25 Jan 2009

Gelombang PHK Tidak Mengancam Buruh Tetap di Perkebunan


Oleh: Alfrid Uga

PALANGKA RAYA– Ketua Gabungan Pengusaha Perkebunan Indonesia (GPPI) Kalteng Teguh Patriawan, memastikan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat krisis ekonomi global tidak akan terjadi pada buruh tetap di perkebunan kelapa sawit.
Hal itu menanggapi pernyataan dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), yang menyebutkan krisis ekonomi global yang diprediksi akan terjadi puncaknya pada tahun 2009 ini, akan mengancam PHK sekitar 1,5 juta karyawan.
Oleh karenanya, Teguh meminta karyawan-karyawati tetap di perkebunan kelapa sawit yang ada di Kalimantan Tengah saat ini jangan kawatir akan adanya PHK. ”Tidak usah resah akan terjadi PHK. Saya jamin tidak ada PHK bagi karyawan tetap,” ujarnya, kepada sejumlah wartwan, baru-baru ini.
Dia beralasan, komuditi kelapa sawit selalu dibutuhkan untuk banyak jenis produk. Selain itu, masa tanam yang cukup panjang membuat produksi tidak mungkin bisa dibatasi, sehingga operasional kegiatan perusahaan akan terus berjalan, meskipun harga yang dipasarkan masih relatif rendah. Dengan begitu karyawan tetap perkebunan akan selalu dibutuhkan perusahaan.
“Meskipun kondisi masih jelek, karyawan perkebunan masih bisa tetap bertahan, masalahnya, mereka diperlukan untuk merawat dan memanen sawit, begitu juga yang berada dibagian pengolahan. Sehingga, proses administrasi jalan terus,” ucapnya.
Dirinya mengakui, anjloknya harga sawit dipasaran akibat krisis global membuat kebanyakan perusahaan perkebunan sulit untuk melakukan ekspasi atau pengembangan areal, sehingga hanya terkonsentrasi pada lahan yang sudah ada saat ini.
Hal lain yang juga menghambat ekspansi kelapa sawit adalah belum disahnya RTRWP. Akibat masalah tersebut membuat penyerapan tenaga kerja semakin sempit, dan mengncam tenaga borongan dan buruh lepas yang kerap digunakan perusahaan terancam nganggur. Meski demikian bukan berarti perusahan tidak bisa mem PHK mereka.
“Karyawan lepas atau pekerja borongan biasanya bekerja sebagai pembersih lahan atau penanam. Karena mereka tidak terikat dengan perusahaan, maka perusahaan berhak memberhentikan atau merumahkan para pekerja tadi selama kegiatan perusahaan masih terbatas dan itu namanya bukan PHK. Jumlah pekerja yang tidak terikat pada perusahaan ini totalnya cukup banyak, hingga mencapai ribuan orang,” ungkapnya.
Dia menambahkan, harga crude palm oil (CPO) masih berkisar antara US$400-450 per ton. Sebelum krisis, harganya hampir mencapai 4 kali lipat yakni US$1600 per ton. Sementara, untuk tandan buah segar (TBS) sawit saat ini sekitar Rp600 sampai Rp700 per kilogram.
“Usaha bisnis sektor perkebunan kelapa sawit sedang terpuruk. Kondisi ini menuntut perusahaan harus bisa survive, supaya dapat menghidupi karyawannya. Sebab, saya memprediksi, krisis global yang dialami akan terjadi cukup lama hingga dua tahun kedepan,” tambahnya.
Teguh menyarakan agar para perusahaan perkebunan kelapa sawit membantu petani plasma dengan cara membeli hasil perkebunan sawitnya. Sebab, dalam melaksanakan plasmanya, petani umumnya berhutang di bank dengan tempo waktu yang relatif panjang.
Kalau tidak dibantu katanya, justru akan menambah banyak rakyat miskin di Kalteng. ”Kita semua harus bantu petani plasma kelapa sawit, maka dengan demikian akan mengurangi daftar rakyat miskin di Indoensia ini,” imbuhnya. (***)

Tidak ada komentar: