Laporan: Alfrid U
PALANGKA RAYA-Sikap lamban dan terkesan diam yang ditunjukan Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang, terkait penanganan terhadap sejumlah perusahan besar suasta (PBS) perkebunan kelapa sawit pelaku pembakaran lahan, mengundang reaksi keras dari Wahana Lingkungan Hidup Indoensia (Walhi) Kalteng.
Menurut Direktur Eksekutif Walhi Kalteng Ari Rompas, perusahaan yang ditemukan membakar lahan seharusnya di cabut izin-nya dan di proses secara hukum. Hal ini menunjukan pemerintah berlaku adil bagi aktivitas perusahaan yang melakukan pembakaran lahan, karena sebelumnya tindakan ini sudah di terapkan kepada masyarakat yang ditemukan atau ditemukan lahanya sedang terbakar.
“Seharusnya pihak yang berwenang segera memangil pihak perusahaan dan mencabut izin perusahaan yang melakukan pembakaran lahan. Hal ini menjadi tantangan bagi pemerintahan di Kalteng supaya tidak tebang pilih terhadap para pembakar lahan,” ujarnya, ketika ditemui di ruang kerjanya, Jumat (8/8) kemarin.
Dia menandaskan, pemrintah harus mengambil sikap tegas terhadap perusahan kelapa sawit nakal. Tindakan tegas sudah sepantasnya dilakukan karena kerugian yang diakibatkan oleh pembakaran lahan berdampak pada berbagai aspek, dimana aspek kesehatan dan lingkungan yang tercemar akibat kabut asap yang di timbulkan karena praktek pembakaran.
“Belum lagi kerugian lainya yang berdampak pada aktivitas ekonomi yang secara langsung akan berpengaruh pada perekonomian karena ulah biadab para perekebunan kelapa sawit nakal ini,” tandasnya, gerah melihat perilaku para perkebunan sawit, namun nyaris tanpa tindakan dari bahkan aparat Kepolisian.
Ditegaskannya, aparat Kepolisian dalam hal ini Polda Kalteng dan jajarannya jangan sampai ada kompromi hukum dengan para pelaku pembakar lahan. Seperti yang dilakukan selama ini, perusahan yang melakukan pembakaran dip roses kemudian dikeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP-3) dengan alasan tidak cukup bukti.
“Sudah jelas kok. Kebakaran ada diwilayah perusahan perkebunan kelapa sawit. Terlepas siapa yang membakar, tetapi itu sudah menjadi tanggungjawab pemilik lahan. Apalagi izinya sudah diberikan pemrintah, yang artinya sudah emnjadi tanggungjawab pemegang izin. Tapi masih bisa saja polisi berkilah tidak cukup bukti. Sangat disayangkan sekali sikap polisi, sementara masyarakat diproses,” beber pria yang akrap disapa rio ini.
Dia menambahkan, pada tahun 2006 lalu Walhi Kalteng pernah menyampaikan pengaduan kepada Polda Kalteng terkait aktivitas pembakaran lahan yang dilakukan PT. Agro Bukit dan PT. Sarana Titian Permata. “Namun tidak diteruskan pengusutanya bahkan di SP -3 kan oleh pihak kepolisian berkaitan laporan yang di sampaikan oleh Walhi Kalteng. Bahkan untuk tahun ini PT. Agro Bukit kembali melakukan pelanggaran hukum yang sama,” imbuhnya.
Tantangan sekarang, ucapnya, pemerintah seharusnya bertindak tegas untuk mencabut izinya perusahan perkebunan tersebut. Sebab terbukti tidak bisa menjaga wilayahnya, yang sudah diberi tanggungjawab oleh pemrintah melalui izin hak guna usaha (HGU), dan izin lokasi.
“Kalau perusahan memang tidak bisa menjaga wilayahnya lagi. Sebaiknya pengelolaan diberikan kepada masyarkat kaum tani saja yang dirampas tanahnya. Walapun demikian, sebagai negara hukum, kepolisian segera menindaklanjuti dengan melakukan penyelidikan terhadap perusahaan yang melakukan pembakaran supaya masyarakat Kalteng dan Indonesia tidak dirugikan akibat citra buruk prilaku biadab perusahaan,” pungkasnya. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar