14 Mei 2009

Tujuh Aktivis Kalteng Ditangkap Polisi

Nordin Sebut Polisi Tidak Profesional

Laporan: Alfrid U

PALANGKA RAYA-
Tindakan reperesif aparat kepolisian terhadap aksi damai aktivis lingkungan kembali terjadi. Sebelumnya, Senin (11/5) lalu dua aktivis Walhi Nasional ditangkap aparat kepolisian dari Palda Sulawesi Utara, kini terjadi lagi penangkapan terhadap 7 aktivis Walhi dan Serikat Hijau Indoensia (SHI) di Kalteng oleh aparat kepolisian dari Polres Palangka Raya.
Mereka yang ditangkap, yakni Direktur Eksekutif Walhi Kalteng, Ari Rompas, Koordinator Aksi Fandi, anggota Sahabat Walhi (Sawa) Linggar Jati, Syafrudin, Dimas Novian Hartono, Tekad Jokopbalis, dan Rano Rahman, masing-masing anggota Walhi Kalteng.
Penangkapan terjadi saat sejumlah aktivis lingkungan berjumlah kurang lebih 20 orang, yang tergabung dalam Forum Solidaritas Untuk Demokrasi melaku akasi damai di depan Markas Paolda Kalteng. Sebelumnya mereka sempat melakukan orasi di bundaran besar Palangka Raya.
Selanjutnya usai melakukan orasi, sekitar 30 menit, aktivis lingkungan melakukan longmas menuju Mapolda Kalteng. Belum sampai di Gerbang Mapolda Kalteng, sejumlah aparat dari Polres Palangka Raya langsung menghadang dan menciduk 7 orang aktivis.
Tujuh orang yang diciduk aparat, meski tak melakukan perlawan, mereka malah dapat tindakan kekerasan dari sejumlah anggota saat berada didalam mobil truk. Akibat kekerasan tersebut, dua aktivis atas nama Ari Rompas meemderita luka dibagian wajah, dengan kondisi bibir pecah dan bengkak memar dibagian leher akibat dipukul. Sedangkan Sarifudin mengalami memar dibagian pundak akibat dipukul dan dicengkram aparat kepolisian.
Menyikapi aksi kekerasan aparat tersebut, Ketua DPW SHI Kalteng, Satriadi memprotes tindakan reperesif aparat dalam menangani aksi damai yang dilakukan oleh aktivis lingkungan. Tindakan itu menujukan ketakutan aparat, dan upaya pembukaman proses demokrasi, dan kebebasan bersuara.
Padahal aksi yang dilakuka tersebut merupakan aksi damai sebagai bentuk solidaritas penangkapan dan penahanan rekan-rekan aktivis Walhi yang melakukan aksi di Manado, Sulawesi Utara. Tibdakan brutal dengan memukul aktivi yang dipertontonkan dihadapan publik, tidak layak dan tidak patut dilakukan aparat penegak hukum,” tegas Satriadi, kepada sejumlah wartawan, Rabu (13/5) kemarin.
Anggota Dewan Nasional Walhi utusan Kalteng, Nordin menambahkan, aktivis yang melakukan aksi sengaja dijebak oleh aparat. Pasalnya jika sejumlah ativis tersebut memeng tidak diberi ijin melakukan aksi, meski sudah disampaikan pemberitahuan aksi, aparat semestinya sejak awal berangkat dari kantor Walhi Kalteng sudah dicegat keluar.
”Tetapi yang terjadi justru sejumlah aksi melakukan aksi dibiarkan keluar dari markas Walhi, dan lalu kemudian ditangkap dengan alasan tanpa izin dari kepolisian,” tambahnya. ”Jelas ini merupakan jebakan, dan upaya pembukaman terhadap demokrasi berpendapat,” tegas Nordin.
Nordin menyayangkan, penangkapan oleh aparat kepolisian, merupakan bentuk ketidak profesionalitas aparat dalam menangi aksi damai. Menurut dia, seharusnya aparat tidak bertindak repersif tetapi persuasif. ”Terkait tindakan kekerasan tersebut saya mengutuk keras, dan menyayangkan sikap tidak profesional yang ditujukan aparat kepolisian,” ucapnya.
Ketidak profesinal aparat, terlihat juga ketika aparat menjerat 7 aktivis dengan pasal 492 KUHP, menggangu ketertiban umum karena mabuk, yang kemudian dibatalkan kembali dan diganti dengan pasal 510 dan 511 KUHP, menganai tidak ada ijin arak-arakan dijalan umum dan pasal penghinaan. ”Ini jelas pasal yang disangkakan merupakan pasal yang mengada-ngada dan terlihat memaksakan. Masa ia sih orang kasi damai dibilang penghinaan,” beber Nordin.
Terpisah, Kapolres Palangka Raya AKBP Ahmad Alwi, mengatakan pihaknya terpaksa melakukan tindakan reperesif terhadap para aktivis tersebut lantaran tidak memiliki ijin melakukan aksi atau menyampaikan pendapat dimuka umum.
”Seharusnya sebelum melakukan aksi, sebaiknya menyampaikan surat izin kepihak kepolisian tiga hari sebelum aksi dilakukan. Nah yang terjadi hari ini, mereka tidak menyampaikan surat ijin dan tidak ada ijin dari pihak kepolisian. Atas nama penegakan hukum, aksi mereka terpaksa kita hentikan dan kita tangkap untuk diproses,” jelas Kapolres.
Menyinggung tudiangan bahwa aparat kepolisian sengaja menjebak para aktivis, lantaran dibiarkan melakukan aksi keluar dari markas Walhi Kalteng, padahal sudah jelas tidak memiliki izin. Kapolres Palangka Raya, nampaknya enggan menjawab, bahkan ia berdalih pihaknya sudah melakukan negosiasi untuk tidak melakukan aksi.
”Kami sudah melakukan pendekatan persuasif, tetapi mereka tetap memaksa, akibatnya mereka menerima konsekuensinya,” jawab Ahmad Alwi, ketika turun dari mobil dinasnya sat memasuki pintu Kantor Mapolres Palangka Raya. (*)

Tidak ada komentar: