26 Okt 2010

SBY Ngaku Negara Lalai Tangani Konflik Sampit

KontrasS Sebut Negara Telah Melakukan Pelanggaran HAM

Laporan: Alfrid Uga

PALANGKA RAYA-
Sampit, Kotawaringin Timur (Kotim) kembali menjadi buah bibir. Bukan kerna Bupati dan Wakil Bupati, Sopian Hadi dan Taufik Mukri yang dilantik hari ini, melainkan terkait dengan catatan sejarah hitam sepuluh tahun yang lalu, yakni Konflik etnis yang melibatkan dua suku, suku Dayak dan Suku Madura.
Pengakuan Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), sebagaimana yang disampaikan Gubernur Kalteng, Agustin Teras Narang, bahwa konflik etnis di Sampit, Kotim meluas akibat kelalaian dari aparat pemerintah pada waktu. Pengakuan Presiden ini, seakan mengakui bahwa negara telah bersalah terhadap rakyat di Kalimantan Tengah, khususnya Kotawaringin Timur.
Menurut Gubernur Kalteng, Presiden RI SBY telah memberi warning, tidak saja kepada Provinsi Kalteng tetapi kepada semua pejabat yang hadir pada rapat kerja Gubernur se-Indonesia di Makasar beberapa waktu lalu, agar tidak menganggap enteng semua masalah konflik, sekecil apapun.
Konflik etnis di Sampit, merupakan salah satu contoh penanganan konflik yang buruk oleh pemerintah, seperti Polri, TNI, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten Kotim saat itu. Oleh karena itu perlu kewaspadaan semua pihak, serta tanggap menyikapi sekecil apapun konflik terjadi agar tidak meluas lebih besar lagi yang tentunya merugikan semua pihak.
“Nah, kewaspadaan ini beliau contohkan seperti di Sampit. Pemerintah provinsi dan kabupaten, serta aparat keamanan, seperti Kepolisian dan TNI menganggap kejadian itu adalah, perkelahian biasa saja. Saat terjadi seperti itu, aparat di daerah tidak siap,” ungkap gubernur, pada rapat kerja Gubernur dengan bupati/walikota se-Kalteng di Aula Jayang Tingang, Kantor Gubernur Kalteng, Sabtu (23/10).
Menanggapi hal tersebut, Koordinator Tim Investigasi Konflik Sampit, Komisi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Idra mengungkapkan, pengakuan Presiden SBY, sebagaimana yang diungkapkan Gubernur Kalteng tersebut di hadapan publik Kalteng, seakan telah mengakui bahwa negara telah melakukan pelanggaran HAM.
Dalam laporan investigasi KontraS dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, negara telah melakukan pelanggaran HAM. Namun, rekomendasi Komisi Penyelidikan Pelanggaran (KPP) HAM kasus Sampit yang dalam rekomendasi nya ke DPR RI waktu itu, tidak terdapat pelanggaran berat HAM pada kasus tersebut.
“Apa yang disampaikan oleh Gubernur Kalteng, sebagaimana yang diungkapkan Presiden SBY sebelumnya. Negara telah mengakui bahwa, memang terjadi pelanggaran HAM dalam kasus Sampit. Dimana aparat keamanan, seperti Polri, TNI dan aparat pemerintah daerah telah melakukan pembiayaran terjadinya kasus Sampit,” tegas Indra, kepada Radar Sampit, ketika dihubungi via telepon, pagi kemarin.
Dikatakan Indra, pengakuan orang nomor satu di Republik ini, merupakan pernyataan rangkaian dari kejadian di Tarakan, Kalimantan Timur. Serta kejadian di Sampit, Poso dan beberapa konflik lainnya, dimana saat itu SBY sebagai Menteri Polhukam, yang banyak terlibat soal keamanan di dalam negeri.
“Apa yang disampaikan SBY itu merupakan hasil dari evaluasi menyeluruh dari berbagai rangkaian konflik selama ini. Memang benar ada faknya yang tidak bisa dibantah oleh aparat keamanan soal adanya pembiaran. Pembiaran ini tidak hanya oleh aparat keamanan tetapi juga terjadi pada aparatur pemerintahan daerah setempat,” beber Indra.
Lebih lanjut dikatakan Indra, dilihat dari lambatnya aparat negara bertindak mengantisipasi kejadian kecil menjadi konflik besar. “Itulah faktanya, yang sekarang baru diakui oleh pemerintah, dalam hal ini pengakuan dari Persiden SBY sendiri, bahwa memang terjadi Pelanggaran HMA kasus Sampit. Dimana dulu KKP HAM kasus Sampit menyatakan tidak ada pelanggaran HAM kasus Sampit,” tukas Indra.
Kembali di tegaskan Indra, kejadian di Sampit, Poso dan berapa konflik lainnya, yang bernuansa SARA itu lebih kerna terlambatnya penanganan oleh aparatur negara, juga tokoh-tokoh masyarakat untuk melokalisir kejadian dan mengambil sikap dan tindakan yang cepat sehingga meluasnya konflik tersebut.
Kalau kita belajar di kasus Sampit sendiri, bebernya, terhadap aparat keamanan-pun orang bisa melihat waktu itu terjadi rivalitas sesama aparat keamanan. Misalnya terjadinya konflik di pelabuhan antara anggota Brimob dengan TNI, padahal saat itu situasi Kota Sampit sangat genting, tetapi diantara mereka sendiri tidak bisa bersikap sama.
“Satu fakta lagi bahwa konflik di Sampit itu memang telah terjadi Pelanggaran HAM. Aparat keamanan membiarkan para pengungsi dihabiskan oleh etnis lokal. Dari beberapa rangkaian kejadian dan fakta-fakta di lapangan kita telah menyimpulkan bahwa kasus Sampit memang terjadi Pelanggaran HAM yang dilakukan oleh negara. Bahwa terjadinya konflik itu akibat dari pembiaran oleh negara,” pungkas Indra. (radar sampit)

1 komentar:

Nur'di ImajieNer mengatakan...

apa pnyebab smpai kota sampit sring jd prtingkaian konflik sich. . . ? Dr masyarakat'a atw pmerintah'a