25 Mar 2009

Buruh Sawit Rawan Tekanan Politik


Masyarkat Diminta Ikut Mengawasi
Laporan: Alfrid U

PALANGKA RAYA-Isue adanya sejumlah pengusaha perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Tengah (Kalteng) yang menekan karyawan untuk memilih salah satu partai politik (parpol), Caleg dan calon anggota DPD RI, setidanya menyita perhatian Panwaslu Kalteng.
Menurut Ketua Panwaslu Kalteng, Tantawi Jauhari, para karyawan perkebunan kelapa sawit yang jumlahnya ribuan orang memang rawan dimanfaatkan dalam situasi pemilu sekarang ini. Sebab kemungkinan terjadi adanya tekanan dari pihak pemilik saham untuk memilih parpol, caleg, dan calon anggota DPD RI tertentu, sehingga patut diwaspadi.
”Bayangkan satu perusahan perkebunan kelapa sawit, kalau diasumsi satu hektar 3 orang, bila ada 100 ribu hektar dan itu dimiliki oleh satu orang, maka itu bisa jadi sebagai kantong suara bagi parpol, Caleg dan calon anggota DPD RI tertentu. Hal ini patut diwaspadai,” ujarnya, kepada Radar Sampit di ruang kerjanya, kemarin.
Terkait dengan kemungkinan terjadinya praktik tekanan bos perusahan terhadap karyawan, Tantawi mengatakan pihaknya akan memfokuskan pengawasan terhadap perusahan, parpol, Caleg dan calon anggota DPD, meski ia mengaku tak sepenuhnya bisa semua diawasi terkait kecilnya jumlah personil Panwaslu dibandingkan luasnya pengawasan.
”Saya berharap pengawasan juga tidak hanya dari Panwaslu saja, tetapi juga dari masyarakat. Parpol, Caleg dan calon anggota DPD RI lainnya yang merasa dirugikan dengan adanya praktik semacam itu harus juga melakukan pengawasan,” ungkap Tantawi, seraya berharap partisipasi semua pihak untuk menjaga kemurnianya pesta demokrasi yang digelar 9 April mendatang.
Tantawi mengemukakan, bukan rahasia lagi jika banyak pemilik perusahan yang mendukung parpol, Caleg dan calon anggota DPD tertentu. Apalagi tidak sedikit petinggi parpol memiliki hubungan khusus dengan pemilik perusahan, dan bahkan ada sejumlah Caleg dan calon anggota DPD RI juga pemilik perkebunan kelapa sawit di Kalteng.
”Saya berharap karyawan tidak takut menggunakan hak pilihnya sesuai keinginan pribadinya dengan tetap memegang azas, bebas dan rahasia. Jika ada tekanan kami harapkan karyawan melapor langsung ke Panwaslu setempat,” tegas mantan aktivis kampus, alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Palangka Raya ini.
Terpisah, Caleg DPR RI nomor urut 1 Dapil Kalteng, dari Partai Persatuan Daerah (PPD), Jefferson Dau, SH, mengaku jika hal tersebut terjadi, maka yang sangat dirugikan adalah parpol dan sejumlah Caleg lainnya, oleh karenya ia berharap Panwaslu bisa berperan lebih aktif lagi mengawasi kemungkina hal tersebut terjadi.
Lebih lanjut, Jefferson mengemukakan, ia dapat memahami bila luput dari pengawasan Panwaslu terkait dengan jumlah personil, namun ia berharap Panwaslu bisa menerima dan menindaklanjuti laporan dari masyarakat. ”Kalau Panwaslu juga tidak merespon laporan masyarakat, sebaiknya dilaporkan ke Banwaslu di Jakarta,” pinta, pengecara ternama asal Kalteng yang tinggal di Jakarta.
Pengacara senior yang pernah menjadi ketua tim pengacara 103 orang warga Kalteng yang terlibat kerusuhan sampit ini, menuturkan, ia juga mendengar informasi adanya sejumlah partai besar, Caleg dan calon anggota DPD RI menjadikan karyawan perusahan sebagai basis pendudukung. Untuk itu ia berharap sejumlah parpol kecil bisa ikut mengawasi terjadinya praktik pemaksaan terhadap karyawan untuk memilih parpol, Caleg dan calon anggota DPD RI tertentu.
”Praktik semacam ini tentu merusak tatanan demokrasi di Indoensia. Diharapakn untuk membatasi praktik curang yang melibatkan pengusahadan parpol, masyarkat dan parpol yang merasa dirugikan untuk turut mengawasinya. Bila terbukti segera melapor ke Panwaslu setempat,” tutur Jefferson. (***)

Tidak ada komentar: