7 Apr 2009

Jangan Pilih Politisi Busuk

Juga yang Tidak Berkualitas

Laporan: Alfrid U


PALANGKA RAYA-Pemilihan Umum Legislatif 9 April tinggal dua hari lagi. Wahana Lingkungan Hidup Indoenesia Kalimantan Tengah (Walhi Kalteng) kembali mengingatkan warga, jangan pilih politisi busuk. Busuk karena terlibat korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), dan busuk karena terlibat pelanggaran HAM.
”Saya menghimbau agar masayarakat ikut mencegah politisi busuk masuk di legislatif dengan tidak mencontreng nomor urut calon, atau nama calon yang masuk dalam kriteria tersebut,” ujar Direktur Eksekutif Walhi Kalteng, Ari Rompas, ketika ditemui di ruang kerjanya, Senin (6/4) kemarin.
Pria yang akrap disapa Rio ini mensinyalir ada sejumlah calon anggota legislatif (caleg) dan calon anggota DPD RI yang terlibat serangkayan peristiwa kekerasan. Penganiayaan dua aktivis lingkungan dari Telapak Indoensia, penganiayaan terhadap wartawan senior, almarhum Abi Kusno dan penganiayan ratusan orang hingga tewasnya satu orang warga Desa Runtu Kecamatan Arut Selatan, Kabupaten Kotawaringin Barat.
”Saya melihat ada beberapa nama-nama Caleg yang terlibat, dan sekarang masuk dalam daftar peserta Pemilu. Hal ini tentu berbahaya bagi lembaga negara yang diduduku oleh orang-orang busuk, untuk itu kembali saya tegaskan jangan pilih Caleg busuk,” tegas Rio, seraya mengingatkan.
Lebih jauh pria asal Manado ini, mengemukakan, politisi busuk tak hanya terkait peristiwa kekerasan dan pelanggaran HAM, atau terlibat dengan KKN, tetapi politisi yang terlibat pembuatan kebijakan publik yang menyebabkan mahalnya pelayanan kepada masyarakat dan tidak dapat mempertangungjawabkan kekayaannya secara wajar.
Selain itu, ucapnya, politisi yang terlibat kejahatan dibidang lingkungan. Misalnya terlibat langsung dalam perusakan lingkungan, terlibat pembuatan kebijakan yang merusak lingkungan, membiarkan perusakan lingkungan, dan atau terlibat dalam institusi swasta maupun pemerintah yang merusak lingkungan, sepeti pemilik saham tambang dan perkebunan yang tidak ramah dengan lingkungan.
”Ada sejumlah Caleg disinyalir pemilik saham perkebunan, padahal perkebunan tersebut tidak memiliki AMDAL, belum mengantongi hak guna usaha (HGU), merampas tanah rakyat dan menjadi broker jual beli izin. Contohnya di Kabupaten Seruyan, ada 13 izin perkebunan kelapa sawit milik kroni Caleg, yang kemudian dijual ke pengusaha luar,” beber Rio, seraya menimpali.
”Umumnya politisi busuk itu, antara lain tercatat sebagai pelanggar hak asasi manusia, pelaku korupsi, kolusi dan nepotisme, memiliki penyimpangan seksual, memakai narkotika dan obat-obatan terlarang, melakukan kebohongan publik, mencemari lingkungan, serta memiliki kecenderungan memperkaya diri sendiri,” timpal Rio.

Hawatir Calon Tidak Berkualitas Masuk Legislatif
Secara terpisah, mantan Ketua Umum HMI Cabang Palangka Raya, Rano Rahman, menghawatirkan Pemilu kali ini menghasilkan anggota legislatif yang tidak berkualitas. Sebab dalam Pemilu ini masih di dapat para caleg yang tidak paham akan fungsi dan tugasnya sebagai anggota legislatif.
Hal lain yang sangat di sesalkannya, ketika caleg-caleg yang tidak berkulaitas tersebut terpilih ternyata tidak memahami peraturan seperti undang-undang dan peraturan daerah. ”Hal ini terbukti saat saya diksusi tentang pemerintahan daerah dan ternyata sang Caleg tidak paham tentang fungsinya,” imbuh pria yang akrap disapa Rano.
Rano meyakini, banyak Caleg sebagai peserta Pe
mulu 2009 yang tidak berkualitas. ”Saya yakin tidak hanya satu atau dua orang saja Caleg yang tidak paham dan mengerti apa-apa. Untuk itu saya minta masyarakat jangan pilih Caleg tidak berkualitas,” ucapnya, turut diamini mantan Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa Unpar, Ahmadi.
Munculnya para calon-calon legislator yang tidak berkualitas. Menurut Rano, tentunya akan berpengaruh pada jalannya pemerintahan maupun layanan kepada rakyat nantinya, untuk itu ia berharap kepada pemilih teliti dalam memilih calon anggota legislatif pada pemilu 9 April nanti.
”Bagaimana mungkin mereka bisa menjalankan tugas dan fungsinya, kalau saja tidak berkualitas. Dan apakah mungkin mereka bisa mensejajarkan diri dengan eksekutif, yang terdiri dari orang-orang berpendidikan. Ujung-ujungnya apa kata eksekutif itu yang disetujui, meski kebijakan eksekutif merugikan rakyat,” imbuh Rano. (*)

Tidak ada komentar: