31 Okt 2009

Dukung Gaji Pejabat Naik

Laporan: Alfrid Uga

PALANGKA RAYA-
Rencana pemerintah pusat untuk menaikan gaji pejabat negara, mulai presdien sampai pejabat bupati disambut sukacita Wakil Gubernur Kalteng Achmad Diran. Mantan Bupati Barito Selatan ini bahkan mendukung 100 persen rencana tersebut.
Dia beralasan gaji pejabat negara memang sudah seharusnya dinaikan mengingat insentif pejabat negara jauh dari standar. ”Insentif untuk gubernur saja Rp 8 juta, sementara wakil gubernur Rp 7 juta. Pejabat sekarang tidak lagi dapat dana taktis,” kata Diran kepada wartawan, kemarin (30/10).
Ia membeberkan, saat dirinya menjabat Bupati Barito Selatan, meski gaji yang diterimanya kecil, namun masih menerima jasa upah pungut (japung). Di luar gaji, sebut Diran, dana taktis yang bisa digunakan hingga mencapai Rp 35 juta, tanpa perlu pertanggungjawabanya. ”Sekarang dana taktis sudah tidak ada lagi. Hanya gaji dan insentif saja yang kami terima,” ujarnya.
Yang lebih memprihatinkan lagi kata wagub, gaji pejabat negara seperti bupati dan wakil bupati hanya digaji Rp 5 juta, dan tidak ada dana taktis. ”Bayangkan pejabat negara seperti bupati hanya senilai Rp 5 juta dan tidak ada dana taktis,” beber Diran.
Bicara soal fasilitas bagi pejabat negara di daerah, Diran mengaku fasilitas yang diterima pejabat di Kalteng masih minim. Ia lantas membandingkan pejabat sekelas gubernur dan wakil gubernur di daerah provinsi lain yang menggunakan fasilitas kendaraan dinas hingga miliaran rupiah.
”Kalteng berbeda dengan provinsi lain mobil dinas saja hanya Camry senilai Rp 300 juta. Kalau daerah lain, mobil gubernur ada yang sampai Rp1,8 miliar dan mobil Wagub Rp1,2 miliar,” sebutnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, kontroversi seputar rencana kenaikan gaji pejabat negara tak membuat pemerintah berubah ke¬putusan. Bahkan, rencana itu siap di¬realisasikan mulai Januari 2010. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, anggaran untuk re¬munerasi pejabat negara sudah masuk pos belanja pegawai.
Pejabat yang dimaksud ialah presiden, wakil presiden, menteri, panglima TNI, jaksa agung, gubernur, bupati, ketua DPR/DPD, ketua MPR, anggota DPR, DPRD, termasuk hakim. ''Sistem ini sudah siap berdasarkan anggaran. Jika kebijakan politiknya sudah disetujui, ini bisa mulai 1 Ja¬nuari 2010,'' ujarnya dalam konferensi pers di Kantor Departemen Ke¬uangan kemarin (28/10).
Menurut Sri Mulyani, selama ini penetapan remunerasi pejabat negara menggunakan payung hukum berupa UU Nomor 12 Tahun 1980. Namun, lanjut dia, undang-un¬dang itu tidak sesuai dengan kon¬disi sekarang karena tak me¬ngatur remunerasi lembaga negara baru seperti DPD, Mahkamah Konstitusi, maupun Komisi Yudisial. ''Ini membuat tidak adanya keseragaman dalam pem¬berian gaji dan tunjangan pejabat negara,'' katanya.
Untuk merespons perkem¬ba¬ngan tersebut, kata Sri Mulyani, sejak 2005, presiden sudah menginstruksi Menkeu dan menteri pendayagunaan aparatur negara (Men PAN) menyusun suatu kebijakan yang utuh dan komprehensif agar tercapai suatu sistem remunerasi pejabat negara yang adil dan tepat.
Menurut dia, dasar hukum pe¬ng¬aturan remunerasi pejabat negara yang berlaku saat ini ter¬sebar dalam lebih dari 35 peraturan perundangan dalam bentuk peraturan pemerintah, keppres, perpres, keputusan menteri keuangan, dan SK Sekjen kementerian/lembaga. Akibatnya, tidak ada konsistensi dalam penetapannya. ''Jadi, jika ada peraturan pemerintah yang baru, 35 peraturan itu akan dicabut supaya tidak tumpang tindih,'' terangnya.
Lalu, berapakah kenaikan gaji atau remunerasi yang akan dinikmati para pejabat nanti? Sri Mulyani mengatakan, besaran yang dimasukkan dalam program remunerasi belum bisa disampaikan. ''Yang jelas sudah masuk APBN 2010. Aplikasinya akan disesuaikan, tapi belum bisa saya sampaikan karena PP-nya belum dibuat,'' ujarnya.
Sri Mulyani justru memaparkan kebijakan belanja pegawai dalam lima tahun terakhir yang mengutamakan perbaikan gaji PNS, TNI-Polri, dan pensiunan serta veteran. Terutama kelompok penghasilan terendah (golongan I dan II).
Misalnya, PNS golongan IA yang pada 2004 memperoleh penghasilan Rp 674.050 naik menjadi Rp 1.892.220 pada 2010. Tamtama/bintara dari Rp 1.271.600 menjadi Rp 2.505.180 atau naik dua kali lipat. Tunjangan veteran juga naik dari Rp 526.000 menjadi Rp 1.260.000. ''Sementara itu, gaji presiden dan menteri tidak naik,'' sebutnya.
Menurut Sri Mulyani, berdasar hasil evaluasi, secara rata-rata uang tunai yang diterima pejabat negara relatif rendah. Hal itu bisa dilihat dari perbandingan dengan gaji pejabat di negara-negara lain. Bahkan, lanjut dia, selama 8 tahun besaran gaji pokok, tunjangan, dan fasilitas menteri di Indonesia tidak pernah berubah.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi E.E. Mangindaan menambahkan, dalam reformasi birokrasi, pemerintah mengutamakan bidang penataan kelembagaan atau bagaimana membuat struktur organisasi sesuai kondisi yang ada.
''Kami harus segera menyiapkan peraturan perundang-undangan. Antara lain, dalam waktu dekat harus ada undang-undang kepegawaian atau aparatur negara. Kalau sudah ada, ini akan sangat membantu dalam hal penetapan remunerasi,'' jelasnya.
Menurut Sri Mulyani, remunerasi pejabat negara yang berlaku saat ini terdiri atas tiga komponen. Pertama, gaji pokok atau salary. Kedua, tunjangan atau allowance yang terdiri atas tunjangan jabatan, tunjangan keluarga, tunjangan kehormatan, uang sidang, tunjangan komunikasi intensif, dan lain-lain yang bervariasi pada setiap lembaga negara.
Ketiga, fasilitas atau benefit yang terdiri atas kendaraan dinas, rumah jabatan, kesehatan, listrik dan tele¬pon, sopir pribadi, operasional harian, bantuan BBM, pengawalan dan pelayanan pimpinan, dan lain-lain yang bervariasi pada setiap lembaga negara.
Sri Mulyani menyebutkan, jika diperhitungkan hanya dalam bentuk uang tunai, secara rata-rata penghasilan (gaji dan tunjangan) pejabat negara relatif rendah. ''Karena itu, banyak pejabat negara yang mendapatkan tambahan tunjangan dari masing-masing lembaga berdasar kebijakan internal atau surat Sekjen masing-masing,'' terangnya.
Sebagai gambaran, sejak 5 tahun lalu hingga kini, gaji presiden RI sebesar Rp 62,74 juta per bulan. Itu terdiri atas gaji pokok Rp 30,24 juta dan tunjangan jabatan Rp 32,50 juta. Gaji wakil presiden RI sebesar Rp 42,16 juta per bulan, yang terdiri atas gaji pokok Rp 20,16 juta dan tun¬jangan jabatan Rp 22,00 juta. Gaji menteri dan pejabat setingkat menteri Rp 18,648 juta per bulan, yang terdiri atas gaji pokok Rp 5,04 juta dan tunjangan jabatan Rp 13,608 juta.
Jika dibandingkan dengan gaji eksekutif lain, misalnya jajaran Dewan Gubernur Bank Indonesia, gaji eksekutif RI memang jauh lebih rendah. Sebagai gambaran, saat ini anggota Dewan Gubernur BI, termasuk Boediono saat menjabat sebagai gubernur BI, menerima tidak kurang dari Rp 200 juta per bulan.
Demikian juga para eksekutif di BUMN-BUMN besar. Ambil contoh, Sofyan Basyir, Dirut BRI, mengantongi gaji Rp 167 juta per bulan. Itu gaji tertinggi bila dibandingkan dengan bos perusahaan pelat merah yang lain. Selain gaji, Sofyan mendapatkan tantiem sekitar Rp 6,036 miliar sehingga total penerimaan Sofyan sepanjang 2009 adalah Rp 8,04 miliar atau Rp 670 juta per bulan. (*/Radar Sampit)

Tidak ada komentar: