28 Mar 2010

Bupati Se-Kalteng Terancam Masuk Bui

Pemberian Izin Bagi Perkebunan dan Pertambangan Tidak Prosedural

Laporan: Alfrid U

PALANGKA RAYA-
Kementrian Kehutanan (Kemenhut) tidak akan mentolerir kepala daerah yang terbukti terlibat dalam penerbitas izin bagi perusahan perkebunan dan pertambangan di atas kawasan hutan tanpa memperoleh izin alih fungsi kawasan dari Kemenhut sesuai dengan Undang-Undang.
Laporan tim terpadu Rencana Tata Ruang Provinsi (RTRWP) Kalimantan Tengah yang dibentuk Kemenhut menemukan, dari 7 juta hektar yang telah diberikan izin oleh kepala daerah kepada perusahan perkebunan dan pertambangan, terdapat 960 ribu hektar kawasan hutan telah beralih fungsi tanpa proses yang sah.
“Kementrian Kehutanan tidak akan memberi toleransi bagi pejabat daerah yang telah melanggar hukum,” kata Dirjan Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Kemenhut Darori, di sela-sela pelaksanaan rapat kerja koordinasi teknis kehutanan dan rapat koordinasi perencanaan pembangunan kehutanan daerah di Palangka Raya, Rabu (24/3).
Untuk wilayah Kalteng, beber Darori, hampir seluruhnya kepala daerah seperti bupati dan gubernur terlibat dalam pemberian izin bagi perusahan perkebunan dan pertambangan yang bermasalah. Terutama di wilayah daerah yang banyak terdapat perkebunan dan pertambangannnya.
“Kalau terkait dengan pidana umum, maka yang menyidik adalah polisi, dan korupsi ditangani oleh Jaksa. Sedangkan kalau ada izin yang dikeluarkan oleh kepala daerah bermasalah, karena terkait kebijakan maka yang menyidiknya adalah kewenangan KPK,” beber Darori yang mengaku selama 12 tahun menjadi Kepala Dinas Kehutanan.
Dia menjelaskan, bumi negara ini diatur oleh undang-undang. Undang-undang yang mengatur ada dua undang-undang. Untuk kawasan hutan diatur Undang-Undang Nmor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan dan di luar kawasan hutan diatur Undang-Undang 5 tahun 1960 tentang Agraria.
“Jadi semua yang menggunakan kawasan hutan harus seiizin Menteri Kehutanan. Dalam pelaksanaannya sesuai Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990, khususnya untuk kawasan konservasi, taman nasional, dan cagar alam diawasi oleh Dirjen PHKA bersama balai-balainya, seperti BKSDA dan Balai Taman Nasional,” jelas Darori.
“Sedangkan untuk hutan lindung dan hutan produksi diawasi oleh gubernur dan bupati. Nah dalam pelaksanaannya diatur didalam tata guna hak kesepakatan (TGHK), dan yang membuat ini adalah daerah. Hanya saja untuk wilayah kalteng, karena Kalteng terlena saat itu sampai-sampai di wilayah Kalteng ini kantor gubernur saja berada di wilayah kawasan hutan,” ujarnya menimpali.
Terkait dengan masalah perizinan yang diterbitkan gubernur dan bupati/walikota bermasalah. Menteri Kehutanan sudah mengeluarkan surat edaran kepada gubernur untuk mengiventarisir permasalahan yang ada di daerah masing-masing. Mulai dari pertambangan dan perkebunan yang bermasalah.
“Nah hasil inventarisasi ini, kemudian gubernur di undang untuk di presentasi di Kemenhut. Yang menarik, laporan ini nanti ditembuskan ke Kejaksaan Agung, KPK dan Mabes Polri, dan ini akan dibahas bersama. Dari kesepakatan bersama untuk penegakan hukum, maka apabila pendudukan kawasan tanpa memperoleh izin yang sa,h hukumannya 10 tahun penjara, denda 5 miliar dan kebunnya disita untuk negara,” tegas Darori. (Radar Sampit)

Tidak ada komentar: