4 Mei 2009

Peringatan Hardiknas di Demo Mahasiswa

Laporan: Alfrid U
PALANGKA RAYA-
Setelah Gerakan Mahasiswa Kalimantan Peduli Pendidikan (GMKPP) Kalimantan Tengah berdemo, satu hari menjelang peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Kini tepat pada Hardiknas, Sabtu (2/5) kemarin, giliran Gerakan Masiswa (Gema) Pembebasan berdemo.
Mereka berjumlah puluhan orang dari berbagai organisasi kemahasiswaan perguruan tinggi (PT) yang ada Kota Palangka Raya menuntut pemerintah segera melakukan langkah-langkah penyelamatan Indoensia, terutama dari kapitalisasi dan liberalisasi pendidikan.
Langkah-langkah yang harus diambil pemerintah tersebut, menurut juru bicara Pengurus Daerah Gema Pembebasan Kalteng, Ahmad Syarif, yakni meminta agar pemerintah serius dalam mengurus pendidikan sehingga dapat terselenggara pendidikan murah.
”Kapan perlu biaya pindidikan digratiskan, dengan demikian masyarkat yang tidak mampu, namun memiliki keinginan sekolah dapat melanjutkan pendidikannya, tanpa ia harus memikirkan biaya pendidikan yang mahal,” ujar Ahmad Syarif, dalam orasinya.
Dalam aksi penyampaian pernyataan sikap tersebut, para mahasiswa peserta demo berorasi, membentangkan spanduk, mengibarkan bendera, dan juga membagi-bagikan selebaran pernyataan sikap kepada pengguna jalan yang melintas di bundaran besar.
Aksi tersebut seakan, merupakan aksi tandingan, karena disaat bersamaan, Dinas Pendidikan Provinsi Kalteng mengadakan upacara peringatan Hardiknas di halaman Kantor Diknas Provinsi Kalteng yang tak jauh dari lokasi aksi. Diperkirakan jaraknya sekitar 100 meter.
Peringatan Hardiknas yang digelar di halaman Kantor Diknas Provinsi Kalteng, tersebut dihadiri sekitar ratusan pelajar perwakilan dari dari beberapa SD, SMP, dan SMA se-Kota Palangka Raya. Hadir juga dalam acara tersebut, Gubernur Kalteng, Agustin Teras Narang bertindak selaku inspektur upacara pada peringatan Hari Pendidikan Nasional tingkat Provinsi Kalteng tersebut.
Seperti diberitakan sebelumnya, Hardiknas yang jatuh pada hari ini, Sabtu (2/5) selalu menjadi perhatian sejumlah kelompok masyarakat, salah satunya mahasiswa. Kemaren, Jumat (1/5), sedikitnya 100 orang mahsiswa dari sejumlah organisasi kemahasiswaan menyikapinya dengan aksi turun kejalan.
Dalam orasinya, saat menggelar aksi di Bundaran Besar Palangka Raya dan di Halaman Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng), mahasiswa memandang, dunia pendidikan saat ini hanya mementingkan materi dan komersial, hal tersebut terbukti dengan mahalnya biaya pendidikan yang tidak diimbangi dengan kualitas mutu pendidikan.
Masalah lain, mahasiwa juga menilai, saat ini dunia pendidikan masih carut marut, terbukti dengan lahirnya undang-undang BHP yang telah ditetapkan. Namun, hingga saampai saat ini, undang-undang tersebut belum dipublikasikan karena dinilai masih mengundang pro dan kontra dari kalangan masyarakat.
”Kalau kita melihat undang-undang tersebut saat masih dalam bentuk rancangan sudah mengundang pro dan kontra, apalagi yang sudah di sahkan, pasti akan mengundang pro dan kontra yang dahsyat dari masyarakat, karena memang kehadiran undang-undang tersebut merugikan mahasiswa,” ujar juru bicara aksi, Irwansyah.
Meski demikian, ucap Irwansah, mahasiswa bukan berarti menolak kehadiran undang-undang Badan Hukum Pendidikan (BHP) tersebut, namun harus ada keberpihakan terhadap mahasiswa, karena biaya opereasional preguruan tinggi (PT) baik suasta mapun negri, 70 persen dibebankan kepada mahasiswa, hal terbut sangat bertentangan dengan UUD 1945, dimana negara menjamin untuk mencerdaskan kehidupan berbangsa.
”Deangan lahirnya UU BHP tersebut, negara sekan lepas tanggung jawabnya dan memebebankan kepada rakyatnya dalam hal ini mahasiswa. Ini jelas bertentangan dengan UUD 1945,” ungkap juru bicara aksi yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Kalimantan Peduli Pendidikan (GMKPP) Kalteng.
Masalah lain katanya, bila berbicara standarnisasi kelulusan siswa, dimana sarana dan prasaran pendidikan tidak mendukung. ”Ini jelas, seperti komentar Wakil Presiden Jusuf Kalla yang menegaskan bahwa anak-anak yang telah belajar keras dan sungguh-sungguh tidak boleh disamakan dengan anak-anak yang malas,” ungkapnya seraya mengutip pernyataan Wakil Presiden.
”Hal tersebut tidak benar karena negara Indoensia tidak dibangun dengan kemalasan, namun dengan kerja keras,” timpalnya. Apalagi tambah dia, perubahan kurikulum yang selalu berubah-rubah yang menyesuaikan keinginan pemimpin pada saat berkuasa.”Pada tataran kurikulum tersebut masih diterapkan namun telah diubah-ubah,” katanya.
Terkait dengan masalah dan carut-marutnya dunia pendidikan, mereka menuntut pemerintah harus mengkaji ulang UU BHP, selain itu mereka juga menuntut pemerintah mengkanji kembali standar nilai kelulusan. ”Pemerintah harus konsisten dalam menentukan kurikulum pendidikan,” imbuhnya.
Selain itu mereka juga menuntut, pemerintah harusmeninfkatkan pendidikan moral siswa dalam hal ini agama. Pemerintah harus mempercepat pemenuhan sarana pendukung pendidikan dan pemerintah juga harus meningkatkan fungsi badan pengawas dana BOS. (*)

Tidak ada komentar: