27 Mar 2009

Subandi Tantang Bupati Sukamara

Buka Fakta Sengketa Antara PT KSK dengan Petani Plasma

Laporan: Alfrid U

PALANGKA RAYA-Pernyataan Bupati Sukamara, Achmad Dirman melalui Kepala Bagian Ekonomi Setda Sukamara, M Yusuf, menyebutkan semua petani plasma sudah menerima saldo cadangan atau saldo akhir dari PT. Sawit Kalimantan Kusuma (KSK), cukup membuat anggota DPRD Kalteng, Achmad Subandi naik pitam.
Secara terbukan Subandi menantang Bupati Sukamara buka fakta dan data yang sebenarnya terkait sengkata petani dengan PT KSK. Dari laporan petani yang ia terima hingga saat ini, ada sekitar 50 persen dari 2000 petani plasma yang belum menerima.
”Bupati harus berani dan trasparan mengungkapkan data dan fakta yang sebenarnya tentang pola kemitraan PT KSK dengan masyarakat desa Balai Riam dan Desa Permata Kecubung, jangan hanya berpolemik di media saja,” ujarnya, di Palangka Raya, Kamis (26/3) kemaren.
Subandi mengemukakan, data yang sebenarnya, sebagaimana yang ia terima dari petani, misalnya Desa Balai Riam, yang sudah menerima sebanyak 50 KK, sementara yang tidak menerima sebanyak 125 KK. Sedangkan Desa Ajang yang sudah menerima sebanyak 35 KK, sementara yang tidak menerima sebanyak 165 KK, dan kemudian Desa Lupu Karuca yang sudah menerima sebanyak 59 KK, sementara yang tidak menerima sebanyak 66 KK.
Selanjutnya, SP 1/atau Bukit Sungkai yang sudah menerima sebanyak 192 KK, sementara yang tidak menerima sebanyak 208 KK. Berikutnya, SP 2/Kuningan Baru yang sudah menerima sebanyak 244 KK, sementara yang tidak menerima sebanyak 104 KK. Sedangkan, SP 3/Bangun Jaya yang sudah menerima sebanyak 324 KK, sementara yang tidak menerima sebanyak 26 KK, dan SP 4/Natai Kondang yang menerima sebanyak 89 KK, sementara yang tidak menerima sebanyak 311 KK.
”Dari data yang disampaikan petani tersebut, bagaimana mungkin Bupati Sukamara menyebutkan semua petani sudah menerima pembayaran dari PT KSK. Ini kan unik, ada beberapa desa hampir 70 persen menerima, bahkan ada yang terbalik baru 30 persen yang menerima, sementara yang tidak sekitar 70 persen, hal ini menjadi tanda tanya,” ungkap Subandi.
Bupati Sukamara mengatakan semua petani menerima. Kalau demikian, tegas Subandi, beranikah Bupati mengungkapkan data dan fakta sebenarnya, padahal fakta dilapangan hampir sekitar 60 persen petani belum menerima saldo cadangan tersebut.
”Ini jelas kondradiktif antara pernyataan Bupati Sukamara dengan data yang dimiliki petani sendiri. Bahwa Bupati menyebutkan semua petani sudah menerima pembayaran sebanyak Rp 9,5 Miliar dari PT KSK,” tegas Subandi seraya menantang Bupati buka fakta yang sebenarnya.
Subandi menguraikan, berdasarkan rekap slip setoran simpanan petani per bulan melalui Koperasi Beringin Jaya, setiap habis panen sawit selama 8 tahun, total nilai setoran petani plasma sebanyak Rp 23 Miliar, sedangkan Rp 9,5 miliar itu diterima setelah dipotong pinjaman tanpa bunga.
”Yang menjadi aneh pinjaman tanpa bunga ini adalah pinjaman yang tidak ada dalam MoU, dan dikategorikan bermasalah, yang artinya bermasalah disini petani tidak tau digunakan untuk apa pinjaman tanpa bunga ini. Kalau PT KSK berdalih untuk meningkatkan perlakuan terhadap tananam supaya subur, buktinya penghasilan petani masih rendah Rp 100-200 ribu per bulan. Inilah yang perlu disampaikan fakta sebenarnya,” beber Subandi.
Lebih jauh Subandi mengungkapkan, rapat terakhir yang dipimpin Bupati Sukamara pada tanggal 28 Februari, dalam rapat itu petani menyatakan tidak menyetujui pembayaran ecraow count terhadap yang flus saja setelah dipotong pinjaman tanpa bunga, akan tetapi Bupati tidak mencantumkan keinginan masyarakat itu dalam satu natulensi keputusan rapat.
”Ini menjadi tanda tanya, kalau Bupati mengajak masyarakat untuk bermusyawarah mupakat kenapa keinginan petani pada saat itu yang hadir kurang lebih 300 orang menyatakan tidak setuju ecraow count dibayar seperti itu polanya, yang artinya dipotong setelah dibayar tanpa bunga, dan dibayar secara bertahap tidak dimasukan dalam natulensi rapat,” ucapnya.
Selanjutnya soal sertifikat tanah, Subandi juga menantang Bupati Sukamara untuk mengungkapkan kenapa sertifikat petani itu tidak bisa diambil oleh petani. Padahal dalam perjanjian MoU antara petani dengan PT KSK, sertifikat itu sebagai jaminan kredit dan apabila kredit lunas akan dikembalikan. ”Sekarang kredit sudah lunas per desember 2008, sertifikat semestinya harus dikembalikan kepada petani. Tetapi faktanya hingga sampai sekarang belum juga dikembalikan kepada petani,” imbuh Subandi.
Terkait lambatnya penyerahan sertifikat tanah milik petani tersebut, Subandi menduka ada permainan antara Bang dengan pihak PT KSK. Hal tersebut terbukti ketika dikonfirmasikan dengan pihak Bank Danamon di Pontianak, dalam penjelasan Bank terjadi rescheduling atau perpanjangan kredit.
”Bagaimana sikap Bupati, setelah tahu bahwa sertifikat tanah petani itu perpanjangan oleh pihak PT KSK tanpa persetujuan petani. Inilah faktanya kenapa sertifikat tanah petani itu hingga saat sekarang belum juga dikembalikan, padahal petani sudah melunasi kreditnya per Desember 2008 lalu,” pungkas anggota dewan yang mengaku juga pemilik dari 3 hektar kebun sawit yang bermasalah dengan PT KSK tersebut.
Terpisah, salah seorang petani, Kristian, saat dikonfirmasi melalui telepon, membenarkan bahwa pihaknya menolak pembayaran dengan dua tahap, namun kenyataannya pihak pemerintah tidak mencatatkan pernyataan penolakan tersebut dalam natulensi.
”Demikian halnya dengan pembayaran, dari Rp 23 Miliar baru Rp 9,5 Miliar yang dibayarkan oleh pihak PT KSK, itupun dibayar dalam dua tahap, padahal kami tidak menginginkan pola pembayaran seperti itu. Dengan telah dibayarkan Rp 9,5 Miliar tersebut PT KSK mengklaim seluruh saldi cadangan sudah dibayarkan kepada petani padahal yang belum dibayarkan masih sekitar Rp 13,5 Miliar,” jelasnya. (***)

Tidak ada komentar: