28 Mar 2010

Gubernur Mengalah, RTRWP Kalteng Segera Disahkan Menhut

Laporan: Alfrid U

PALANGKA RAYA-
Tarik ulur kepentingan pusat dan daerah terkait pengesahan rencana tata ruang provinsi (RTRWP) Kalimantan Tengah (Kalteng) berakhir anti klimak. Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang akhirnya “manut” dengan keputusan Kementrian Kehutanan, RTRWP Kalteng pun segera di sahkan.
Menurut Dirjen Pengawasan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Kementrian Kehutanan (Kemenhut) Danori, kepastian RTRWP Kalteng akan segera disahkan Menhut setelah Gubernur Kalteng bertemu dengan Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan, beberapa waktu lalu di Jakarta.
“Setelah dijelaskan akhirnya gubernur juga mengerti. Karena pada dasarnya Kemenhut tidak bisa merubah hasil dari laporan tim terpadu, namun diambil solusi jalan tengah, dan gubernur menerima keputusan menteri,” ungkap Danori kepada sejumlah wartawan di sela-sela pelaksanaan rapat kerja koordinasi teknis dan rapat koordinasi perencanaan pembangunan kehutanan daerah di Palangka Raya, Rabu (24/3).
Dijelaskan Danori, pada tahun 2006 Gubernur Kalteng mengajukan revisi RTRWP Kalteng Nomor 8 tahun 2003 untuk minta persetujuan menteri Kehutanan. Dalam revisi tersebut gubernur mengajukan untuk kawasan non hutan 45 persen dan kawasan hutan 65 persen.
Namun, berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 41 tahun 2009 kalau ada perubahan sangat mendasar yang menyangkut kawasan hutan maka harus ada persetujuan dari DPR-RI, yang selanjutnya diteliti oleh tim terpadu bentukan Menteri Kehutanan (Menhut) yang terdiri dari orang-orang indefenden.
“Nah, hasil dari tim terpadu itu menemukan ada 960 ribu hektar kawasan hutan di Kalteng telah beralih fungsi menjadi kawasan perkebunan dan pertambangan, tanpa melalui prosedural. Hal ini tentunya tidak boleh terjadi dan melanggar UU Kehutanan, sehingga tim terpadu merekomendasikan untuk kawasan non hutan 18 persen dan 89 persen untuk kawasan hutan,” ungkap Danori.
Ditanya apakah penyebab berlarut-larutnya pengesahan RTRWP Kalteng oleh Menteri Kehutanan terkait dengan 960 ribu hektar kawasan hutan yang beralih fungsi menjadi kawasan pertambangan dan perkebunan. Dengan tegas Danori mengatakan ia, akan tetapi persoalan RTRWP sudah tuntas dan akan segera disahkan Menhut.
“Gubernur telah bertemu dengan Menhut dan Menhut telah menjelaskan, gubernur juga mengerti. Dari usulan revisi yang diajukan kawasan non hutan 44 persen dan kawasan hutan 56 persen, disetujui hanya 33,29 persen untuk kawasan non hutan dan 66,71 persen untuk kawasan hutan,” jelasnya.
Terkait dengan perkebunan dan pertambangan yang terlanjur diberikan izinnya oleh kepala daerah diatas kawasan hutan tanpa izin pelepasan dari kemenhut, yang kini sudah beroperasi. Danori kembali menegaskan, tidak ada pemutihan bagi perusahan yang menduduki kawasan hutan, bagi kepala daerah yang memberi izin akan ditindak.
Terkait pidana umum diserahkan kepolisi, korupsi diserahkan ke Jaksa dan terkait kebijakan di serahkan ke KPK. “Tidak ada toleransi. Berdasarkan undang-undang kehutanan, apabila pendudukan kawasan tanpa memperoleh izin yang sah, hukumannya 10 tahun penjara, denda 5 miliar dan kebunnya disita untuk negara,” tegas Danori. (Radar Sampit)

Tidak ada komentar: