31 Jan 2010

BKSDA Desak Pemda Buat Perda Pajak Walet

Laporan: Alfrid U

PALANGKA RAYA-
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) Mega Harianto menilai, sejauh ini potensi pajak dari sarang burung wallet belum memberikan pemasukan berarti bagi daerah ini. Kendati rumah sarang wallet menjamur di sejumlah kota di Kalteng.
Peran pemerintah daerah setempat sangat diperlukan untuk mengatur dan menggali pajak dari usaha ini. Salah satunya dengan enerbitkan pajak sarang burung wallet,” ucap Mega kepada sejumlah wartawan, di Palangka Raya, Kamis (29/1) lalu.
Menurut mega, meski daerah ini memiliki potensi yang besar untuk pengelolaan budidaya sarang wallet, tak akan ada artinya jika pemerintah daerah tidak serius menggarap potensi tersebut. Bahkan ia melihat hamper seluruh daerah yang menjadi pusat budidaya sarang burung wallet belum memiliki peraturan daerah (Perda) tentang ketentuan memungut retribusi dari hasil penjualan sarang burung wallet.
“Sejumlah pemerintah kabupaten bahkan ada yang belum menyiapkan perda
untuk mengatur izin usaha tersebut. Padahal jika pemda mampu mengatur dan menggali pajak dari usaha sarang wallet ini, nilai yang dihasilkan akan mampu mendongkrak pendapatan asli daerah dalam jumlah signifikan,” kata Mega.
Dikemukakan Mega, dari pantauan pihaknya selama ini, daerah yang selama ini menjadi sentra usaha sarang burung walet di Kalteng antara lain Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kotawaringin Barat (Kobar), dan Kapuas, serta sejumlah daerah lainnya.
“Pajak wallet dapat dikenakan sebesar enam persen dari harga pokok sarang burung walet yang ditetapkan pemerintah. Misalkan harga Rp 4 juta per kilogram, setiap kali panen menghasilkan rata-rata 20 kilogram per rumah wallet dalam sebulan, berarti pajak masuk daerah Rp 4,8 juta perbulan,” rinci Mega.
Terkait besarnya potensi pajak sarang burung wallet ini, Mega mendesak Pemda setempat segera membuat Perda penarikan pajak sarang wallet. “BKSDA
dapat membantu dengan melakukan pembinaan, mulai dari pengelolaan,
budidaya, sampai mengeluarkan surat angkut tumubhan dan satwa liar dalam negeri,” ungkapnya.
Dia menambahkan, sebagai gambaran, Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur selama tahun 2009 lalu hanya mampu menghasilkan pajak walet sebesar Rp. 23 juta, padahal perputaran uang dari usaha tersebut diprediksi mencapai Rp.30 miliar hingga Rp. 50 miliar per tahun. (*/Radar Sampit)

Tidak ada komentar: