui adanya kejadian tersebut, bahkan ia baru tahu setelah dikonfirmasi oleh wartawan koran ini.
”Oh saya belum tahu. Saya belum dapat laporan, baik dari warga setempat mapun dari pihak penanggungjawab pengolahan limbah. Nati saya cek dan minta informasinya dari penanggungjawab,” ujar Manejer Community Development (CD) PT AAL, Setio, Jumat (20/2) kemarin.
Terpisah, Koordinator Save Our Borneo (SOB), Nordin, mencurigai air limbah yang dibuang dari unit penglohan limbah (UPL) tidak sesuai dengan standar baku mutu limbah cair yang ditetapkan berdasarkan keputusan Mentri Lingkungan Hidup dengan BOD 100 Mg/1dan ph 6-9.
“Untuk memenuhi standar penglohan limbah yang sesuai dengan standar baku mutu harus memakai 9 kolam pengolahan limbah, tetapi yang sering terjadi perusahan hanya memakai 7 kolam pengolahan limbah. Nah yang terjadi di PT AAL ini saya kira mereka hanya memakai 7 kolam penampung, jelas ini tidak memenuhi standar,” imbuhnya. (***)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar