13 Mei 2009

Walhi Kalteng Protes Sikap Reperesif Polisi

Hari Ini Turunkan Masa, Terkait Penangkapan Aktivis Walhi

Laporan: Alfrid U

PALANGKA RAYA-
Buntut dari penangkapan dan penahanan dua aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indoensia (Walhi), yakni Direktur Eksekutif Walhi Nasional, Berry Nahdian Fuqon dan Kepala Departemen Penguatan Regional, Walhi Nasional, Erwin Usman oleh aparat kepolisian dari Polda Sulawesi Utara (Sulut), mengundang aksi protes dari solidaritas ratusan ribu anggota dan simpatisan Walhi di seluruh Indonesia, tak terkecuali Walhi Kalteng.
Direktur Eksekutif Walhi Kalteng, Ari Rompas menilai pembubaran, penangkapan dan penahanan sejumlah aktivis yang tergabung dalam aksi masyarakat sipil terhadap ketidak adilan iklim yang salah satu pembahasannya dalam topic WOC dan ITC di Manado, Senin (11/5) lalu, merupakan bentuk pembukaman terhadap hak-hak sipil politik masyarakat oleh negara melalui institusi kepolisian.
Padahal menurut, pria berdarah Mando ini, Indonesia merupakan negara yang didirikan atas dasar nilai-nilai demokrasi yang tentunya menjungjung tinggi hak-hak sipil dalam menyampaikan aspirasinya, sebagaimana yang tertuang dalam undang-undang dasar 45 pasal 31 tentang kebebasan menyampaikan pendapat.
”Terkait dengan hal tersebut kami menolak kekerasan yang dilakukan oleh aparat negara, yang bertindak dengan tindakan reperesif. Oleh karenanya kami menyayangkan dan memprotes sikap yang tidak terpuji yang dilakukan aparat negara yang mengatasnamakan hukum,” ujar Ari Rompas yang akrap disapa Rio.
Dikemukakannya, bentuk dari solidaritas dan perlawanan terhadap tindakan reperesif aparat negara tersebut, Walhi Kalteng tak hanya menulis surat protes dan kecaman terhadap Polda Sulawesi Utara, tetapi juga mengirimkan protes terhadap Kapolri, terkait dengan tindakan anak buahnya yang sewena-wena bertindak, justru melanggar hukum dan kebesana yang diatur didalam undang-undang.
”Besok sebagai bentuk kepedulian dan solidaritas sesama anggota Walhi, kami akan menurunkan massa menyampaikan protes terhadap Polda Sulut dan Kapolri melalui Polda Kalteng,” tegas Rio, ketika dibincangi di sejumlah wartawan di Palangka Raya, Selasa (12/5) kemarin.
Meski tak merinci jumlah massa yang turun kejalan, besok (hari ini, red) Walhi Kalteng akan melakukan aksi di depan halaman Markas Polda Kalteng, untuk menyampaikan tuntutan dan mendesak Polda Sulut dan Kapolri melalui Polda Kalteng menghentikan tindakan represif kepolisan kepada aliansi Manado yang sedang menyelenggarakan Forum Kelautan dan Keadilan di Manado.
Selain itu katanya, Walhi Kalteng juga manyampaikan protes keras terhadap tindakan repersif dan penangkapan terhadapa aktivis dan nelayan karena tindakan yang meraka lakukan adalah untuk kepentingan negara dan sudah di jamin dalam undang-undang, dan menuntut kepada Kapolda Sulut untuk segera membebaskan aktivis diantaranya Saudara Berry Nahdian Furqon Dan Erwin Usman karena ditangkap tanpa alasan yang jelas.
”Kami juga akan minta agar pihak Kapolri dan Kapolda Sulut menyampaikan permintaan maaf terhadap tindakan yang dilakukan oleh pihak kepolisian tersebut karena upaya forum kelautan dan keadilan adalah untuk kedaulatan negara atas penjajahan yang coba dilakukan oleh negara asing yang mengincar sumberdaya kelautan di Indonesia melalui kedok WOC CTI,” tegasnya.
Rio mengutarakan, jika ada aparat negara memanggap Walhi sebagai organisasi Illegal, itu merupakan bentuk dari ketidak mampuan aparat negara mengakses informasi tentang kelembagaan Walhi di Indoensia, padahal ucapnya, Walhi sudah berkiprah dan berjuang berpuluh-puluh bersama masyarakat menuntut keadilan atas hak-hak masayarakat kaum tertindas dan lingkungan yang tidak hanya diakui negara namun juga sudah diakui dunia internasioanl.
”Walhi merupakan organisasi yang besar dan sudah berdiri sejak tahun 1982 dan ada di 26 propinsi di Indonesai dengan 314 anggota jaringan. Hal ini menunjukan Walhi merupakan organisasi legal yang mengabdikan kegiatannya untuk pelestarian lingkungan dan pengeloaan SDA yang adil,” jelasnya.
Untuk itu Rio berharap, tak ada lagi aparat negara memandang negatif terhadap Walhi dan berupaya melakukan pembukaman terhadap setiap aksi Walhi, dimana saja di bumi nusantara ini sepanjang tidak melakukan pelanggaran dan nilai-nilai mapun norma-norma hukum di Indoensia.
”Agenda nelayan Manado yang tergabung dalam Aliansi Manado menyelenggarakan Forum Kelautan dan Keadilan, merupakan salah satu bentuk respon dan inisiatif warga negara dari nelayan yang sedang melakukan perjuangan demokrasi atas hak-haknya untuk menyelamatkan sumberdaya kelauatan di Indonesia, khususnya di wilayah Sulut,” imbuh Rio.
Rio menyayangkan, tindakan aparat kepolisian di Manado, sangat tidak mencerminkan demokrasi, dengan membubarkan paksa pertemuan nelayan, melakukan penangkapan para aktivis dan nelayan yang sedang memperjuangkan hak-hak nya untuk kelesamatan hidup dan sumberdaya kelautan untuk perbaikan pembangunan dibidang kelautan di Indonesia.
”Hal ini terbukti, dimana, sejak Jum’at, 9 April 2009, aparat pemerintah dan keamanan Sulawesi Utara telah melakukan sejumlah pelarangan sepihak terhadap persiapan pertemuan Aliansi Manado. Aparat juga menekan pemilik lokasi, dimana Aliansi Manado akan menyelenggarakan pertemuan, dan akhirnya secara sepihak pula membatalkan penggunaan lokasi tersebut. Lebih dari itu, aparat juga melakukan penangkapan aktivis dan nelayan,” pungkasnya. (*)

Tidak ada komentar: