4 Sep 2009

Tinggal di Rumah Kontrakan, Ngaku Berat Menanggung Janji

Dekat dengan Anggota DPRD Kalteng asal Kotawaringin (1)


Jimin saja. Tak ada embel-embel nama panjang, apalagi gelar. Demikian anggota DPRD Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng), asal daerah pemilihan (dapil) Kalteng-III, Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar), Sukamara dan Lamandau, saat memperkenalkan namanya.

-------------------------
ALFRID UGA, Palangka Raya
=========================


”AH ngawur, ngga ada Raden, ngga ada Mas, ngga ada Subroto, apalagi gelar Doktor,” sahut Jimin ngeles. Ketika teman sesama anggota dewan, Arif Budiatmo dari PAN, ikut memperkenalkan nama Jimin kepada Radar Sampit, Rabu (2/9) kemarin. ”Namanya, Dr. Raden Mas Jimin Subroto,” ucap Arif Budiatmo, yang ngaku sudah berteman sejak lama dengan Jimin.
Anggota dewan dari Partai Demokrat yang baru sepakan lalu resmi jadi anggota DPRD Provinsi Kalteng ini, sejak dilantik, Jumat (28/8) lalu. Terlihat semangat, ketika mengetahui dirinya diwawancarai Radar Sampit. Bahkan ia tak segan-segan mengaku dirinya selalu jadi narasumber koran ini, bila bicara soal buruh.
”Wah dari Radar Sampit ya. Ada juga ya disini (Palangka Raya, red). Di Pangkalan Bun saya sering diwawancarai Radar Sampit tuh. Saya kan aktivis buruh, Ketua SPSI Korindo,” ucapnya, lantas balik bertanya. ”Apa yang mau di omongin nih..?” katanya, sambil mengatur posisi duduk.
Saat itu kami nimbrung di ruang tamu komisi, dulunya ruang Komisi C DPRD Kalteng, membidangi Kesehatan, dan Pendidikan. Ruangan dimana Arif, demikian panggilan akrapnya, saat masih menjabat anggota DPRD Kalteng periode 2004-2009, yang di akui Jimin teman senior, lantaran Arif terpilih menjadi anggota dewan untuk kedua kalinya.
Sebagai aktivis buruh dan sudah 29 tahun jadi buruh di PT Korindo Group. Suami dari Maryati Jimin ini, meski sudah resmi menyandang status wakil rakyat, mengaku tak terlalu menuntut haknya sebagai wakil rakyat, terutama fasilitas seperti rumah, apalagi bermimpi dapat mobil dinas.
Sejak resmi jadi anggota dewan sepekan lalu, ia tinggal di rumah kontrakan dengan biaya sendiri. ”Karena belum ada kejelasan mengenai tempat kami tinggal, dari Sekretariat Dewan. Kami berinisiatif mengontrak rumah, meskipun kecil yang penting layak huni dan bisa menampung keluarga,” ungkap Jimin.
Jimin tak tau, sampai kapan dirinya mengontrak rumah. Namun ia berharap, walapun tak berharap banyak, pihak Sekretariat Dewan bisa mengganti biaya kontrak selama satu tahun, sebesar Rp 15 juta, sesuai nilai kontrak. ”Rencananya ngontrak satu tahun dulu. Selanjutnya, kalau disediakan rumah ya ditempati, kalau tidak, mungkin akan mencari rumah kredit, walaupun biaya sendiri,” ucapnya.
Ditanya apakah keluarga ikut diboyong ke Palangka Raya. Menurut ayah dua putra ini, Hendri (23) dan Yudha (18), yang wajib pertama diboyong adalah istri. Sedangkan kedua anaknya tak wajib, karena semuanya sudah dewasa. Yang pertama, kuliah di Malang, Jawa Timur, bakal lulus tahun ini, sementara anaknya yang kedua Yudha masih SMA Klas-3 di Pangkalan Bun.
”Hendri tahun ini sudah S-1, Yudha mungkin juga kalau lulus melanjutkan kuliah, dan ia lebih memilih tinggal di Pangkalan Bun, kan disana ada rumah. Nah kalau istri? wah itu wajib dibawa. Kalau ngga diboyong ke Palangka Raya bahaya nanti,” jawabnya, lantas tertawa.
Menyinggung komitmennya memperjuangkan aspirasi rakyat kotawaringin, khususnya dari Dapil Kalteng III. Diakui Jimin, itu tugas utamanya sebagai wakil rakyat. Ia sadar dirinya bisa duduk di kursi dewan terhormat, lantaran karena pilihan rakyat, oleha karenanya ia akan komit memperjuangkan aspirasi rakyat Kotawaringin, hal tersebut sesuai dengan janjinya saat audensi dengan rakyat.
Saat beraudensi dengan rakyat, pada kampanye pemilu April lalu, ia berjanji kepada rakyat akan memperjuangkan kesejahtraan bagi rakyat, melalui program revitalisasi perkebunan, khususnya karet. ”Jadi initinya, saya akan memperjuangkan nasib rakyat, terutama disektor pertanian, dan perkebunan. Karena masyarakat meminta, juga janji saya. Meski berat, harus aku perjuangkan,” imbuhnya.
”Kalau mau dipilih lima tahun lagi harus komit susuai janji. Walaupun tidak maju lima tahun lagi, setidaknya beban moral. Kita duduk karena mereka, mereka milih karena janji kita. Apalagi sudah mengucap janji, tidak untuk kepentingan pribadi melainkan untuk kepentingan rakyat,” ucapnya, seraya meneguhkan komitmennya, ia tak akan melanggar sumpah janjinya, apalagi menghianati rakyat.
Bicara soal perjuangan terhadap kesejahtraan buruh. Tanpa tendeng aling-aling, Ketua Federasi Serikat Pekerja Perkayuan dan Kehutanan, unit Serikat Pkerja Seluruh Indonesia (FSP KAHUT- SPSI) PT. Korindo Group ini, mengatakan tujuan utamanya masuk ke parlemen, selain memperjuangkan nasib rakyat Kotawaringin, juga meperjuangkan nasib jutaan buruh perusahan di Kalteng.
Dia menguraikan kondisi perburuhan di Indoensia saat ini, ia menilai penerapan sistem kerja kontrak dan alih daya (outsourcing) tidak mendidik dan cenderung merugikan buruh. Seharusnya tenaga kerja dianggap sebagai sumber daya manusia (SDM) yang harus terus ditingkatkan kompetensinya sehingga bisa berkembang mengikuti dinamika di sektor ketenagakerjaan.
Dalam sistem outsourcing, katanya, hubungan kerja antara buruh, pengusaha penyedia jasa pekerja, dengan pengusaha penguna jasa tidak jelas. Hubungan kerja yang terjadi, seharusnya hubungan kerja tanggung renteng dimana baik perusahaan penyedia jasa pekerja maupun perusahaan pengguna jasa memiliki hubungan kerja dengan buruh.
Menurut mantan buruh PT Korindo selama 29 tahun ini. Undang-Undang 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang mengatur sistem kerja kontrak dan outsourcing harus direvisi. Kalau tidak dihapus, setidaknya praktik sistem kontrak dan outsourcing untuk tenaga kerja harus dikurangi.
”Dalam implementasinya, sistem kontrak kerja dan outsourcing hanya merugikan tenaga kerja. Tidak ada prosedur PHK terhadap pekerja PKWT sehingga pemutusan hubungan tanpa pesangon dapat terjadi setiap saat tanpa peringatan meskipun kontrak belum berakhir,” jelasnya.
Lebih lanjut ia, menegaskan, sitem kontrak kerja dan outsoucing tak lebih dari perbudakan gaya baru kepada ratusan ribu tenaga kerja di Kalteng. ”Jadi dengan tegas saya nyatakan, bersama jutaan buruh di Indonesia menolak sistem kontrak kerja maupun outsourching,” tegas Jimin. (***/Radar Sampit)

Tidak ada komentar: