15 Agu 2009

Sepekan Penyelidikan, Diakui Belum Ada Hasil

Terkait Titik Panas di 14 Perkebunan Kelapa Sawit

Laporan: Alfrid U

PALANGKA RAYA-
Pandangan miring, menuding pemerintah dan aparat kepolisian tak berlaku adil terhadap masyarakat kecil, nampaknya tak berlebihan. Tim kusus, baik yang dibentuk pemerintah provinsi mapun Polda Kalteng yang diturunkan untuk melakukan pengecekan dan penyelidikan di lapangan terkait titik panas di 14 lokasi perkebunan kelapa sawit, hingga kini belum ada hasilnya.
Sementara masyarakat kecil, pasca pencabutan Pergub 52/2008 tentang Pedoman Pembukaan Lahan dan Pekarangan Bagi Masyarakat di Kalteng oleh gubernur tiga hari lalu, masyarakat yang melakukan pembakaran, satu persatu ditangkap polisi. Catatan Radar Sampit, ada tiga orang warga Kalteng yang ditangkap pihak kepolisian, dua di Palangka Raya, satu di Pangkalan Bun Kotawaringin Barat.
Ketiganya ditangkap, lantaran membakar lahan kebun dan pekarangan, dengan tuduhan melanggar UU No: 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan, UU No: 23 Tahun 2007 tentang Lingkungan Hidup dan UU No: 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, dengan ancaman penjara 10-15 tahun dan denda puluhan hingga ratusan juta rupiah.
Tim khusus yang diturunkan melakukan pengecekan dan penyelidikan lapangan, sudah bekerja hapir sepakan lalu belum menemukan hasil. Hal tersebut diakui Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Kalteng, Farinthis Sulaeman. “Hot Spot di perkebunan masih dilakukan ground cek. Hasil pengecekan masih belum bisa dipastikan kapan selesainya,” ujarnya, kepada sejumlah wartawan di Palangka Raya, kemarin.
Diakui Farintis, meski pihaknya telah menurunkan tim ke lapangan, hingga saat ini masih belum ada hasilnya. Menurut dia, tim tak bisa langsung mengecek secara keseluruhan di semua lokasi perkebunan yang terpantau titik panas. “Kami juga suda meminta agar dinas/instansi terkait di kabupaten setempat dapat membantu melakukan pengecekan lapangan. Hasilnya tunggu dari lapangan,” ungkapnya.
Terkait pernyataan tegas gubernur, perusahan kelapa sawit yang terbukti melakukan land clearing dengan cara membakar akan mencabut izin usaha perkebunan. Farintis mengatakan tak bisa semata-merta dicabut. Kewenangan provinsi terbatas, izin yang bisa dicabut gubernur hanya perkebunan lintas kabupaten.
”Kalau perkebunan berada di satu kabupaten, kewenangan pencabutan ada di kepala daerah setempat, karena yang mengeluarkan izin adalah bupati setempat. Lain halnya kalau perkebunan tersebut berada di dua wilayah kabupaten, karena izinnya dikeluarkan oleh gubernur, maka gubernurlah yang berhak mencabutnya,” imbuh Farintis.
Farisntis menegaskan, sejak awal perusahaan perkebunan memang dilarang keras membakar lahan, baik disengaja maupun tidak. Terbukti mapun tidak terbukti melakukan pembakaran, karena lalai menjaga wilayahnya yang telah diberikan izin pengelolaannya oleh pemerintah, maka perusahan tersebut mempertangungjawabkannya.
”Sesuai UU Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan, UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup, dan UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Selain sanksi admisnitrasi berupa pencabutan izin, yang paling berat merupakan sanksi pidana berupa penjara dan denda,” katanya.
Ditempat terpisah, Waka Polda Kalteng, Kombes Pol. Irsan Wijaya mengatakan, penyelidikan tim khusus bentukan Polda juga masih belum ada hasil, namun, pihaknya telah mengkoordinasikan dengan Polres hingga Polsek se-Kalteng untuk segera melakukan pengecekan di lapangan begitu ada indikasi lahan perkebunan yang terbakar.
“Hot spot di perkebunan memang ada. Tapi, kadang sulit juga mengatakan apakah itu hutan yang dibakar atau hanya titik panas semata, makanya perlu cek langsung dilapangan. Pengecekan lapangan kita sudah tugaskan Polres dan Polsek setempat. Hasilnya masih menunggu laporan tim dari lapangan,” pungkasnya.
Seperti diketahu, Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Kalteng merilies, berdasarkan pantauan melalui satelit NOAA, mendeteksi sebanyak 22 titik panas di 14 lahan perkebunan sawit. Pada 31 Juli – 7 Agustus 2009. PBS tersebut diantaranya, PT Harapan Sawit Hibrida dan PT Kalimantan Sawit Kesuma di Kabupaten Sukamara, PT Bulau Sawit Bajenta, PT Sarana Titian Permata, dan PT Rimba Harapan Sakti di Seruyan, dan PT Sumber Mahardika Graha.
Kemudian PT Graha Inti Jaya di Kabupaten Kapuas, PT First Lamandau, PT Perkebunan Nusantara XIII, dan PT Kalimantan Sawit Abadi, di Kotawaringin Barat, PT Agro Bukit dan PT Maju Aneka Sawit di Kotawaringin Timur, PT Hampalit Jaya di Katingan, dan terakhir PT Tapian Nadegan di Seruyan. (*)

Tidak ada komentar: