24 Okt 2009

Bukti Bupati Mengangkangi Gubernur

Laporan: Alfrid Uga

PALANGKA RAYA-
Penerbitan empat izin kuasa pertambangan (KP) oleh Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) kepada investor tambang. Selain tidak prosedural, juga dinilai telah menabrak kebijakan pemerintah provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) terkait penataan ruang wilayah provinsi.
Penilaian ini disampaikan Koordinator Save Our Borneo (SOB) Nordin. Pasalnya, izin KP di keluarkan Pemkab Kotim tahun 2008, sementara Surat Edaran Gubernur kepada bupati/walikota terkait penangguhan semua bentuk perizinan tahun 2007, sebelum Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Kalteng ditetapkan.
“Melihat empat izin KP yang ditandatangi Bupati Kotim Wahyudi K Anwar, tahun 2008, sementara gubernur mengeluarkan surat edaran tahun 2007, jelas sudah merupakan pembangkangan terhadap gubernur, sebagai kepanjangan tangan dari pemerintah pusat,” ungakp Nordin, kepada Radar Sampit di Palangka Raya, kemarin.
Menurut Nordin, terbitnya empat izin KP kepada investor tambang pada tahun 2008, merupakan salah satu bukti pangkal dari persoalan kekusruhan dan carut-marutnya RTRWP Kalteng selama ini. Fakta ini semakin menguatkan kekisruhan RTRWP ada ditingkat kabupaten.
“Ini baru perizinan dibidang pertambangan, belum lagi perizinan di bidang perkebunan yang dikeluarkan pasca surat edara gubernur. Perizinan yang dikeluarkan pasca surat edaran gubernur, dugaan saya hampir terjadi diseluruh daerah kabupaten/kota se Kalteng,” imbuhnya.
Terkait carut-marutnya RTRWP Kalteng, mantan Direktur Eksekutif Walhi dua periode ini, menegaskan, tak ada lain cara menyelesaikan masalah RTRWP yang hingga sekarang ini belum mendapat pengesahan dari pusat, selain harus diselesaikan secara hukum juga harus segara dicabut.
“Kalau diasumsikan perizinan yang dikeluarkan oleh bupati itu benar, dan akan dicabut. Maka perizinan yang lainnya juga harus dicabut. Terutama perijinan yang tidak benar, baik berkaitan dengan tata ruang, perizinan yang keluar tidak sesuai prosedur, semua harus dicabut” tegas Nordin.
Nordin mengingatkan pemerintah provinsi, kalau pomerintah kabupaten menolak mencabut perizinan yang bermasalah, maka pemerintah provinsi harus mengambil sikap berani mencabut izin-izin yang bermasalah tersebut, karena sudah berani mengangkangi kebijakan provinsi.
”Dalam hilarki hukum, yang namanya surat edara tidak ada kekuatan hukumnya. Sekalipun dikangkang tidak akan ada masalah dengan hukum. Jadi mau dikangkangi, atau dilanggar tidak ada masalah, karena memang tidak ada hilarki hukumnya,” ucap Nordin.
Anggota Dewan Nasional Walhi Nasional ini, mengaku heran banyak pernyataan pejabat setempat seakan tak mengetahui Surat Keputusan (SK) Bupati Kotim keluar. Karena KP tersebut sangat besar, tidak sebesar jarum. ”Jadi menurut keyakinan saya tidak mungkin pejabat dijajaran pemerintah Wahyudi tidak mengetahuinya,” tukasnya.(*/Radar Sampit)

Tidak ada komentar: