20 Jul 2009

Bulog Serap 8.000 Ton Beras Produksi Petani Kalteng

Laporan: Alfrid U

PALANGKA RAYA-
Menghadapi musim tanam, Kepala dinas Pertanian dan Peternakan Kalteng Tute Lelo mengingatkan para agar petani Kalteng selalu menggunakan bibit unggul bila ingin meningkatkan produktivitas padi.
Menurut Tute saat ini petani Kalteng telah menggunakan lebih dari 50 persen bibit unggul. Bibit unggul tersebut jatah dari Bantuan Langsung Bibit Unggul (BLBU)
dari pemerintah pusat hanya 1.112,5 ton ditambah 3.383 ton bibit unggul dari pemerintah provinsi dan kabupaten/kota yang dianggarkan pada APBD mereka.
Nemun demikian, ia merasa kurang, bila luas areal tanam 261.445 hektar di provinsi ini, harusnya dibutuhkan benih 6.536 ton. “Penggunaan bibit unggul lebih dari 50 persen, ini adalah upaya petani untuk meningkatkan produksi padi mereka,” ujarnya di Palangka Raya, (16/7) kemarin.
Dikemukakan Tute, sekitar 50 persen lagi petani Kalteng yang tidak menggunakan bibit unggul adalah petani tadah hujan atau petani ladang. Petani tersebut lebih memilih menggunakan bibit lokal karena hanya untuk konsumsi sendiri, bukan untuk dijual. “Memang masih ada sebagian petani yang masih menggunakan bibit lokal, namun mereka lebih memfokuskan untuk konsumsi pribadi bukan untuk dikomersilkan,” jelas Tute.
Lebih lanjut ia menjelaskan, penggunaan bibit lokal ini, terutama di daerah dataran tinggi seperti di kabupaten Murung Raya, sebagian Barito Utara, Lamandau, Sukamara dan sebagian Katingan. Penggunaan bibit lokal selain berada pada
dataran tinggi, juga menggunakan ladang tadah hujan dengan asumsi rasanya
lebih enak tanpa menghitungkan cost pengeluaran.
“Tapi kalau petani di daerah lebak seperti Bartim, Barsel, Kapuas, Pulang
Pisau, Barut, Kotim, Katingan sebagian hilir, dan Seruyan, mereka lebih memilih menggunakan bibit unggul,” jelasnya dengan rinci.
Pada kawasan lebak, biasanya petani tidak mengandalkan musim penghujan dan umumnya musim tanam pada bulan April September (Asep) berlainan dengan padi lokal atau juga disebut padi gunung, umumnya menunggu memasuki musim penghujan pada kisaran Oktober Maret (Okmar). ”Alasan mereka, padi lokal tidak mau ditanam pada daerah-daerah dataran rendah karena ditakutkan terendam banjir,” tukasnya.
Disinggung total luasan untuk padi ladang, Tute mengungungkapkan hanya berkisar 102 hektar, dari luas areal tanam di Kalteng sebanyak 261.445 hektar, selebihnya adalah padi sawah yang menggunakan bibit unggul. Petani yang menggunakan bibit unggul beralasan untuk mengejar kuantitas produksi padi.
“Lebih bagus kalau banyak padi sawah, memang sasaran kita makin sedikit padi
ladang makin bagus. Jadi mereka beralih ke padi sawah, karena menggunakan
bibit unggul dan lebih mementingkan sisi ekonomisnya,” jawabnya. ”Bantuan benih unggul tersebut diberikan secara gratis dengan prioritas sasaran untuk para petani di wilayah sentra pertanian padi,” pungkasnya menimpali.
Ditempat terpisah, Kepala Bidang Pelayanan Publik, Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) Divisi Regional Kalteng, Zulkifli mengatakan Bulog Kalteng mulai menyerap beras hasil petani Kalteng. Saat ini sudah terserap sekitar 8.000 ton dari yang ditargetkan tahun sebesar 18.000 ton.
Dia berharap target tersebut bisa tercapai sampai akhir tahun nanti karena dalam waktu dekat sejumlah daerah akan memasuki masa panen. Sesuai Harga Pembelian Pemerintah (HPP), harga beli oleh Bulog ditetapkan Rp 4.600 per kilogram. ”Penyerapan beras cukup besar biasanya dari Kabupaten Kapuas, Pulang Pisau, Katingan, Barito Selatan dan Barito Utara,” imbuhnya. (*)

Tidak ada komentar: