29 Mar 2010

Ada Markus Di Polda Kalteng?

Dilaporkan Ke Mabes dan Satgas Mafia Hukum

Laporan: Alfrid U

PALANGKA RAYA-
Direktur Utama PT Sumber Borneo Yufanda (SBY) Jahrian terus melakukan perlawanan hukum atas Polda Kalteng. Melalui kuasa hukumnya, Jahrian mempraperadilankan Polda Kalteng ke Pengadilan Negeri (PN) Palangka Raya, karena dinilai penahanan terhadap Jahrian tidak sah dan menuai banyak kejanggalan.
Selain mempraperadilankan Polda Kalteng ke PN Palangka Raya, yang baru saja sidang perdananya digelar Kamis lalu. Melalui kuasa hukumnya, Jahrian melaporkan Polda Kalteng ke Mabes Polri serta ke LSM Center Studi Antikorupsi Kalimantan (CSAK), yang kemudian dilanjutkan oleh CSAK ke Satgas Mafia Hukum.
“Hari Senin nanti kita akan gelar perkara di Mabes Polri. Pihak-pihak yang diundang, selain PT SBY yang didampingi kami sebagai kuasa hukumnya, juga di undang penyidik Polda Kalteng yang menangani kasus Jahrian, serta PT. PAK,” kata Syarifuddin Jusuf, kuasa hukum Jahrian dari Kantor Advokat Asmar Oemar Saleh dan Partners, kepada Radar Sampit melalui telepon, Jumat (26/3).
Menurut Syarifuddin Jusuf yang akrap disapa Arif ini, dari awal penetapan dan penahan Dirut PT SBY oleh Penyidik Polda Kalteng, memang terjadi kejanggalan proses hukum. Dimana Jahrian belum pernah di periksa dan ditetapkan sebagai tersangka langsung ditahan atas tuduhan korupsi dengan merugikan negara senilai Rp 19 miliar.
Dalam sangkaan penyidik Polda Kalteng, penyidik menjerat Jahrian dengan Pasal 2 ayat 1, Pasal 12 hurf (g) dan (f), Pasal 5 ayat 1 dan kesatu Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, serta pasal 56 KUHP penyertaan, yang artinya turut serta.
“Nah kalau turut serta, artinya ada pelaku utama. Sekarang pelaku utama siapa orangnya? Belum pernah dijadikan tersangka apalagi di periksa sebagai saksi. Sementara Direktur PT SBY belum ditetapkan sebagai tersangka baru diperiksa langsung ditahan,” ungkapnya.
Kejanggalan lain dalam kasus jahrian, ucap Arif. Jahrian merupakan investor yang menanamkan modalnya untuk pembangunan jalan khusus batu bara ddi Kabupaten Barito Timur dengan modal Rp 42 miliar. Dalam kesepakatan dengan Pemda Barito Timur, PT SBY diberi kewenangan mengelola untuk jangka waktu beberapa tahun.
Namun saat proyek tersebut belum selesai, kendati telah melakukan pungutan terhadap pengguna jalan, tiba-tiba pihak pemerintah setempat menghentikan kontrak sebelum masa waktunya berakhir. Pemda beralasan, PT SBY tidak serius menjalankan kontrak, uang hasil pungutan diterima namun tidak diserahkan ke pemda.
“Belum selesai berakhir masa kontrak, tiba-tiba dihentikan dan diserahkan pengelolaan kepada perusahan kontraktor lainnya. Hal ini kelihatan sekali, ketika kontrak itu kemudian di alihak ke pihak perusahan lain tanpa ditender tetapi langsung penunjukan. Inilah dasar dugaan bahwa ada terjadi mafia kasus di Polda kalteng,” jelas Arif.
Lebih lanjut Arif menjelaskan, bagaimana mungkin PT SBY dituduhkan melakukan penggelapan uang. Sebab dalam kasus Jahrian ini tidak ada satu pihakpun yang melapor, mapun saksi yang telah diperiksa oleh pihak Polda Kalteng yang menyatakan ada kerugian sesorang atau lembaga yang dirugikan.
“Di sangkakan kepada Direktur PT SBY menggelapkan uang berdasarkan deposito sebesar Rp 19 miliar. Padalah PT SBY sudah menyetor ke pemda sebanyak delapan kali, empat kali melalui rekening pemda dan empat kali melalui rekening PT. Puspita Alam Kurnia dengan total nilai sekitar Rp 8 miliar,” jelasnya.(Radar Sampit)

Tidak ada komentar: