3 Agu 2009

Kabut Asap Ganggu Penerbangan


Laporan: Alfrid U

PALANGKA RAYA-
Kabut asap tebal menyelimuti sejumlah kota di Kalimantan Tengah akibat kebakaran lahan mulai menganggu jalur penerbangan. Khususnya untuk penerbangan perintis dari Bandara Tjilik Riwut Palangka Raya menuju sejumlah bandara di Kalteng.
Akibat kabut asap yang terjadi sekitar pukul 05.00 – 07.00 WIB, Jumat (31/7) kemarin, jarak pandang di landas pacu bandara Tjilik Riwut di bawah 1 kilometer. Kondisi ini, mengakibatkan pesawat Avia Star yang akan terbang ke sejumlah kabupaten mengalami penundaaan sekitar 30menit.
Menurut pengamat pengamat cuaca Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Provinsi Kalteng, Jhon Pieter, dengan kondisi jarak pandang 1 kilomter tak layak untuk aktiviats penerbangan, tak hanya bagi pesawat perintis juga pesawat poker lainnya.
“BMKG telah menginformasikan hal itu kepada petugas di bandara yang kemudian diteruskan ke pilot pesawat yang akan lepas landas agar menunda penerbangan karena cukup berbahaya. Pesawat Avia Star yang akan terbang ke sejumlah kabupaten sempat mengalami penundaaan sekitar 30menit,” ujarnya kepada sejumlah wartwan di Palangka Raya, kemarin.
Dikemukakannya, kabut asap tebal di khusus untuk Kota Palangka Raya terjadi pada sore hingga keesokan paginya, akibat kebakaran gambut dan lahan pekarangan kosong di sekitar bandara Tjilik Riwut Palangka Raya.
Ditambahkan Jhon, biasanya, pada pukul 08.00 WIB atau menjelang siang kabut asap mulai menipis dan jarak pandang berangsur normal, yakni sekitar 5 km, sehingga tak menganggu jalur penerbangan antar provinsi. “Setelah jam 08.00 keatas, jarak pandang sudah normal dan aman untuk penerbangan,” katanya.
BMKG memperkirakan, kebakaran lahan di Kalteng akan terus berlanjut mengingat curah hujan masih sedikit serta cuaca yang panas dan kering, sehingga berpotensi menimbulkan kebakaran.
Terpisah, Staf Deteksi Dini Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Kalteng, Andreas Dody, mengungkapkan kabut asap cukup pekat mulai menyelimuti Kota Palangka Raya sejak Selasa (28/7) lalu, khususnya pada pagi dan menjelang malam hari seiring semakin maraknya aktivitas warga yang melakukan kegiatan pembakaran lahan.
"Kabut asap telah menyebabkan jarak pandang agak berkurang pada pagi dan sore hari karena aktivitas pembakaran mulai meningkat," ungkapnya kepada sejumlah wartwan di Palangka Raya. kemarin.
Kabut asap mulai menyelimuti wilayah Kota Palangka Raya pada pagi sekitar pukul 06.00 WIB yang menyebabkan jarak pandang kurang dari dua kilometer, meski menjelang siang mulai menipis dan hilang.
Dody mengatakan, munculnya kabut asap tebal itu karena adanya akumulasi asap hasil kebakaran lahan pada siang dan sore hari yang kembali turun ke daratan pada malam hari akibat suhu udara yang dingin. “Kabut asap tipis yang umumnya muncul pada sore hari merupakan dampak langsung pembakaran lahan yang terjadi di wilayah pinggiran kota ,” tandasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, aktivitas titik hotspot (titik panas) di sejumlah wilayah kabupaten/kota di Kalteng menunjukan peningkatan yang signifikan dari hari kehari. Dari 6 bulan sebelumnya, meningkat menjadi 127 titik pada bulan Juli atau naik 108 persen.
Peningkatan yang cukup tajam terjadi antara bulan Januari-Juni 117 titik, naik menjadi 127 titik pada bulan Juli. “Yang terbakar sebagian besar merupakan kawasan KPP/KPPL serta lahan masyarakat untuk pembukaan ladang,” kata Staf Deteksi Dini BKSDA Kalteng, Andreas Dody, kemarin.
Berdasarkan pantauan satelit NOAA yang dirilis Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalteng, titik panas tertinggi diwilayah kotawaringin, yakni sebenyak 64 titik panas. Diantaranya, Seruyan 21 titik, Kobar 16 titik, Kotim 15 titik, Lamandau 8 titik, Katingan 4 titik dan Sukamara 1 titik.
Sedangkan pada bulan Juli daerah kabupaten yang paling banyak, adalah Kabupaten Pulang Pisau sebanyak 27 titik. Sementara Kabupaten Kapuas 19 titi, Gumas 10 titk, Kota Palangka Raya 6 titik. “Hanya 4 kabupaten yang bersih dari pantauan hotspot, yakni, Mura, Barsel, Bartim, dan Barut, dimana keempatnya berada di wilayah Barito serta sebagian besar merupakan kawasan hutan lindung,” ungkapnya.
Ditanya apakah kawasan lindung di wilayah lain yang sudah dirambah api. Menurut Dody hingga saat ini belum ada yang terbakar. Meski demikian, pihaknya tetap siaga untuk mengamankan hutan lindung dari kebakaran.
Lebih lanjut dikatakan, status siaga satu yang diterapkan Pemprov Kalteng masih belum dicabut dan masih berlaku, sehingga BKSDA Kalteng tetap menyiagakan personel di 4 daerah operasi untuk pengendalian kebakaran lahan guna mencegah timbulnya kabut asap.
Meski demikian, pihaknya menyayangkan posko induk pengendalian kebakaran lahan tingkat provinsi masih belum dibuka Pemprov. Padahal, posko tersebut sangat diperlukan untuk melakukan koordinasi dengan posko kabupaten. “Kami berharap posko tersebut segera dibuka untuk memudahkan tugas pengendalian kebakaran lahan,” katanya.
Menyinggung luasan lahan yang terbakar, Dody mengungkapkan, hingga Juli ini, kebakaran lahan yang terjadi di Kalteng telah mencapai luasan sekitar 143,80 hektare.“Lahan seluas itumerupakan lahan yang berhasil dipadamkan regu manggala agni, kemungkinan luas lahan yang terbakar lebih dari itu,” jelasnya.
Dody menambahkan, lahan terbakar terbanyak terjadi di daerah operasi (Daops) I Palangka Raya dengan luasan sekitar 71,80 hektar yang berhasil dipadamkan, kemudian Daops II Kapuas 58 hektar, dan Daops IV Pangkalan Bun 14 hektar.
Meski Palangka Raya terluas, lanjutnya, namun, kebakaran tersebut tak terdeteksi satelit NOAA. Hal ini disebabkan beberapa faktor, diantaranya, panas tak mencukupi (satelit NOAA mendeteksi panas di atas 45 derajat celcius), satelit terhalang awan, serta saat satelit melintas kebakaran tersebut telah padam. (*)

Tidak ada komentar: